Rain

4 2 0
                                    

Jari-jari tanganku berhenti untuk menari di atas keyboard laptopku, saat suara air mengeluarkan bunyi-bunyian yang menghampiri atap rumahku.

Makan ini sudah cukup dingin dengan udaranya, keadaan ini diperparah dengan hujan yang turun tanpa permisi. Aku mengangkat kopi Luwak yang aku seduh, dan melangkah mendekati jendela kamar melihat sang pembuat suara.

Hujan selalu membawa banyak cerita di dalam hidup, terlebih kehidupanku. Aku selalu menatap ke butiran-butiran air yang membasahi jendela kamarku. Setiap butiran itu selalu mengingatkan pada hal yang sama. Yaitu kerinduan.

6 tahun yang lalu saat aku baru tiba di rumah setelah pulang kampung. Aku hanya teringat pada 1 hal. Penasaran.

Aku memang tidak terbiasa tinggal jauh dari orang tua, meski sudah disediakan rumah yang dekat dengan kampus. Aku selalu merindukan suasana kampung halaman yang hanya bisa aku nikmati setiap libur semester.

Tapi kali ini entah kenapa kampung halaman tidak bisa menghentikan keinginanku untuk kembali lebih awal ke rumahku di kota. Bukan suasana kotanya yang aku rindukan juga bukan rumahku yang sederhana yang aku rindukan. Tapi aku merindukan sebuah "rasa penasaran".

Hari itu setelah meletakkan tas di tempat tidur, aku segera mencari Hpku yaitu Nokia 3250. Dan saat menemukannya, aku segera membuka tulis pesan untuk mengirimkan pesan. Aku sudah mengetuknya dan hanya perlu mengirimkannya, tapi aku mulai ragu. Aku melihat ke arah jam tangan yang masih aku kenakan. Jam 09:47 malam.

"Apa aku tidak menggangu yah!", Gumamku saat itu.

Lalu tiba-tiba aku dikagetkan dengan suara petir yang begitu kencang kemudian disusul hujan yang deras.
Tapi keraguan itu masih melandaku. Aku merebahkan badanku sambil menatap layar hpku. Akupun keluar dari aplikasi pesan dan mencoba membuka Facebook. Karena pada jaman itu, Facebook adalah sarana komunikasi informasi jaringan internet yang ada.

Saat melihat beranda Facebook, sebuah status membuatku bangkit.

"Aku benci saat sendirian di malam hari dengan hujan deras"

Itu status miliknya. Segera aku kembali ke aplikasi pesan dan segera mengetik lalu mengirimkannya tanpa keraguan.

"Kamu sudah sampai di kost?", Itulah isi pesanku

Tanpa menunggu lama aku mendapat balasan.

"Ya tadi sore, kamu sendiri?", Tanyanya membuat tidak bisa melepaskan pandanganku dari layar hpku. Dan tanganku dengan semangat mengetik pesan-pesan yang terus akan mendapatkan jawaban.

Dari sana aku tahu sesuatu, dia memiliki trauma akan situasi seperti saat itu. Sendirian di malam hari dengan hujan yang turun akan membuatnya menangis semalaman karena kenangan-kenangan masa kecil yang menyedihkan muncul. Aku tidak tahu kenangan-kenangan apa itu. Meski penasaran aku takut dia tersinggung atas pertanyaanku yang mungkin bersifat pribadi untuknya itu. Karena itu aku hanya akan bertanya tentang hal-hal biasa untuk mengalihkan perhatiannya.

Beberapa saat kemudian, dia agak terlambat membalas pesanku. Aku sedikit khawatir dan tidak bisa mengalihkan perhatianku dari layar ponselku. Padahal saat itu aku belum mandi dan mengganti pakaian. Biasanya setelah tiba, itu adalah hal pertama yang aku lakukan. Tapi hari itu aku berbeda.

Balasan yang aku tunggu akhirnya tiba. Tapi balasan itu bukan yang aku harapkan. Saat membacanya, aku merasa sangat tidak mood untuk mengetik SMS lagi.

"Maaf tadi ada telpon dari teman." Hanya kalimat itu yang terus terngiang di kepalaku.

"Siapa?" Aku penasaran tapi tidak berani bertanya.

Aku merasa udara semakin panas meski hujan masih terus turun. Aku melepaskan hpku dan mengambil handuk untuk mandi sekaligus mendinginkan kepalaku yang terasa panas.

This HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang