"Aku mencintaimu, Zennati."
Ucapan terakhir, sebelum kami mematikan telepon. Ruangan kecil dan bahkan handphone ini pun menjadi saksi bisu, dimana kedua insan saling menukar perasaan nya.
Suasana lengang. Aku tidak sanggup mencoba untuk berbicara. Tanganku masih bergetar, bibirku masih terdiam, seakan-akan aku sedang bermimpi.
"Zen?" Pesan singkat dari Karis memecah keheningan.
Me.
Hm?
22.05Karis.
Akang boleh manggil kamu pake kata sayang?
22.05Me.
Hum.
22.06Getaran itu datang lagi, bersumber dari handphone yang sedari tadi aku pegang. Ia menelpon ku lagi. Dengan keadaan reflek, terjawab lah panggilan dari Karis.
"Jangan sad gitu dong."
"A-aku gak sedih, kok." ucapku.
"Aku sayang kamu, Zen." Karis membuatku makin gila.
"Aku juga." Terdengar suara Karis tersenyum kecil. Aku bisa merasakan rasa senyum itu merekah dihatiku.
Tidak ada satupun teman-teman di kelasku tahu, bahwa aku dan Karis resmi memiliki hubungan 'lebih'. Tanggal 2 Desember, tercatat sebagai hari dimana perasaan kami tumbuh
***Hari itu, telah tiba.
Dimana kegiatan yang paling dinanti tiap tahun. Setelah berjuang keras melewati masa ujian, kini saatnya menerima hiburan, walau hanya beberapa hari. Mungkin di sekolahku, tidak terlalu banyak acara dari kegiatan ini. Cukup sederhana dan membuat orang lain senang.
Ya, apalagi kalau bukan Porak. Haha, memang suatu hal yang sangat seru. Walau, tahun ini aku yang menjadi panitia, yah tidak apa-apa. Toh, aku bisa puas melihat wajah Karis tiap detik, hehe.
Eh, sadar woi!
Oke, ekhem. Hanya ada beberapa perlombaan tahun ini, dan sesuai data dari seluruh kelas, Karis hanya mengikuti satu lomba, yakni Lomba Puisi. Wait, sejak kapan dia jago puisi? Ehehe.
Hemm, tapi lumayan juga sih. Seorang Aris Ilyasa Wangsaatmaja yang biasanya suka pidato, kini harus menyesuaikan suara dan gerakannya menjadi puitis. Aku tidak bisa membayangkan hal itu.
Setelah aku mengetahui hal itu, aku membujuk Ketua OSIS untuk merubah kepanitiaan ku menjadi Panitia Lomba Puisi. Weis, udah bagus belum taktik nya?
Oke, hum. Zen, fokus.
Di hadapanku sekarang, di depan kelas yang ruangannya sangat luas, aku berdiri dengan temanku. Menunggu para peserta datang. Ku pikir, pakaian mereka akan menarik. Yah, tapi biasa saja.
Hup! Radar mataku menangkap seseorang, yak Karis! Heh? Dia hanya memakai baju kelasnya dan, ayolah. Hanya celana sekolah?
Sedangkan temannya, sudah tampan memakai jas formal. Eh ya ampun. Bagaimana kalau Karis pakai jas? Lucu juga sih.
Beberapa menit kemudian, panitia yang notabene nya adalah guru kami, pun datang. Sambil membawa beberapa berkas, mereka memanggilku dan temanku, yah tanda meminta bantuan.
"Tolong bawain ke atas, bapak mau ambil kopi dulu," sahut Pak Dedi. Pecinta kopi garis atas, atau kadang juga pecinta teh dalam botol, hufh.

KAMU SEDANG MEMBACA
雨 (𝐡𝐮𝐣𝐚𝐧)
Teen Fiction[SLOW UPDATE] Hujan. Bagiku, ini hanya sapaan rindu. Yang datang tanpa diminta, dan pergi tanpa kata-kata. Mungkinkah ku bisa, merangkai sebuah kalimat. Agar kau tahu bahwa, sebenarnya.. aku merindukan nya? Sedikit rumit bagimu. Tetapi cukup mudah b...