Something

3 2 0
                                    

Setelah beberapa hari kepergian ayahnya. Kini Rey, sudah mulai kembali menjadi dirinya sendiri. Aku sempat khawatir karena 2 hari ini dia tidak muncul di kantor dan sulit dihubungi. Tapi kekhawatiranku airbag saat melihatnya sedang berada di depan rumahku saat ini.

Aku cukup kaget akan kemunculannya. Tapi aku lebih merasa lega melihatnya dan aura juga lebih baik.

"Assalamualaikum..", salamnya

"Wa'alaikumssalam.." sahutku lalu menghampirinya.

"Kamu sudah tidak apa-apa?", Tanyaku meyakinkan diriku

"Seperti yang kamu lihat, Alhamdulillah aku sudah lebih baik", jawabnya dengan ceria.

"Alhamdulillah.. kalau begitu kenapa kamu kesini? Ada yang ingin dibicarakan?", Aku mulai penasaran

"Aku hanya ingin melihatmu", jawabannya dengan penuh senyuman.

"Hah?", Aku cukup kaget dengan pertanyaan, aku merasakan aura berbeda dari sikapnya. Aku yakin dia baik-baik saja, tapi bukan itu perbedaannya.

"Kalau aku ajak berangkat bareng kamu pasti menolak kan? Kalau begitu aku duluan yah. Assalamualaikum..?", Lanjutnya lalu memasuki mobil yang kali ini di bawa sendiri tanpa supirnya.

"Wa'alaikumssalam..", sahutku masih dalam menelusuri pikiran untuk mencari jawaban atas sikap Rey itu.

Aku segera menghampiri Yelki ke garasi. Baru selesai membuka garasi, suara motor mengalihkan pandanganku kearahnya.

"Dirga?", Gumamku pelan lalu menghampirinya.

"Assalamualaikum.." salamnya

"Wa'alaikumssalam.. Ada apa pagi-pagi ke rumah?", Tanyaku penasaran.

Aku mencuri lirik, melihatnya dari ujung kaki sampai kepala. Dia sangat rapi, dan sangat mempesona. Astaghfirullah..

"Aku butuh asupan energi", jawabnya

"Hah?", Aku gak mengerti.

Dia tertawa. "Aku hanya bercanda, mau berangkat bareng?", Ajaknya

"Naik motor kamu?", Tanyaku kaget

"Memangnya kamu mau?", Tanya balik sambil tersenyum.

Aku harus merespon apa.

"Aku tahu kamu gak suka naik motor berdua, karena itu aku ngajakin barengan naik motor masing-masing. Maukan?", Ajaknya lagi.

Aku tersenyum mendengar ajakannya lalu mengangguk.

"Aku ambil motor dulu di garasi", ucapku.

"Iya", jawabnya sambil tersenyum.

Setelah mengeluarkan sepeda motor dari garasi. Kamipun berangkat ke kantor bersama-sama. Meski tepatnya dia mengiringiku dari belakang. Sesekali dia akan mengimbangi kecepatanku dan muncul di samping jalur kananku. Kami tidak berbicara, hanya sekilas saling melihat lalu tersenyum.

Sesampainya di parkiran, kami tiba bersamaan. Saat akan memasuki kantor, kakiku terhenti ketika melihat ada yang menatap panasaran padaku.

"Kenapa berhenti?", Tanyanya kembali menghampiri aku yang tertinggal di belakang.

"Gak apa-apa.. Kamu duluan saja!", Sahutku.

Dia melihatku dan menemukan alasan kekhawatiranku.

"Ya baiklah.. kalau begitu aku duluan", ucapnya tanpa banyak bertanya.

Aku hanya bisa melihat punggungnya yang menghilang dari balik pintu masuk perusahaan.

Semenjak malam itu, hubungan kami kembali baik, seperti saat kuliah. Tidak ada perkembangan apapun. Meski sekarang sepertinya Dirga bisa lebih terbuka padaku, tapi aku masih merasa ada batasan di antara kami. Akupun tidak tahu bagaimana perasaannya padaku. Aku hanya mengikuti arus.

This HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang