Sepanjang jalan, aku termenung karena kita tidak satu mobil. Aku membayangkan kejadian saat aku penasaran dengan anime itu.
"Hey, kamu gapapa?" Aku mengangguk pelan.
"Kaget? Hehe maaf. Kenalin, aku Shinta. Sahabat nya Karis. Yoroshiku!"
Deg!
D-di-dia, sahabat Karis? Dan, bisa bahasa Jepang?!
"Ah iya, yoroshiku ne." Perempuan yang tadi bertanya padaku langsung terbelalak, dan menatapku dengan mata terbuka lebar.
"HE?! KAMU BISA BAHASA JEPANG?!" Pertanyaan itu membuatku terkejut, wahai kakak.
"Eh, iya. Aku belajar sedikit-sedikit."
"SUGOII!" Matanya berbinar-binar membuat aku semakin bingung.
Rasa canggung itu membuatku tidak berkata-kata lagi. Aku kembali menatap pohon-pohon yang sepertinya, selalu berdamai dengan angin.
Suatu tempat yang pernah aku lihat. Pepohonan tinggi itu membuatku semakin kagum. Bangunan bertemakan lingkaran itu, menarik pandanganku dari kejauhan, mengingat kenangan saat kecil.
"Nah kita sudah sampai. Buat yang ikut lomba, langsung ke tempat registrasi ulang ya. Ibu sama adiknya Karis nunggu di dekat gerbang."
He? Tunggu. Adiknya Karis? Lah kok??
"Maaf bu, tapi saya bukan adik nya Karis."
"Wah iya toh? Ibu kira kamu adiknya. Soalnya mirip sih." sahut Ibu Sri, guru fisika di sekolah. Aku mengangguk pelan sambil tersenyum.
***Aku berjalan, mengikuti Karis dari belakang. Kami menuju ke tempat perlombaan, dimana disana adalah tempat penentuan untuk Karis, apa ia dapat lolos atau tidak untuk pergi ke Singapura.
"A-aku deg-degan." ucapnya sambil memegang tanganku. Dengan refleks, aku mengepal tangannya dan ia meringis kesakitan.
"Adudududuh, kok gitu, sih?" protesnya membuatku ingin tertawa.
"Lagian, megang tangan ga bilang-bilang." Kami kembali berjalan dengan wajah yang memerah.
Aku duduk di sebelah Bu Sri. Disini aku hanya menjadi penonton. Bu Sri pun banyak bertanya padaku mengenai Karis.
Perlombaan pun dimulai. Aku melihat wajahnya yang serius, dan fokus. Dengan perlahan, ia memasukkan air ke dalam botol roket. Seluruh perhatian nya berpusat pada roket dan alat pemompa. Ketegangannya membuat perasaanku semakin aneh.
'Aku yakin, kamu pasti bisa. Ayo Karis, semangat!' seruku dalam hati.
Bagaimana dengan semua orang? Aku tidak peduli bahkan. Tujuanku hanya dia. Di sebelah, sudah ada Kang Levi. Ia menyeringai sambil menatapku gemas.
"Ciee ragu-ragu buat nyemangatin. Ngakak banget sih mukanya!"
"Ih, jangan gitu dong!" Aku memukul tangannya pelan.
Sesekali, Karis melirik ke arahku dan tersenyum. Entah kenapa rasanya, pipi ini makin memanas. Dengan serius, aku memperhatikan lesatan roket itu. Dan hasilnya.
Ia tidak masuk dalam target zone.
"Out of area." ucap panitia.
Kembali ku lihat, wajah penyesalan dan mata yang membara membuat sosoknya menjadi seseorang yang nekat. Ia berjalan mendekati tempat jatuhnya roket. Sesekali menatap roket buatannya, memejamkan matanya, kemudian jalan perlahan menghampiri ku.
"Tidak apa. Masih ada kesempatan kedua. Yang semangat dong!" Aku tersenyum lebar.
"Arigatou." ucapnya. Kembali ku tatap matanya. Masih sama. Aku memberikan air mineral dan ia langsung meneguknya sampai habis.

KAMU SEDANG MEMBACA
雨 (𝐡𝐮𝐣𝐚𝐧)
Teen Fiction[SLOW UPDATE] Hujan. Bagiku, ini hanya sapaan rindu. Yang datang tanpa diminta, dan pergi tanpa kata-kata. Mungkinkah ku bisa, merangkai sebuah kalimat. Agar kau tahu bahwa, sebenarnya.. aku merindukan nya? Sedikit rumit bagimu. Tetapi cukup mudah b...