Chapter 7 : Where? (2)

33 9 4
                                    

"Handphone"

"Dimana?"

Dengan keadaan kamar yang panas, suara bising dari bawah, membuat pikiranku tidak bisa jernih lagi. Ku utak-atik jaket dan tas, tetap tidak ada. Ingatanku tidak memberikan clue sama sekali.

Ku percepat langkah kaki ku menuju ke lantai bawah. Tepat di atas meja, benda persegi panjang dengan gaya jadul seakan menunggu ku untuk datang padanya. Ku buka 'Kontak' dan segera menghubungi Karis.

"Halo?"

"Ini Karis?"

"Iya, ini dengan siapa?"

"Ini aku. Karis liat handphone ku di rumah?"

"Tidak."

Deg.

Dimata orang-orang, benda seperti ini pasti sangatlah berpengaruh besar dalam kehidupan. Selain canggih, benda ini juga dapat menyimpan berbagai file penting. "Di kursi? Apa dibawahnya? Di ruang tamu?" tanya ku sambil panik.

"Bentar aku cari dulu. Matiin dulu ya. Kalau udh ketemu nanti di chat lagi kok." sahutnya.

Gemetar, tidak bisa berpikir. Lagi-lagi emosiku tidak stabil. Perlahan air mataku turun, wajahku memucat. Entah kalimat apa yang akan keluar jika seisi rumah ini tahu. Kata-kata panjang dengan nasihat, atau kata-kata pendek dengan sindiran?

Drrrtttt!

1 Pesan belum terbaca.
Karis

'Semoga bukan sesuatu yang buruk.' batinku.

"Halo? Gimana? Ada gak?" tanyaku.

"Emm.."

"Ada? Hey, Karis!"

Suasana hening. Ia tidak mengucapkan satu kata pun.

"Gaada. Maaf."

Jleb.

Hilang? Tidak mungkin. Terlalu banyak data-data penting disana. Aku kembali ke atas sambil membawa handphone. Suara bising terdengar dari benda itu. Gaduh atau apa itu, aku tidak peduli.

Barang-barang yang ada di dalam tas, ku keluarkan semua. Seketika, aku mengingat satu hal. Otakku memberikan clue kecil padaku. Saku jaket.

Jaket coklat, kecil, dan lengan pendek. Dari SD selalu ku pakai. Mungkin karena badanku tidak terlalu besar, jadi baju atau apapun itu masih muat. Di jaket itu, terdapat dua saku, kanan dan kiri. Ukurannya sama;kecil. Dan handphone ku lumayan besar.

Jatuh.
Firasatku mengatakan hal itu.

Masih tidak percaya, aku kembali mencoba berbicara dengan Karis. "H-halo?"

"Gimana? Di rumah ketemu?"

Aku menggeleng dan menangis kecil. Isakku terdengar olehnya. Terdengar kata 'maaf' berulang kali. Sampai tak sadar, hujan datang. Pikiranku mulai kacau.

Tetapi,

Suasana hujan malam ini, seperti ingin menenangkan ku. Suara rintik pelan, mengalir membasahi tanaman. Satu hal yang terdengar, ia ingin menemaniku. Seperti, ia mengajakku untuk bermain dalam sebuah alunan indah.

"Hey, gimana?" Karis terus memanggil.

"Hilang. Kayaknya tadi jatuh di jalan. Fix, firasatku seperti itu." jawabku dengan sedikit tenang.

Terdengar suara dari handphone, suara ia menangis. Dalam hitungan detik, ia tertawa kecil. Aku tersenyum sedikit. Hujan, kau menyelamatkan perasaanku hari ini. Hanya, entah kata-kata apa yang aku ucapkan ketika mereka tahu, handphone ku hilang.

Tok tok tok..

"Teh?" Itu suara Ibu. "Apa?"

"Kamu nangis?"

Aku membuka pintu perlahan. Terlihat wajah seseorang yang paling aku sayangi tersenyum lembut. Ia membawakan susu hangat favorit ku.

"Cerita aja, ada apa sebenarnya?" Suara ibuku sangat lembut, bahkan aku sendiri tidak bisa berbohong.

"I-ini bu.. handphone ku.."

"Iya, kenapa?"

"Hilang."

Wajah senyum nya kini luntur. Dan dalam hitungan beberapa detik, senyumnya muncul lagi, tapi dengan aura yang berbeda.

"Hi-hilang?"

"Iya." jawabku.

Ibu menarik nafas panjang-panjang dan berkata,

"Kamu terledor lagi? Yasudah gapapa. Jadiin pelajaran aja ya." Saat itu juga, rasanya aku ingin menangis deras. Menahan air mata muncul lagi dengan menggigit bibir bawah.

"Jadi, teteh kalau komunikasi pakai hp siapa?" tanyaku bingung.

"Hp nenek aja. Dan sebenarnya, ibu dateng ke kamar hanya ingin.." Sebuah teka-teki yang fantastis. Sudah tadi tidak bisa berbohong, kini aku disuruh berpikir lagi.

"Ingin apa?"

"Ingin ngasih tahu, kalau minggu depan, ayah, ibu, adik-adik mau pergi ke Karawang." Aku terdiam sebentar. 'Bentar-bentar, Karawang? Eh, lama ga? Lama ga? Aduh, gimana nih?' batinku penasaran.

"Berapa lama?"

"Satu tahun, kurang lebih."

DEG!

"SE-SERIUS?!" Ia hanya mengangguk.

Lalu notifikasi dari hp nya muncul, dan pergi ke luar kamar. Entah dengan siapa ia berbincang. Cukup lama, dan sambil menunggu, aku meminum susu yang telah diberikan oleh ibu.

Ibu pun datang, dan ia berkata..
***
つづく。

*note:admin.
hallaw! suda lama tidak corat-coret di wattpad haha. maaf kalau chapter ini sedikit, ku kehabisan ide dan memang jadwal ku lagi sibuk*haha bisa ae, tapi serius ini mah :(
yaa sampai jumpa di chapter selanjutnya, jangan bosen-bosen baca ya gaiss~ terimakasih!-zen

雨 (𝐡𝐮𝐣𝐚𝐧)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang