DIBALIK SELENDANGMU

5 1 0
                                    

Bagian Kelima Belas
Dibalik Selendangmu

Selendang bukan hanya kain yang disandang dileher seperti orang India, atau sebagai pelengkap gaun disana-sini. Bagiku selendang bisa menjaga diri sebagai hijab dan jilbab ku. Selendang itu yang membuatku mengerti bahwa seorang Ibu juga memiliki selendang, selendang kebesaran jiwanya. Aku tumbuh dibalik selendang kebesaran dan keteguhannya.
Kesabarannya mendidik buah hatinya tidak bisa dibandingkan dengan apa yang ada didunia ini. Orang tua tidak pernah merasa jemu menyayangi kita. Ketabahannya tidak pernah goyah.
Ayah.......kata yang tidak akan pernah lelah ketika menyebut namanya, tidak akan pernah lesu mencontoh ketegasan dan keberaniannya, meskipun diantara mereka bersifat dingin, tapi aku yakin seorang ayah menyimpan seribu cinta untuk anaknya. Walaupun kata ayah hampir aku lupakan, aku tidak pernah memungkiri rasa rindu akan seorang ayah menggebu direlung hatiku.
"Ah......Ayah. ingatkah kau kepada putrimu ini?" biarlah ayah pergi menenun hidupnya yang baru.
"Semoga Ayah bahagia"
***
"Khofif......" suara yang selalu menjadi alarm tidurku, namun aku tidak pernah merasa jemu mendengarnya. Suaramu Ibu. Seumpama suara hatiku, seperti apapun aku menyimpannya sedemikian rupa, namun kaulah Ibu yang bersuara tanpa harus aku bererita. Seakan-akan Ibu tau apa yang akan aku katakan.
"Ada apa Bu....."
"Kenapa menyendiri? Masih memikirkan ayahmu?"
"lagian aku tidak mengharapkannya" ucapku.
"Jangan seperti itu, seperti apapun ayahmu dia tetap seoerang Ayah. Dia tetap menyayangiku. Ibu tidak mengajari kamu untuk membenci. Jangan pernah membenci ayahmu" Setelah mengatakan itu Ibu beranjak pergi.
"Tapi. Kenapa Ibu dan Ayah cerai? Apakah Ibu tidak menyayanginya?" membuat Ibu menghentikan langkahnya.
"semua saling menyayangi dan mengerti." Ibu sudah tua "Masa depan Ibu sekarang adalah kalian. "Kalian anak Ibu putra-putri Ibu" mendengar penuturannya membuat mataku berkaca-kaca. aku berhamburan dalam peluakannya. Tangisanku pecah dalam dekapannya. Ibu membelai rambutku yang terbalut kerudung putih.
"Ibu tidak menginginkan apa-apa darimu. Ibu hanya ingin pengakuanmu, begitupun ayah mu. Dia mengharapkan pengakuan akan anaknya"
"Aku anakmu Ibu, putrimu, buah hatimu" dalam isak tangisku.
"Jangan hanya pengakuan. Ibu ingin kalian menjadi anak-anakku didunia sampai akhirat. Anak yang bisa mengangkat jerajat orang tua disisi-Nya. Anak yang memasukkan orang tuanya kedalam surga firdausnya. Anak yang menjauhkan api neraka kepada orang tuany. Ibu menginginkan itu Nak" tangisanku tambah keras, ingin rasanya aku bersimpuh dihadapannya dan mencium kedua kakinya, tapi pelukan Ibu begitu haangat. Aku tidak kuasa melepasnya.
"Ibu maafkan aku dan ridloi anakmu ini" batinku.
"Ibu mendoakanmu dan Ibu selalu merestuimu" aku tambah tidak bisa menahan deraian air mata. Ibu memang suara hatiku dan kata yang tidak bisaku ucapkan.
Ana uhibbuka fillah ya.....Ummi

DIBALIK SELENDANGMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang