Weak

429 64 26
                                    

Soora terbangun di atas ranjang rumah sakit dengan selang infus yang melingkr di tangannya. Matanya mengerjap pelan; perlahan terbuka dan terkatup letih.

Di samping ranjangnya, seorang wanita tengah tertelungkup menyusuri alam mimpi di kursi yang rumah sakit sediakan sembari memegang tangan Soora. Ia mencoba membangunkan dengan mengusap tangan wanita itu, tubuhnya masih terasa lemas. Soora haus dan belum berani banyak bergerak..

"Soora kau sudah sadar? Aku akan memanggil dokter." Wanita itu terbangun saat merasakan pergerakan di ranjang yang ia sandari.

Menengadahkan kepala, menemukan Soora sudah terbangun dan menyambutnya dengan senyum. Segera ia pencet bel panggilan kepada dokter.

Soora menunjuk gelas yang ada di atas nakas.

“Kau haus?”
Soora mengangguk. Wanita itu dengan suka rela membantu.

"Rumah sakit ini besar sekali, aku tidak punya uang untuk membayarnya." Jelas Soora meski suaranya terdengar mencicit, nyalinya mendadak mengecil setelah melihat besar ruangan yang ia tempati.

"Namaku Park Hyera, kau bisa memanggilku Hyera? Eonny?." Hyera tersenyum memperkenalkan diri, ia menghela napas untuk menjeda. "Kau tidak perlu khawatir. Masalah biaya sudah ada yang menanggung."

"Apa? Tapi siapa? Kau yang membayarnya?” Mata Soora berbinar mendengar kabar itu, namun ia tetap penasaran siapa yang membayar biaya rumah sakit sebesar itu. Bulu matanya mengerjap lucu.

Sedangkan, Hyera lagi-lagi hanya tersenyum dan mengusap kepala Soora lembut.

"Siapa yang menanggungnya?" raut penasarannya muncul, alisnya naik satu.

"Tak perlu dipikirkan yang penting kau sembuh, Soora. Maaf aku lancang melihat identitasmu di dompet." Yoora mengangguk maklum.

"Terima kasih. Kupikir aku akan mati menyusul ayah dan ibu. Apa kau baik-baik saja?" Soora kembali berbaring setelah menyerahkan gelas pada Hyera.

"Untuk saat ini aku baik. Lukaku juga sudah diobati" Hyera menunjuk perban yang ada di kepalanya. Soora juga baru menyadari tangan kanannya telah diperban. Mereka tertawa begitu melihat nasib mereka yang sama.
Tawa itu terpaksa berhenti begitu dokter masuk, Hyera tersenyum penuh arti melihat laki-laki yang memasuki kamar Soora. Sebenarnya berusaha menahan tawa, sebab harus Hyera akui penampilannya begitu manis, gagah, dan terlihat menawan.

Ah, kumisnya kenapa begitu tebal?
Hyera hampir-hampir menyemburkan tawa melihat Jeon niat sekali membentuk penyamaran diri. Kumis tebal itu terpasang rapi di atas bibirnya. Oh sungguh, mata Jeon langsung berbinar begitu melihat Soora.

"Hei, sepertinya berbahagia sekali. Soora juga sepertinya lupa kalau ia telah terluka." Ya, dokter itu si Jeon yang mencoba mencairkan suasana untuk menutupi kegugupannya.
Ia beringsut ke samping ranjang Soora, untuk mengecek kondisi terakhir perempuan yang terbaring lemah itu. Soora mencoba tenang dan menurut meski sempat meringis saat tangannya tak sengaja menyenggol luka diperutnya.

Jeon dengan mengecek kondisinya sampai pad bagian luka perut yang masih basah, tangan pria itu beralih memegang baju pasien Soora.

"Bisa aku lihat luka di perutmu?" Awalnya Soora dibuat terkejut mendengar pernyataan Jeon sampai bola matanya terbuka lebar. Tetapi ia kembali berpikir, kenapa dokter harus bertanya, kan ia malu. Wajahnya tiba-tiba memerah. Ia juga normal, Soora sempat mematung dan terus bersitatap dengan dokter, sampai akhirnya ia menganggukkan kepalanya pelan. Harusnya dalam keadaan seperti itu Soora ingin dibius saja.

Hyera berdecih tapi juga terkikik "ch... Dasar Modus!".

Perut Soora sempat menegang saat merasakan bajunya perlahan dibuka. Matanya mendapati Hyera yang justru terkikik melihat kejadian itu. Soora merasakan lukanya diusap begitu lembut oleh telapak tangan yang besar dan hangat. Menyentuh epidermis kulitnya, perutnya sedikit demi sedikit mulai rileks.

BTS - MAGIC SHOPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang