#1 : Kelulusan

730 32 10
                                    

Jika engkau tak sanggup menahan lelahnya belajar,
Maka engkau harus sanggup menahan perihnya kebodohan.
- Imam Syafi'i-

----------------------------------------

Raysel POV

Hari ini adalah hari dimana ku melihat hasil dari perjuanganku empat tahun silam di Negeri Piramida ini. Kebahagiaan membuncah pada diriku saat aku dinyatakan lulus dengan predikat Mumtaz. Sebentar lagi aku akan pulang ke tanah air, bertemu dengan keluarga yang sangat aku cintai. Namun, sebelum itu aku akan singgah di Turki untuk liburan karena hadiah yang kuterima sebab menjadi lulusan dengan predikat mumtaz (terbaik) dari lembaga tempat aku mendapatkan beasiswa selama kuliah di Universitas Al-Azhar, Mesir.

"kak Raysel, Barakallah ya kak udah wisuda dan sebentar lagi akan pulang ke Indonesia, semoga ilmunya bermanfaat ya kak. Aisya pasti akan merindukan kakak." Aisya memberiku ucapan selamat, dia merupakan Mahasiswi Al-Azhar yang juga berasal dari Indonesia, Ia juga tinggal satu flat denganku selama di Mesir.

" Iya Aisya, Semoga segera wisuda ya dek, kakak juga pasti akan merindukanmu." Aku memeluk Aisya kemudian merangkulnya.

Ucapan-ucapan selamat tak henti-hentinya aku dapatkan. Alhamdulillah, aku sangat bersyukur dengan pencapaian yang aku dapatkan. Hal ini terjadi juga dengan izin Allah dan do'a dari Abi dan Umi yang tak henti-henti mereka panjatkan.

---

Setelah acara wisuda usai, aku bersama teman-teman dari Indonesia lainnya kembali ke flat masing-masing. Aku pulang bersama tujuh orang teman satu flat yang juga berasal dari Indonesia. Mereka adalah Aisya, Yolia, Nurul, Rahmah, Tasya, Sintia dan Miftah, mereka juga Mahasiswi di Al-Azhar bedanya mereka jauh lebih muda dariku. Raut wajah mereka terlihat sedih, tak riang seperti biasanya. Dan mereka hanya banyak diam.

---

Akhirnya kami sampai di flat menggunakan bis umum. Setelah bersih-bersih, aku menuju ruang tengah tempat kami berkumpul biasanya. Sepertinya semua hadir berkumpul tanpa terkecuali. Dan suasana hanya hening dan tak bersuara.

" Adik-adikku yang Shalihah, kenapa pada diam gitu sih? Ngak seneng kakakknya Wisuda?" Aku mencoba mencairkan suasana.

" Kak Ra, kami bahagia sekali kak Ra udah wisuda dengan prediket mumtaz. Tapi, bentar lagi kami akan pisah dengan kak Ra. Ngak ada lagi yang bakal bangunin Shalat Tahajud, ngak ada lagi yang bakal cerewet dan menjaga kami." Ujar Sintia dibarengi anggukan yang lain. Tangis mereka semua pecah, dan aku juga tak kuasa menahan air mata.

" Iya kakak sebenarnya sangat sedih jika harus berpisah dengan Antunna. Kakak udah anggap semuanya itu adik kakak. Namun, apalah daya ada keluarga yang menanti kepulangan diri ini. Sebentar lagi kerinduan akan hilang dengan pertemuan, kakak ingin mengabdikan diri di tanah air yaitu di lembaga pendidikan islam dengan ilmu yang kakak miliki. Do'a kan ya. Setelah kakak pulang ke Indonesia, Aisya kamu akan menggantikan peran kakak yaitu yang tertua disini. Begitu juga Yolia, Nurul, Rahmah, Sintia, Tasya dan Miftah. Saling mengingatkan terus ya. Saling suport juga." Aku berusaha menampik kesedihan mereka, mereka hanya terdiam dan mengangguk, lalu satu persatu bergantian memelukku.

Sebenarnya, ada kesedihan juga yang terselip saat aku akan pulang ke Indonesia. Aku harus berpisah dengan teman-teman yang juga berasal dari Indonesia. Di Mesir kami sudah menjadi saudara yang sangat dekat, yang dapat menggantikan peran keluarga yang ada di tanah air disaat rindu menyelimuti.

Pelengkap Tulang RusukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang