6. PERASAAN ANATASHA

55 23 3
                                    

👆 Part ini lebih ngena kalo dengerin lagu di atas. Klik aja ya!

 Klik aja ya!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

6. PERASAAN ANATASHA

Bel pulang sekolah sudah berdering 10 menit yang lalu. Membuat Arlan masuk ke dalam kelas Ana yang sudah kosong. Cowok itu menghela napas dan duduk di samping Ana yang saat ini sedang menelungkupkan wajahnya di meja.

"Lo gak takut di kelas sendirian? Ini udah waktunya pulang," ucap Arlan, menatap sendu ke arah Ana yang masih bergeming di tempatnya.

Arlan menghembuskan napasnya pelan, "Sorry, gue gak bermaksud ngatur hidup lo. Apa yang gue lakuin ke lo tadi pagi gak ada maksud apa-apa."

Ana mengangkat wajahnya. Cewek itu menyambar jaket yang ia sampirkan di belakang kursi lalu memakainya tanpa memperdulikan Arlan yang saat ini masih menatapnya. "Ambilin gue salep luka di UKS."

Arlan mengernyit. "Lo ada yang luka?"

Ana menatap datar ke arah Arlan. "Bukan gue, tapi lo."

"Gue ambilin." Arlan menggulum senyumannya saat menyadari bahwa Ana masih memperdulikannya. Cowok itu berlari menuju ruang kesehatan sekolah yang saat ini diisi oleh anggota ekskul PMR.

"Gue minta salep luka," ujar Arlan yang seketika mendapatkan tatapan memuja dari anggota PMR yang kebanyakannya perempuan.

"Denger gue gak sih?" desis Arlan karena tidak mendapatkan respond apapun dari semua anggota PMR itu.

Sadar akan situasi, seorang cewek berambut sebahu pun berdehem untuk menetralkan kegugupannya. "Buat apa, Kak?"

"Tangan gue luka," jawab Arlan seadanya.

"Yaudah sini, Kak, obatinnya di dalem."

Arlan mendengus, "Gue minta salep, bukan minta diobatin."

Cewek itu gelagapan. Dengan cepat, ia mengambil salep yang diminta Arlan dari kotak P3K.

"Ini, Kak."

Arlan segera mengambil salep itu dan berlalu meninggalkan ruang UKS yang tiba-tiba diisi dengan ghibahan berjudul 'Seorang Arlan Memasuki Ruang Kesehatan Sekolah'.

.
.
.

"Nih." Arlan menyodorkan salep itu di depan Ana dengan senyum yang terus ia tahan.

"Obatin sendiri!" ketus Ana yang masih fokus ke layar handphone nya.

Arlan melempar asal salep itu di meja. "Kalo tau gini gue gak bakal bawain tuh salep."

Ana meletakan handphonenya dengan geram. Gadis itu menarik tangan Arlan yang memar. Tanpa banyak kata, ia mengoleskan salep itu dengan pelan di area lukanya.

"Lo maapin gue?" tanya Arlan.

"Jangan lakuin hal itu lagi. Gue juga minta maap karna omongan gue tadi pagi pedes banget sama lo," ucap Ana yang masih serius mengobati luka Arlan.

ARLANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang