Chapter 8 : Just Smile and Nightmare.

31 7 5
                                    

"Iya, masalah ke Karawang itu jadi. Ini udah ditelpon sama nenek. Dan jadwalnya dimajukan, bukan minggu depan." jawabnya sambil memasang wajah masam.

"Kapan?"

"Besok."

Iya, hari Jum'at. Aku pun pergi. Mengapa se mendadak ini? Bahkan aku pun baru saja diterima di sekolah baru. Bagaimana ini? Apa aku juga akan ikut pindah, atau hanya bertiga dengan nenek kakek?

"B-baiklah.. Jam berapa berangkat nya?" tanyaku.

"Siang. Mungkin habis shalat dzuhur." jawabnya.

Aku tahu, hal ini sangat berat bagi seorang Ibu. Meninggalkan anak sulungnya dan memberi 'jarak' antara mereka. Tapi apa boleh buat, mungkin nenek dan kakekku nanti akan sangat merindukan mereka. Aku mengangguk pelan tanda mengerti, sambil melanjutkan meminum susu.

"Ibu titip nenek kakek disini ya." Itu kata-kata terakhir yang ku dengar sebelum ia pergi.

Menangis? Sudah pasti. Tetapi ku pikir, satu tahun akan menjadi sangat cepat. Jadi, hatiku sedikit tenang, tidak terlalu memikirkan mereka.
***

Tibalah hari yang ditunggu.
Hari Jum'at.

Pagi, sekitar pukul 06.00 , seluruh siswa kelas X berkumpul di lapangan upacara. Sebelum berangkat, kami melakukan sesi foto dan apel. Di tengah keributan, aku melihat Karis seperti sedang mencari seseorang. Tanpa melihat nya lagi, ku membalikkan badan dan langsung menuju kendaraan yang telah disediakan.

Selama perjalanan, aku ditemani lagu-lagu hasil karaoke dari teman-teman ku, yang beberapa menit kemudian mereka tertidur. Entah apa yang merasuki mereka sehingga sebelum sampai pun, sudah lelah duluan.

Aku mengamati jalan. Perlahan, rintik hujan seperti menyambut ku. Dengan laju mobil yang sedang, aku mendengarkan lantunan suara yang tercipta dari mereka.

Tik, tik..

Sangat memanjakan telinga..

Suara rendah dan sayup-sayup menyamar, menjadi suatu alunan indah..

Lamunan ku terganggu oleh teriakan seseorang.

"Ck! Kok hujan sih? Enak-enak tidur malah ada air kena muka kan?!" protesnya sambil membetulkan kaca mobil.

"Ya lagian salah sendiri, jendela bukannya ditutup malah dibuka. Kan jadi masuk tuh airnya." jawabku.

"Gerah sih, mana aku gak bebas gerak lagi." sahutnya dan kembali membenarkan posisi tidurnya.

Daerah sekolah dan camp kami tentunya jauh. Jadi jika wilayah sekolah kami terguyur oleh hujan, maka daerah camp kami hanya sedikit mendapatkan hujan. Padahal, suasana seperti ini, aku ingin ditemani oleh hujan juga.

"Bagaimana suasana lingkungan nya, dek?" tanya supir itu padaku.

"Lumayan asri, pak. Hanya resikonya, jalan menanjak dan rusak. Apa di tempat nya lebih bagus?"

"Tentu bagus, dek. Dengan suasana tempat berkuda, dan jika malam, kita bisa memandang pemandangan kota ini. Kelap-kelip lampu malam, suasana dingin dan hangat dari api unggun, pasti berkesan sekali." jawabnya dengan antusias. Mungkin ia pernah mengikuti seperti ini juga.

Teringat lomba pramuka pada saat itu. Memang terlihat sangat seru, apalagi ditemani api unggun, bintang yang bertaburan sangat banyak di langit, dan lainnya yang sangat membuatku rindu. Lagu yang mengiringi malam indah serta kegilaan teman-teman ku disana, ah. Rasanya ingin ku berbalik dan berkumpul dengan mereka.

Sebuah suara terdengar dari radio mobil. Ternyata, musik klasik diputar oleh salah satu penyiar favorit ku.

Bila kau jatuh cinta,
Katakanlah,
Jangan buat sia-sia.

雨 (𝐡𝐮𝐣𝐚𝐧)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang