3. TRAKTIRAN

101 27 7
                                    

3

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

3. TRAKTIRAN

Bugh!

Ana menjatuhkan beberapa buku seninya dengan keras di hadapan Arlan yang sedang menikmati jam istirahatnya di kantin. Tak sedikit pasang mata menatap wajah Ana yang kini memerah menahan amarah.
Arlan mendongkak, matanya beradu pandang dengan mata milik Ana. "Why? Muka lo merah gitu, mau minum?"

Ana mendengus kesal lalu menarik kursi yang berada di sampingnya. Gadis itu duduk di depan Arlan dengan tatapan yang tak biasa. "Ke siapa aja lo ngirimin video gue?"

Arlan mengernyit, "Video lo yang mana?"

"Yang mana?! Jangan bilang kalo lo ngirim video gue bukan cuma satu, Wijen!"

"Arlan Wikan, bukan wijen!" tegas Arlan, mengoreksi sebutan Ana padanya.

"Jawab gue!" balas Ana setengah berteriak, hal itu membuat sebagian siswa yang berada di sekitarnya menoleh ke arah mereka.

Arlan mengernyit, mencoba mengingat-ngingat sesuatu. "Gue cuma ngirim video nyanyi lo ke BuLe, bonyok, sama bokap lo."

Ana membulatkan kedua bola matanya. "Lo mau bikin bokap maksa gue buat pindah sekolah lagi, HAH?!" teriaknya seraya beranjak dari kursi itu dan berjalan cepat meninggalkan Arlan yang memasang wajah bingung.

"Lo ngapain dia lagi?" tanya Sean yang baru menghampiri Arlan dengan kedua tangan yang membawa sebuah nampan berisi makanan.

"Dia marah karna gue nyebarin video dia yang lagi nyanyi."

Sean mencibir, "Bego, lo," ucapnya seraya mengedarkan pandangannya ke seisi kantin. "Si Arnold kemana?"

Arlan menoleh, "Toilet."

Ana tiba di rumah pukul 5 sore

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ana tiba di rumah pukul 5 sore. Gadis itu sengaja mengulur waktu pulang karena papanya berangkat jam 4 sore ke kediaman keluarga Arlan.

"Heh, cewek galak!"

Ana terlonjak kaget saat mendengar suara bariton dari arah belakangnya. Dengan cepat, Ana memutarkan tubuhnya dan mendapati Arlan yang terduduk manis di sofa berwarna hitam seraya memainkan handphonenya.

ARLANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang