#2 : Surat Cinta?

270 22 0
                                    


Setelah sampai di flat aku langsung mandi dan bersiap-siap untuk Shalat Maghrib karena waktu maghrib tak lama lagi. Sebelum waktu shalat masuk aku meraih Al-Qur'an berwarna abu-abu muda pemberian umi. Aku mulai tilawah hingga waktu Shalat masuk.

Allahuakbar.. Allahuakbar..

Gema azan telah berkumandang indah menyejukkan hati. Aku langsung melaksanakan shalat. Setelah itu, rutinitas semua penghuni Flat adalah setor hafalan. Penerima setoran adalah aku dan Rahma, karena Rahma sendiri sudah selesai menamatkan hafalan 30 juz nya. Terkadang juga bergantian.

" Kak Ra, Rahma, Tasya, Miftah.. Kesini, Sintia pingsan." Teriakan itu sontak membuatku kaget dan begitupun dengan yang lain. Suara itu adalah suara kekhawatiran Aisya. Dan aku segera bergegas menuju sumber suara.

" Sintia, dek kamu kenapa?" Aku mulai memperhatikan wajah Sintia yang pucat dan segera bertindak untuk membawa Sintia ke rumah sakit.

" Rahma, Aisya, dan Nurul ikut kakak ke Rumah sakit. Yolia, Tasya dan Miftah kamu jagain Flat ya jangan kemana-kemana nanti kakak hubungi." aku memberi insturksi kepada seluruh penghuni flat.

" Iya kak Ra.." Semua mengangguk.

Aku segera mencari taxi dan ternyata sangat sulit menemukannya. Dan seketika aku ingat kalau Sintia punya sepupu yang juga kuliah di Al-Azhar. Aku segera meraih handphone milik Sintia dan mencari kontak Fikri, sepupu Sintia. Setelah dapat aku segera menghubungi Fikri lewat handphone ku.
" Assalamua'laikum." aku mencoba memulai percakapan.

" Waa'laikumussalam, man anti?" dia bertanya bingung.

" Ana Raysel, afwan ana mau membertihukan bahwa Sintia pingsan dan ana mau membawanya ke rumah sakit. Tapi, ana tak tau bagaimana caranya, hari sudah malam dan taxi sudah tidak ada."

" Astagfirullah, tunggu ana disana." Dan dia langsung menutup telepon tanpa pamit, mungkin terlalu khawatir.

Fikri POV

Rasa khawatir menyelimuti pikiranku. Entah Bagaimanakah keadaan Sintia sekarang. Ketika dia berkuliah di Mesir dia telah menjadi tanggung jawabku sebagai adik. Dia keluarga satu-satunya yang aku miliki disini. Semoga saja dia tidak apa-apa.

Akhirnya aku sampai di flat Sintia. Setibanya aku disana aku melihat Sintia lemah tak berdaya dan segera memapahnya ke dalam mobil temanku, yang aku pinjam.

" Bagaiamana keadaan Sintia, kenapa bisa begini, hmm Raysel?" Ujar ku bertanya saking khawatirnya.

" Waa'laikumussalam, sepertinya kita harus buru-buru ke rumah sakit. Tiga orang teman ana bisa ikutkah?" Jawab perempuan bernama Raysel dan ia juga bertanya kepadaku.

" Bisa, ayo Raysel." mereka segera memasuki mobil.

Aku melajukan mobil dengan cukup kencang menuju rumah sakit terkedekat. Dibalik perasaan cemas, tak sengaja aku memperhatikan wajah anggun perempuan bernama Raysel itu. Astagfirullah, kenapa aku memikirkannya. Akhirnya aku sampai di rumah sakit.

Sintia langsung di bawa ke dalam rumah sakit dan langsung di periksa dokter. Aku dan Raysel serta teman-temannya menunggu dengan cemas. Setelah dokter keluar dari ruangan dan bertanya.

Pelengkap Tulang RusukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang