FriendZone

3 1 0
                                    

Sudah sebulan aku tidak lagi bicara dengannya. Bahkan di kantor dia sepertinya menanggap kehadiran tidak ada.

Hari ini udara yang begitu dingin, tapi itu tidaklah sedingin hatiku. Aku yang membuat semua ini menjadi seperti ini, dan aku yang melukainya. Sejak hari aku menangis di atap gedung, sejak itu Rey semakin menunjukkan perhatiannya padaku dan selalu menjemputku setiap pagi seperti sekarang.

Dia duduk di sampingku, tapi pikiran dan hatiku mencoba untuk lari ke arah yang berbeda. Pemandangan yang aku lihat dari balik jendela mobil, tidak bisa menahan keduanya untuk tetap disini, di mobil ini. Mereka terus kabur dan membawaku ke tujuan yang hanya ada satu yaitu Dirga.

Saat tiba di kantor kemarin aku mendapati pemandangan yang ingin aku lupakan, tapi sampai sekarang terus teringat jelas. Saat itu Dirga sedang bersama dengan seorang wanita di lobi kantor. Wanita itu bukan klien dan aku mengenalinya dengan baik. Dia melati. Perempuan yang dulu saat kuliah digosipkan merupakan kekasih Dirga. Dan yang aku tahu mereka sempat dijodohkan oleh orang tua mereka. Ternyata sampai sekarang mereka masih berhubungan dengan baik, ataukah lebih dari sekedar hubungan baik? Tiba-tiba rasa sakit itu muncul.

Aku ingat bagaimana cara dan ekspresi Dirga, yang menatap perempuan itu dan tersenyum di depannya. Dia juga memperlakukannya sama seperti dia memperlukanku dulu.

Aku membeku di dekat pintu masuk melihat hal itu. Yang membuat aku semakin terluka, Dia sempat melihatku tapi seperti tidak peduli padaku. Untunglah Rey muncul setelah memarkirkan mobil dan menarik lenganku menuju lift.

Rasa sakit hari itu, masih belum bisa aku sembuhkan dan yang aku lihat sekarang membuat lukaku semakin dalam.

Saat lampu lalu lintas sedang diposisi merah. Mobil Rey berdampingan dengan sepeda motor Dirga. Tapi dia tidak sendiri, perempuan itu, Melati ada di belakangnya dan sedang memeluknya dengan erat.

Tanpa aku sadari mataku terus memandang hal itu meski lampu sudah hijau dan kami mulai melaju. Mereka di depanku semakin lama semakin terlihat jauh. Air mataku jatuh dengan sendirinya tanpa bisa aku tahan. Tapi aku segera menghapus sebelum Rey menyadarinya. Aku tidak ingin membuat Rey khawatir lagi denganku.

"Mey, sepulang dari kantor kamu punya waktu? Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat, ada yang ingin aku sampaikan?", Tanya Rey.

Blek. Jantungku bergedup kaget. Aku merasa tahu apa kemana Rey akan mengajakku dan apa yang akan dia sampaikan.

"Hmm... Kayaknya untuk hari ini aku gak bisa, soalnya sudah ada janji lebih dulu dengan Sisi. Aku mau membantunya untuk acara selamatan besok di rumahnya", jawabku sebenarnya berbohong.

"Owh.. kalau gitu malam Minggu nanti gimana?", Tanyanya lagi tidak menyerah.

Aku tidak lagi ingin berbohong dan menghindari. Aku hanya perlu menyiapkan diri 3 hari ini.

"Ya baiklah, selama tidak ada urusan penting lain yang muncul", jawabku.

Sesampainya di kantor. Kami berpisah di depan pintu masuk. Kali ini dia tidak memintaku untuk menunggunya, agar bisa naik lift bersama.

Beberapa hari ini sudah terlalu banyak gosip yang tidak berdasar yang tersebar di kantor sejak kejadian sebulan yang lalu dan sejak Rey dengan terang-terangan menunjukkan kalau dia dan aku punya hubungan bukan cuma sebagai atasan dan bawahan. Beberapa karyawan wanita sering aku lihat menatap sinis padaku, ada juga beberapa yang menjelek-jelekkan aku di toilet dan tidak sengaja aku dengar.

Aku rasa Rey menyadarinya, dan tidak lagi terlalu sering menyapaku di kantor. Itu membuatku lebih tenang. Selain karena hal itu, aku juga tidak mau seseorang salah paham lebih jauh padaku, meski mungkin itu tidak lagi mengganggunya.

This HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang