#8 : Mevlana

127 16 0
                                    

"Aku sudah pernah merasakan semua kepahitan dalam hidup dan yang paling pahit ialah berharap kepada manusia."


-Ali bin Abi Thalib-

------------------------------------

Raysel POV

Kepalaku terasa berat dan pusing, karena tak terbiasa naik mobil untuk perjalanan jauh. Perlahan aku membuka mata, dan aku baru ingat jika aku terlelap. Kulirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku.

" Astagfirullah." Lirihku dalam hati.

Waktu shalat Zuhur sudah masuk 2 jam yang lalu, aku sama sekali tak terbangun dan menyadarinya. Ku tatap Daniel yang sedang fokus dengan kemudi beberapa saat, sampai ia menoleh.

" Raysel, you're okay? Udah bangun." Ia tersenyum menatapku.

" Iya, Iam okay. Kenapa kamu tak membangunkanku untuk Shalat. Aku sudah terlambat." Ucapku dengan sedikit kesal kepadanya.

" Karena kita perlajanan jauh, kan Shalat nya bisa di jama'. You Forget?" Jawabnya santai dan aku hanya mengangguk. Aku tak teringat, bahwa aku bisa menjama' Shalat karena sesuai dengan ketentuan yaitu perjalanan jauh.

***

Daniel memberhentikan mobil di depan sebuah Masjid yang cukup besar dan bagus. Aku tak terlalu memperhatikan nama Masjid itu. Aku segera untuk memasuki Masjid, dan langsung berwudhu kemudian menjama' Shalat. Jarak Mevlana dengan Masjid itu tak terlalu jauh, kira-kira jarak tempuh sekitar 15 menit.

***

" Udah Selesai Shalatnya Ra? " Suara itu menyapaku lembut, ketika aku memasang sepatu di teras Masjid.

" Eeh.. Iyaa.. Udah Alhamdulillah. Kamu? "

" Hmm.. Eemmm.. Uu daaah juga. " Jawabnya gugup, aku tak ambil pusing.

***

Bangunan museum mevlana membuatku terpukau. Bangunan yang menarik yang mengambarkan banyak sekali sejarah. Tarian sufi terkenal yang selama ini kita sering saksikan ternyata berasal dari sebuah kota kecil di Turki yaitu Konya. Di sini, Jalaludin Rumi diundang datang dan mulai menyebarkan sufi yang akhirnya dibangunlah Mevlana Museum.

Alkisah seorang pujangga Turki yang terkenal yaitu Jalalaludin Muhamad Rumi diundang kekota Konya oleh Sultan Seljuk. Sang sultan menawarkan sebuah taman mawar sekaligus sebagai tempat pemakaman ayah Rumi.

Beralih ke masa lalu,  membahas sejarah memang tak ada habisnya.  Namun, mengenalnya membuatku banyak belajar dan mengenal hal yang luar biasa.

Satu jam,  waktu yang singkat rasanya untuk mengamati sudut Mevlana.  Memang belum puas rasanya.  Namun,  karena waktu memaksaku untuk menyudahinya.

" Raysel,  Come on.  Kita pulang. " Aku melirik ke sumber suara itu,  kemudian beralih pada jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku.

" Iya," Jawabku singkat.

Sebentar lagi waktu Maghrib masuk,  aku tak berucap apapun dengan Daniel. Aku pikir dia akan mengerti.

" Raysel, Maghrib nya di Jama' Qashar aja ya dengan Isya." Ia membuka percakapan lagi,  setelah diam beberapa saat.  Perfect,  dia mengerti dan menuturkan solusi yang bagus. Aku hanya memberikan anggukan kecil.

Pelengkap Tulang RusukTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang