{29. Berhenti Peduli}

542 45 0
                                    

Pagi yang cerah menyambut hari ini, menemani perjalanan awal setiap manusia dengan kesibukan mereka masing-masing. Termasuk seorang siswa berseragam putih abu-abu yang mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan tinggi. Cowok berhelm full face itu sesekali mengecek jam tangannya, ia tampak diburu waktu.

Akhirnya tampaklah gerbang SMA Integritas Bangsa setelah menempuh perjalanan yang menjadi lebih panjang daripada seharusnya karena padatnya kendaraan. Cowok itu menuju parkiran, setelah memarkirkan kendaraan dengan teratur, ia membuka helm. Ia melirik sekilas kaca spion sembari menyugar rambutnya ke belakang. Cukup. Tidak perlu terlalu klimis.

Siswa jangkung itu turun dari motor. Ia kembali mengecek jam yang melingkar di lengannya. Masih ada waktu lima belas menit, ia tidak akan terlambat hanya karena berjalan santai menuju kelas.

Riuhnya keadaan koridor depan kelas menyambut Jeidan. Dahinya berkerut melihat tawa pecah seorang gadis yang ia yakini sedang tidak baik-baik saja. Entah mau sampai kapan remaja sebayanya itu berpura-pura. Padahal menjadi tidak baik-baik saja tetaplah manusiawi.

"Hei! Tumben lo datang jam segini." Juan sempat mengecek jam tangannya sebelum menyapa Jeidan. Ia melambaikan tangan memberi kode agar Jeidan bergabung dengannya dan beberapa teman yang lain.

Jeidan paham dan menyetujui. Masih dengan tas ransel di punggungnya, Jeidan berjalan mendekat ke koridor perantara kelas XII IA 2 dan XII IA 3, di mana teman-temannya berkumpul. Di sana ada Juan, Gea, Ara, Caitlin, serta Dio.

"Gue juga ingat, tuh, pas tiba-tiba si Juan anak kelas XII IPS itu datang ke lapangan dan ngaku kalau sebenarnya yang ke toilet cewek itu dia haha." Ara masih bernostalgia mengingat kejadian satu tahun lalu. "Harusnya kalian terima kasih, tuh, sama Juan Reylando. Karena dia kalian berdua bisa deket kayak sekarang." Gadis itu menunjuk Juan dan Gea bergantian. Sisa-sisa tawanya masih terdengar.

"Apaan sih, Ra, nggak lucu!" Gea yang merasa malu mengingat kejadian itu memukul pelan lengan Ara yang masih asyik mengenang masa lalu.

"Kalau dijadiin novel, gue bakal kasih judul kisah kalian itu 'Gesrek Couple'. Sama-sama aneh. Gesrek."

Caitlin yang mendengar cerita itu hanya ikut tertawa kecil. Ia sudah pernah mendengar cerita salah paham itu dari Juan sendiri. Awal mula Juan bisa bertemu dengan Gea, dan bagaimana pertemuan mereka penuh dengan kesalahpahaman.

"Terus lo salah nyeret orang ke BK!" tambah Dio ikut mengingat.

"Caitlin waktu itu masih belum di sini, ya?" tanya Gea. "Iya-iya gue ingat banget belum."

"Terus ada acara cemburu-cemburuanlah!" Ara bercerita dengan antusias. Tawanya sejak tadi lepas.

Juan yang menjadi bahan ejekan memijat pelipisnya. "Takdir Tuhan emang lucu. Sama kayak kisah lo, Ra. Lucu," ujar Juan mempertegas kata 'lucu.'

"Jangan mulai, deh, Jua—"

"Ra!" Jeidan yang sedari tadi diam kini bicara. "Ikut gue, yuk."

Semua pandangan berpindah pada Jeidan, menunggu ucapan cowok itu dilanjutkan. Walaupun selama ini Ara tidak pernah bercerita apa-apa tentang masalah hubungannya—entah dengan Jeidan atau satria—tetapi mereka semua yang ada di sana tahu ada hal yang tidak biasa antara Ara dan Jeidan. Mereka semua bisa menilai. Karena semakin hari, ketidakjelasan hubungan keduanya semakin jelas. Kadang sangat akrab, kadang bertengkar, kadang pula saling mendiami. Dan sekarang mereka dalam keadaan kikuk, sama-sama tampak canggung.

"Ke mana?" tanya Ara. Toh, ini sebentar lagi sudah jam masuk.

"Belakang, bentar doang." Jeidan sama sekali tidak peduli dengan pandangan teman-temannya yang penuh tanda tanya. "Ayo." Tanpa menunggu persetujuan, Jeidan menarik lengan Ara dan menuntun gadis itu ke taman belakang sekolah.

Tsundere Couple ✔️ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang