6

705 43 0
                                    

Rate : 18+

* * *

Soo Yeon setengah berlari di lorong rumah sakit, gesit menghindari orang-orang yang juga memiliki kepentingan di sana. Tadi ketika hendak berangkat kerja, ia mendapat telepon dari Paman Jun Seob. Suami bibinya itu terdengar sangat panik ketika bicara melalui ponsel, memberitahukan Bibi Hwa Shim tengah berada di rumah sakit. Belum tahu detilnya, kenapa sang bibi ada di rumah sakit. Paman Jun Seob tidak memberitahu dengan jelas. Hanya meminta Soo Yeon cepat-cepat datang ke sana. Berasumsi ada hal buruk yang menimpa bibinya, gadis Jung pun datang secepat yang ia bisa menuju tempat bibinya dirawat.

. . .

"Apa yang terjadi?" pertanyaan bernada khawatir itu langsung terlontar dari lisan Soo Yeon begitu masuk ruang rawat bibinya.
Di sana, Hwa Shim terbaring di atas bangsal, nampak pucat, dan Jun Seob duduk di sampingnya, setia menjaga istri tercinta. Keduanya langsung memandang pada presensi keponakan.
"Komo kenapa?" Soo Yeon bertanya lagi mengiringi langkah kaki yang kian mendekat pada pasangan mendekati usia paruh baya itu.

Hwa Shim tersenyum lembut, mengulurkan tangan pada Soo Yeon yang segera disambut oleh keponakannya itu, "Komo tidak apa-apa sayang."

Soo Yeon duduk di tepian bangsal. Ekspresinya sedikit bingung atas situasi yang ada. "Tapi Komobu tadi terdengar..." netranya menelisik bergantian pada wajah paman dan bibinya, meminta penjelasan lebih. Kenapa Paman Jun Seob terdengar sangat khawatir jika Bibi Hwa Shim tidak kenapa-kenapa?

"Maafkan Komobu, Yeon~ah..." Jun Seob mengutarakan kalimat penyesalan itu dengan ekspresi kelewat riang, membuat Soo Yeon tak mengerti dan mengernyit heran, "Komobu sangat senang sampai-sampai tidak bisa mengontrol diri. Alih-alih memberitahu kabar gembira padamu, aku justru seperti orang panik karena terlalu bahagia juga terkejut."

Soo Yeon mengerjap. Masih merasa bingung. "Kabar gembira?" tanyanya pada Bibi Hwa Shim.

"Setelah sekian lama. Akhirnya, Tuhan mengabulkan doa kami, Yeon~ah..." dalam seperkian detik, netra Hwa Shim berkaca-kaca. Bukan berkaca-kaca karena sedih. Itu lebih terlihat seperti ekspresi terharu.

Jujur, Soo Yeon masih kebingungan, belum mengerti atas apa yang terjadi. Pikirannya lantas berkelana, mencari-cari hal apa yang begitu diharapkan oleh paman dan bibinya. Meski sudah menggali dan menggali dalam kepalanya, hingga beberapa detik berlalu masih juga tidak mendapat jawaban.

"Sudah dua hari Komo tidak napsu makan," Jun Seob berujar seraya memandang penuh kasih istri tercinta, sementara Soo Yeon mengalihkan atensi pada sang paman. "Tadi pagi, Komobu memaksanya makan. Dan yang terjadi kemudian," Jun Seob menjeda, beralih memandang Soo Yeon yang masih menatapnya, "ia memuntahkan semua yang dimakan."

Soo Yeon mengerjap beberapa kali, berpikir dalam kepala. Sedetik kemudian, netranya terbuka lebar. "Ko-Komo, hamil?" tanyanya setengah tidak percaya. Bergantian menatap dua lawan bicara di sana, menanti pernyataan sebagai jawaban dari pertanyaannya.

Hwa Shim mengangguk bersama senyum bahagia yang terulas di bibir. Sementara Soo Yeon tidak bisa untuk tidak benar-benar terkejut kali ini. Reflek, mulutnya terbuka lebar yang segera ditutup dengan telapak tangan. Beberapa detik kemudian, netranya berkaca-kaca yang disusul ulasan senyum haru di bibirnya. "Komo! Selamat," ungkapnya tulus. Tubuhnya lantas merunduk lebih rendah untuk memberi pelukan pada sang bibi, "aku benar-benar ikut bahagia."

Hwa Shim memeluk tubuh Soo Yeon, memberi usapan lembut di punggungnya yang tertutup baju, "ini berkat doamu juga."
Soo Yeon menarik diri. Air mata yang tadinya hanya bertahan di pelupuk mata kini jatuh membasahi pipi. "Maaf jika aku jadi terlalu sentimentil,'' ujarnya seraya mengusap kasar lelehan bening yang mengalir di pipinya itu, " aku benar-benar sangat bahagia sampai-sampai tidak bisa mengendalikan diriku."

C A N ' T  [ Tamat ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang