5. ANATASHA

68 24 1
                                    

5

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

5. ANATASHA

"Lo kenapa sih, Na? Dari semalem ngejauhin gue mulu. Maap deh kalo gue banyak salah."

Ana menulikan pendengarannya. Ia sudah tidak tahan jika kedekatannya dengan Arlan menimbulkan kecemburuan terhadap fans fanatik cowok itu.

"Lo lagi PMS, ya?" seakan tak menyerah, Arlan kembali melontarkan pertanyaannya kepada cewek yang kini sedang memakan makan siang di kantin sekolahnya.

"Anatasha!" geram Arlan, setengah berteriak.

Ana tersentak, namun beberapa detik kemudian raut wajahnya kembali normal.

Arlan mendengus, "Kalo lo marah karna masalah ekskul itu, gue udah ngomong sama bokap lo."

Hening!

Ana meneguk lemonadenya sesaat sebelum matanya menatap teduh ke arah Arlan yang masih setia duduk di hadapannya.

"Gue ke kelas," pamit Ana, kemudian berjalan meninggalkan Arlan yang masih bergeming di tempatnya.

Arlan berdecih, dan sedetik kemudian ia bangkit dari kursinya. "NATASHA GEFFANDA!!!" teriaknya penuh penekanan.

Ana menghentikan langkah kakinya. Tubuhnya mendadak gemetar saat merasakan kemarahan Arlan yang sukses membuat seisi kantin itu hening seketika.

"Kalo lo diemin gue tanpa alesan, gue gak bakal segan-segan buat bikin hidup lo sengsara, Anatasha!" ucap Arlan yang terdengar mengerikan.

Ana membalikan tubuhnya hingga matanya terkunci ke arah Arlan yang saat ini menatapnya dingin. "Arlan!" lirih Ana yang entah kenapa air matanya lolos begitu saja.

Rahang Arlan mengeras, dengan cepat ia melangkahkan kakinya mendekati Ana.

"Ikut gue!" Arlan menarik pergelangan tangan Ana tanpa memperdulikan puluhan pasang mata yang sedari tadi memperhatikan interaksi keduanya.

.
.
.

"Sakit, Lan," rintih Ana, mencoba melepaskan cekalan Arlan di pergelangan tangannya.

Arlan menghembuskan napasnya pelan. Ia melepaskan cekalannya itu sesaat setelah membawa Ana ke atas rooftop sekolah.

"Jelasin semuanya," tekan Arlan.

Ana menunduk seraya memegangi pergelangan tangannya yang memerah. "Gak ada."

Arlan berdecih untuk yang kesekian kalinya, cowok itu menarik pelan pergelangan Ana yang memerah akibat ulahnya. "Sorry."

Ana menarik kembali tangannya dari genggaman Arlan. "Jangan pernah lo tanya alesan gue kalo sewaktu-waktu gue jauhin lo."

"Kenapa? Karna gue itu saingan lo buat dapetin hati om James sama tante Stella?" tanya Arlan.

Ana mendengus kesal. Ia sedikit menyipitkan matanya saat cahaya matari menyelinap masuk ke retinanya melewati bahu Arlan.

ARLANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang