Hope

9 2 0
                                    

Sejak dua hari yang lalu, aku tidak lagi menghubungi Meysa. Aku tahu bahwa gadis itu pasti selalu menemani Dirga setelah kejadian itu. Mungkin Meysa tidak lagi bisa menyembunyikan perasaannya.

Pikiran-pikiran itu terus menghantuiku dan membuatku takut hingga terus menghindar darinya saat ini. Di pesta pernikahan Lilia dan Wildan. Aku sudah cukup terluka hari ini saat melihat mereka datang bersama.

"Kamu yakin baik-baik saja Rey?", Tanya Jian yang selalu menemaniku.

Selama ini hanya dia yang tahu perasaanku sesungguhnya ke Meysa.

"Aku tidak baik-baik saja, tolong aku Jian!", Bisik ku tidak bisa menyembunyikan perasaan sakit yang aku alami, aku ingin segera meninggalkan tempat ini.

"Aku akan bicara dengan Lilia dan memberikan alasan yang bisa diterimanya agar dia mengerti bahwa kita harus meninggalkan pestanya lebih awal", sahutnya.

Jian lalu meninggalkanku, aku tidak memperlihatkan kemana dia pergi. Aku yakin dia sedang menghampiri Lilia dan Wildan.

Tidak lama kemudian, Meysa dan Dirga menghampiriku, disaat aku benar-benar ingin menghindari mereka.

"Aku mencarimu dari tadi", keluh gadis hatiku itu.

"Maaf, aku tidak melihatmu tiba", jawabku memberi alasan dan mencoba tetap tersenyum.

"Hai Rey", sapa Dirga. Aku membencinya.

Tapi aku tidak bisa memperlihatkan hak itu di depan Meysa dan hanya bisa berkata, "hai juga"

Sakit. Itu semakin terasa sakit.

"Kamu kenapa Rey? Kurang enak badan?", Tanya Mesya mulai membaca ekspresi wajahku.

"Aku tidak apa-apa, hanya sedikit kelelahan karena beberapa urusan perkejaan", jawabku lagi memberi alasan.

Jian sang penolongku akhirnya muncul.

"Hai Mey, kamu baru tiba?", Tanya Jian pada Mesya dan mereka saling menyapa dengan cium pipi.

"Iya nih. Kamu sudah lama?", Balas Mesya.

"Iya, makanya Ne mau pulang. Tadi udah ijin duluan sama Lilia dan Wildan. Kamu jadikan Rey menemaniku pergi?", Tanya Jian membawaku dalam topik.

"Ah..iya. jadi", jawabku sebenarnya tidak tahu apa rencana Jian.

"Kalian mau kemana? Jangan bilang kalian..", Mesya sepertinya malah menduga-duga hubunganku dan Jian ada spesial, dan dia terlihat gembira.

"Hush.. jangan sembarangan ah.. ntar aku ceritakan.. sekarang aku benar-benar ada urusan mendesak dan meminta bantuan Rey", bantah Jian sambil melirik ke arahku.

"Oh.. aku kira..ya udah.. kalian hati-hati yah!", Ucap Meysa.

"Iya, kami duluan yah. Yuk Rey!", Ajak Jian menarik tanganku. Mungkin dia menyadari bahwa sejak tadi, diriku mematung dan rasanya tidak punya tenaga untuk melangkah.

Sesampainya di depan mobil.

"Berikan kunci mobilmu! Biar aku yang bawa", pinta Jian

"Aku masih bisa membawa sendiri", bantahku mencoba masuk ke pintu depan bagian setir.

Tapi Jian langsung menghalangiku.

"Bukankah kamu tadi minta tolong padaku, sekarang biarkan aku menolongku hingga selesai. Dalam keadaan seperti ini, mana mungkin aku membiarkanmu mengendarai mobil sendiri", keluhnya.

Akhirnya aku tidak lagi bisa membantahnya dan menyerahkan kunci mobilku padanya. Diapun masuk ke pintu sopir dan aku duduk di sampingnya sebagai penumpang.

This HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang