enam

1.2K 97 13
                                    

Angin malam yang dingin menusuk hingga ke tulangnya. Diva berdiri di balkon kamar sambil menatap ke atas langit. Dia melihat indahnya bintang-bintang. Dia teringat akan perkataan sang ayah.

"Kalau Diva rindu mama, Diva lihat ke langit. Disitu ada banyak bintang-bintang. Nah, di antaranya itu ada mama. Diva bisa melihat mama kan. Indah, seindah mama kamu, Nak," ucap ayahnya kala itu.

Sekarang ini Diva sedang rindu kedua orangtuanya. Sungguh dia sangat merindukan sosok yang menemaninya sampai sebesar ini. Dia benar-benar merasa sedih sekarang. Di saat mereka bisa bersenda gurau dengan kedua orangtuanya, Diva hanya bisa berkhayal tentang itu semua.

Di usia yang masih terbilang sangat muda ini dia sudah menjadi yatim piatu. Diva berpikir dia hidup tidak ada gunanya. Namun dia berpikir lagi kalau sekarang dia sudah menikah, dan ada Arga bersamanya. Ya, walau Diva tidak tahu bagaimana perasaan Arga kepadanya. Diva juga tidak tahu bagaimana kelanjutan rumah tangganya. Diva hanya berharap kalau dia dan Arga bisa bersama selamanya.

"Papa, mama, Diva rindu. Diva rindu sekali. Kenapa kalian pergi secepat ini," lirih Diva. Tak terasa air matanya jatuh. Diva mulai terisak merasakan kerinduan yang mendalam.

Tanpa Diva sadari, sedari tadi ada sosok yang memperhatikannya. Siapa lagi kalau bukan Arga. Arga merasakan bagaimana perasaan Diva dan hancurnya dia saat ini. Arga jadi merasa bersalah karena semalam sempat bermanja dengan sang bunda.

Pasti Diva merasa sedih melihat kedekatannya dengan bunda sementara Diva tak lagi bisa menggapai dan memeluk ibunya.

Arga memeluk Diva dari belakang. Awalnya merasa terkejut dan  Diva dengan cepat menghapus air matanya.

"Mas Arga? Udah pulang?"

Arga tak menjawab dan malah mempererat pelukannya. "Sayang, sekarang kamu ada aku. Jangan pernah berpikir kamu sendirian di sini. Kamu punya mas, ada bunda dan ayah, ada juga Dira. Kita semua ada buat kamu." Diva diam. Arga melanjutkan kembali ucapannya. "Jangan menanggung beban kamu sendirian, cerita semua ke mas. Kita udah janji kan akan selalu ada dan bersama dalam keadaan apa pun," ucap Arga.

Diva kembali terisak mendengar ucapan suaminya itu. Diva memang baru mengenali Arga, namun Diva bisa merasakan kalau Arga itu jujur.

Arga pun membalikkan tubuh Diva agar menghadapnya. Mengangkat dagu Diva agar pandangan mereka bertemu.

"Kita pindah ke rumah kamu aja gimana? Di sana kamu bisa tetap merasakan adanya papa dan mama. Kamu juga bisa mengenang setiap sudut ruang kenangan bersama papa dan mama. Kamu mau?"

Diva tak percaya, sungguh dia memang ingin sekali dari awal mengajak Arga tinggal dirumah peninggalan orangtuanya. Namun dia sadar kalau dia adalah seorang istri. Di mana-mana istri selalu ikut suami kemana pun suaminya itu pergi.

"Mas, serius?" tanya Diva dengan mata berbinar.

"Iya, Sayang, mas serius. Mulai besok kita kan minggu tenang sebelum ujian. Kita pindahan, ya? Tapi sebelumnya kita ngomong ke ayah bunda dulu."

Diva mengangguk senang dan memeluk Arga. "Makasih ya, Mas, makasih banget."

"Iya, Sayang. Udah yok masuk. Ada yang mau aku omongin juga sama kamu." Arga pun masuk kedalam kamar dan duduk di tepi ranjang diikuti oleh Diva.

"Ada apa, Mas?"

"Kamu marah nggak kalau ada orang lain yang tau tentang status kita?" tanya Arga.

"Sebenarnya enggak, Mas. Tapi aku cuma takut lantaran kita masih sekolah. Apa ada orang lain yang tau?"

Arga terdiam lalu mengangguk. "Maafin mas, Yang. Mas harus jujur dengan Bagas, dan rencananya mas juga mau ngomong sejujurnya dengan Vino dan Bara," ucap Arga jujur.

Kekasih Halal (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang