{41. Drama}

543 45 5
                                    

Ujian semester ganjil segera tiba, para murid teladan fokus di kelas tanpa peduli dengan bel istirahat.  Penghuni kelas XII IPA 1 memang terkenal paling kaku. Kehidupan mereka dikenal sebagai penggila belajar. Juan, salah satu siswa di kelas itu pun tidak ada bedanya jika sudah masuk bulannya ujian.

Jeidan melihat jam tangannya, lima menit sudah setelah bel istirahat berkumandang. Akan tetapi, Juan belum juga menampakkan diri. Ia sejak tadi berdiri di koridor dekat kelas Juan untuk menunggu sahabatnya itu. Jeidan bersama Ara dan Gea. Setelah merasa bosan dan curiga Juan lupa waktu karena belajar, Jeidan memutuskan menghubungi ponsel Juan.

Cukup lama sampai akhirnya panggilannya diangkat. Suara dehaman terdengar jelas dari seberang telepon.

“Lo di mana, sih?”

“....”

“Cewek lo udah mencak-mencak dari tadi karena laper. Lo malah pacaran sama buku. Buruan!” omel Jeidan lalu mematikan telepon sepihak. Setelah itu ia langsung menyimpan ponselnya di saku celana.

Ternyata panggilan barusan membuahkan hasil, tidak sampai semenit kemudian Juan datang sambil berlari.

“Sori, Guys. Gue lupa kalau kita janji istirahat bareng siang ini.”

“Kebiasaan,” celetuk Gea sinis. Ia membuang muka, lalu melangkah pergi lebih dulu menuju kantin.

Juan memutar bola matanya, lalu mengejar Gea sampai akhirnya langkah mereka sejajar. Ditariknya tangan gadis itu agar berjalan dekat dengannya, tetapi Gea menepis tangan cowok itu. Hal tersebut terjadi beberapa kali sampai akhirnya Gea menyerah dan membiarkan tubuhnya berada di dekat Juan.

Ara yang berjalan di belakang Juan dan Gea terkekeh pelan melihat tingkah laku keduanya. Sering bertengkar, tetapi tidak pernah terlalu serius. Keduanya seolah saling mengerti dan mengalah secara bergantian. Benar-benar hubungan yang diimpikan semua orang.

“Kenapa merhatikan mereka terus?” tanya Jeidan yang berdiri di samping Ara.

Gadis itu menoleh dan sedikit mendongak menatap Jeidan. “Lucu, ya, mereka?”

“Berantem terus gitu kok lucu, sih, Ra?” Jeidan memasang raut wajah bingung. “Mananya yang lucu?”

“Hubungan mereka itu panutan anak-anak di sekolah, loh. Pacarannya positif, belajar bareng, saling ngingatin tugas, dan saling bantu setiap salah satunya menghadapi kesulitan,” ujar Ara, “masa lo yang ada di dekat mereka terus nggak sadar?”

Jeidan beralih menatap Gea dan Juan di depan sana. Kali ini mereka tertawa-tawa tidak jelas. Cowok itu menaikkan alisnya lalu kembali menatap Ara. “Menurut lo gitu?”

“Menurut lo nggak?” Ara malah bertanya balik. “Tau nggak kalau nilai Gea melunjak naik setelah sering belajar bareng sama Juan? Gila ‘kan pengaruh Juan buat Gea,” seru Ara girang. Entah mengapa ia jadi bersemangat membahas hubungan positif sahabatnya itu.

“Kalau nilai lo?”

“Merosot. Amblas.” Ara cemberut karena diingatkan masalah itu. Ia kebanyakan galau, memikirkan yang tidak penting, sampai akhirnya lupa tugasnya sebagai pelajar.

“Makanya, Ra, kita itu harus pintar menempatkan diri dan memilih,” kata Jeidan menasihati.

“Ya ... udah terlajur,” jawab Ara malas.

Keduanya masih menyusuri koridor menuju kantin. Tidak begitu ramai karena pasti para murid sudah desak-desakan di kantin.

Melihat ekspresi gadis di sampingnya yang berubah ditekuk, Jeidan jadi merasa bersalah. Cowok itu menarik kedua sudut bibirnya datar. Tanpa banyak pikir, ia meletakkan tangannya di bahu sebelah kanan Ara. Gadis itu agak tersentak, ia menatap tangan Jeidan di pundaknya.

Iya, Jeidan merangkul Ara di koridor sekolah! Ara menahan napas karena grogi. Gila, Ara tiba-tiba jadi patung yang bisa berjalan, wajahnya kaku. Ara sempat berpikir; apa Jeidan tidak mengerti bahwa perempuan memiliki perasaan yang lemah? Dikasih nyaman sedikit bisa langsung baper. Kan, berabe kalau sampai ia suka dengan Jeidan.

Atau memang sudah suka?

“Tenang, mulai sekarang kita bakal belajar bareng. Gue bakal ingatin lo belajar dan kita bisa saling mengingatkan tentang hal apa pun itu.”

Nada bicara Jeidan yang mantap dan sangat meyakinkan di telinga, membuat pikiran Ara membeku sesaat. Ucapan Jeidan terlalu jelas dan renyah, sampai Ara takut salah mengartikan karena terlampau diserang perasaan tidak keruan. Ya begitu, biasanya kalau sudah terlalu bahagia, pikiran tidak bekerja dengan baik dan mudah gede rasa. Ara harap ia bukan sekadar GR saja kali ini.

“Se-serius?” tanya Ara terbata. Meyakinkan kembali dirinya sendiri bahwa ia tidak tuli.

“Iyalah,” jawab Jeidan mantap sembari tersenyum menatap Ara. Senyum itu berhasil menular pada gadis yang ia rangkul.

Suasana berubah hangat, begitu pula perasaan Ara. Hatinya yang sempat remuk karena Satria kini rasanya sudah benar-benar pulih. Dan ... itu semua karena Jeidan. Si cowok resek yang terus ikut campur urusannya walaupun sudah ia marahi berulang kali. Namun, cowok itu tetap keras kepala, dan ternyata ia tulus dan memang peduli.

Tsundere Couple ✔️ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang