Chapter 5 : An Insident.

40 11 0
                                        

Seketika..

BRAKKK!!!

Tongkat yang dibawa oleh Karis, tiba-tiba terjatuh. Orang yang sedari tadi membawa tongkat pun pergi. Tanpa pamit, ia pergi meninggalkan kelas. Aku mengangkat tongkat yang tergeletak itu.

"Eh? Ngapain disini?"

Seorang pemuda yang tidak diharapkan datang. Kepalaku menanggah, melihat keatas. Dengan kesal, aku menjawab dengan sedikit berteriak.

"Ga, ga ngapa-ngapain. Gih pergi aja, saya bisa ngelakuin ini sendiri!"

"Lah, emang saya mau bantu kamu?"

JLEBBB!!

Aku terdiam. Dari raut muka, sepertinya selera humornya tinggi. Tatapan yang sayu, bentuk muka yang sedikit bulat, dan postur tinggi yang pas, aku teringat seseorang.

"Maaf ya, tadi ke bawah dulu." Karis datang dengan membawa minuman di tangannya.

"Cuma dua?" tanya pemuda tadi.

"Iya, buat akang sama dia, kenapa?"

"Aku?"

"Gak."

Tolong, aku ingin tertawa terbahak-bahak. Aku mencoba mengingat-ingat, dan sepertinya kita pernah bertemu.. ah!

"Akang bolu!" teriakku. Mereka berdua menatapku aneh.

"Akang bolu? Namaku Levi woy! Kang, kenalin tuh ke dia." Ia menyuruh Karis? Kenapa tidak dia sendiri?

"Jadi, dia itu namanya Leviathan Januar Prash Aditya. Panggil aja Kang Adit. Dia itu ang-"

"Levi woi, bukan Adit." Mukanya langsung cemberut.

"Iya lah, mau Levi kek, Adit kek, bebas lah. Dan pertanyaan nya adalah, kenapa kamu manggil dia kang bolu?" tanya Karis.

Kewalahan, lebih tepatnya malu. Seingatku, wajah dia belepotan kue. Tapi sekarang terlihatlah muka yang menyebalkannya itu.

"Terakhir kali kan, ku lihat.. dia mukanya belepotan." jawabku sambil mengalihkan pandangan dari mereka berdua.

"Yakali namaku jadi Bolu?"

"Namanya juga ga kenal, Dit." jawab Karis.

Mereka terus berdebat. Aku tidak ingin mendengarkannya. Dengan malas, aku berjalan ke pojok kelas dengan membawa minuman itu. Dan bayangan itu..

"INI, MINUMLAH!" Ia memaksaku dengan cara yang kejam.

"A-ARGH! LE-LEPASKAN!" Dengan kasar, ia menyempit kan mulutku, dan memasukkan cairan yang membuatku tidak sadar. Bayangan hitam datang. Badanku tersungkur lemas. Dan semuanya, tidak terlihat lagi.

"Hey, jangan bengong." ucap Karis sambil memegang pundakku. Segera aku memegang kedua telinga ku, menunduk dan memejamkan mata.

"Aku, a-aku gapapa!" balasku. Dengan terpaksa, aku pergi meninggalkan mereka berdua.

Aku tahu, mereka, dan semua orang melihatku aneh. Bahkan mungkin, ada yang benar-benar mencapku sebagai orang yang tidak waras. Beraninya mereka. Ya, karena mereka tidak mengalami suatu kejadian terburuk yang menimpaku saat itu.

Sekolah ini luas, dengan cctv dimana-mana. Dan, pasti ia mengintai semua orang, yang berbuat macam-macam. Kadang aku bersyukur, mendapatkan sekolah yang aman.

Aku kembali ke kelas dengan suasana yang berbeda. Disana, tidak dua orang lagi, tapi jadi empat. Aku kaget bukan main, dan tertuju dengan kehadiran orang baru. Dua orang siswi.

"Emm, Levi.." Suara lembut itu seakan sedang merayu telinga si Kang Bolu.

"Apa?" Muka siswi itu, makin memerah! Aku bertanya dengan isyarat ke Karis, seperti 'apa yang sudah terjadi, dan, ada apa ini?'

"Be-bella.."

"Ayo katakan."

"J-jadi.. Bella.. suka merhatiin Adit terus. Tiap Adit jajan, makan, olahraga, pasti pandangan Bella tertuju sama Adit aja. Y-ya, Bella suka sama Adit."

'Apa ini? Prosesi penembakan?' batinku. Si pemuda satu ini, terdiam. Ia melihat lawan jenisnya, sangat lama. Sampai, yang awalnya memerah, sekarang kepalanya sudah dipenuhi asap. Ya, saking gemetaran.

"Aku juga, belakangan ini suka liatin kamu kok. Jadi, aku juga suka-"

"Kamu suka sama Bella?"

"Iya." Suasana kelas makin memanas. Kepala yang sudah berasap itu kemudian meledakkan bunga-bunga.

"Tapi.."

"Apa?"

"Suka sakit perut lihat kamu, hehe."

DAMM!!!

Seakan, Bella dan langit bekerjasama. Hati Bella mulai rapuh, langit seketika berteriak, mengeluarkan gemuruh mereka. Bella pergi dengan hentakkan kaki yang keras.

"Nyesel ya aku ngomong sama kamu!" Itu kalimat yang terakhir ku dengar.

Aku dan Karis terus menatap Kang Levi dengan penuh kekecewaan. "Kenapa gak diterima aja?" tanya Karis.

"Buat apa nerima, kang. Aku juga udah ada yang punya."

Ahh, aku tahu sekarang.. tapi, apa Karis juga punya pacar?

"Ka-karis.." Ia hanya mengangkat bahu.

"Udah punya pacar?"

"Belum. Kenapa? Naksir yaa?"

"Dih, amit. Tuh ada temen yang suka katanya." jawabku sambil beres-beres kelas.

"Siapa?"

"Raisya."

"Ooh." Ia langsung ikut membereskan kelas. Dengan muka yang 'dingin', kadang aku terpesona melihatnya. Duh, dasar cewek.

Kang Levi? ouh. Aku tidak tahu dia pergi kemana. Yang jelas, dikelas ini, hanya ada kami. Aku dan Karis.

"Pulang yuk. Dah siang." Aku mengangguk dan langsung membereskan tas.
***

Diluar, aku melihat teman-teman Karis, dan Kang Levi disana. Sepertinya, mereka juga ikut bersiap-siap untuk pulang. Jam menunjukkan pukul 14.00. Kami berteduh di depan warung sekolah.

"Ayok, lewat jalan rahasia." ucap teman Karis, namanya Kang Deni.

"Jalan rahasia?" tanyaku terbingung-bingung.

"Iya, jalan yang sering kita lewatin."

"Wait, gaada ceweknya selain aku?" tanyaku pada Karis. Ia hanya menggeleng.

'Mampus lu, cowok semua tuh. Macem-macem ntar.' batinku tidak terima.
***
つづく。

雨 (𝐡𝐮𝐣𝐚𝐧)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang