———
Cerita 01,
Senyuman dan Ucapan Terima Kasih
Dari Kim Yerim, untuk Kim Hanbin———
Bulan November, bulan yang sangat berat bagiku, kala itu aku baru saja lulus dari bangku sekolah menengah atas dan baru saja mengambil ujian masuk perguruan tinggi.
Pendidikan adalah segalanya memang benar, tetapi itu akan berubah menjadi penjara tahanan apabila kau tidak diberikan pilihan untuk menjadi apa kelak kau di masa depan.
Orang tuaku sangat menginginkan aku masuk kedalam Fakultas Hukum—yang sangat kubenci—aku benci berurusan dengan politik, aku pribadi lebih menyukai bidang sastra dan ingin sekali melanjutkan studi ke program literatur klasik. Tapi yang aku dapatkan justru—
"—untuk apa kau masuk ke literatur klasik, mau jadi apa kamu? Penulis bahkan tidak bisa menghasilkan uang!"
Dan yah... Tidak ada yang lebih menyakitkan dibanding cita-cita dan impian kita dipandang remeh oleh orang tua kita sendiri.
Aku belajar mati-matian, demi bisa masuk ke dalam Fakultas Hukum di universitas ternama Korea, karna aku tidak mau gagal dan menjadi aib bagi keluargaku sendiri.
Kalian tau bukan kalau di negeri ini pendidikan adalah segalanya? Jika kau gagal maka kau adalah aib dan lebih baik mati.
Pada bulan Desember kemarin, ketika pengumuman kelulusan, aku akhirnya lulus, orang tuaku begitu bahagia—sangat bahagia—luar biasa bahagia. Tetapi aku, merasa sangat kosong, tidak ada bunuh diri yang lebih menyakitkan dibanding membunuh impianmu sendiri, dan aku telah melakukannya.
Aku sudah tidak punya cita-cita, pandangan, dan harapan lagi, hidupku benar-benar hampa, ingin rasanya aku mengakhir semuanya, tetapi sana saja aku mengambil kesempatan orang lain yang jauh lebih pantas disini bukan?
Ya, aku benar-benar merasa hampa, my life is the worst you know? Aku berpikir seperti itu, sebelum bertemu dengan sosok yang mengubah pandanganku, mengajarkanku bahwa "Hei hidup tidaklah seburuk itu"
Mengajarkan padaku untuk terus tersenyum dan berterima kasih.
Di saat aku berpikir aku sudah tidak lagi memiliki kesempatan di bidang yang aku suka—menulis—kesempatan itu datang, dan jika ada sebuah kesempatan datang maka itu tidaklah boleh disia-siakan.
Lamaran pekerjaan disalah satu media di Korea, untuk para remaja dan anak muda, aku tidak memberitahukannya kepada kedua orang tuaku karna aku yakin mereka pasti akan menentangnya.
Aku ingin berjalan seorang diri untuk menggapai impianku, impian yang sempat aku kira mustahil untuk kugapai.
Apa hidupku menjadi lebih baik setelah itu? Tidak juga, kalian tau, dunia pekerjaan—meskipun di bidang yang kalian suka—tidaklah selunak yabg kalian kira, di dunia keras itu, yang lemah benar-benar akan tersingkir.
Malam itu aku pergi seorang diri ke rooftop kantor, berkeluh kesah dan siapa sangka ternyata ada orang lain disana, dan aku ingat betul ucapannya di pertemuan pertama kita.
"Apa kau yakin ingin menyerah sekarang? Bukankah kau ingin menbuktikan kepada orang tuamu bahwa kau bisa menghasilkan sesuatu dari bidang yang kau suka?"
Aku tidak terlalu menghiraukan, kuambil kaleng kopiku, meninggalkannya begitu saja dengan pikiran, "orang itu terlalu ikut campur dan tidak tau apapun".
Tapi kadang kebetulan itu lucu kalian tau? Bagaimana bisa setelah itu aku dipertemukan dengan divisi yang sama dengan lelaki menyebalkan itu, tidak cukupkah Tuhan melihatku sengsara karna perkuliahan, pekerjaan dan sekarang 'lelaki' itu?
Ehehehe tidak aku terlalu mendramatisir, tetapi cerita tidak akan seru tanpa drama bukan?
Yah, awalnya aku sangat membenci dirinya yang benar-benar lugu—hingga naif—tapi siapa sangka dari sana kita bisa menjadi teman dekat, sangat dekat malah, sampai sekarang.
Rasa benci yang perlahan menjadi rasa kagum, dia adalah seorang perantau dari kota yang snagat jauh dari Seoul, hidup seorang diri ditempat antah berantah.
Kuliah dan juga bekerja, karna sebenarnya orang tuanya melarang cita-citanya untuk kuliah di Seoul, di saat aku merasa hidupku sudah tidak ada harapan lagi, semua yang aku cita-citakan tak dapat kugapai, disaat aku ingin memperjuangkannya aku tau itu tak semudah angan ataupun cerita motivasi lainnya.
Tetapi karna sosoknya aku melihat secercah harapan dalam keputusan, dia mengajarkanku untuk terus maju dan tidak pernah putus asa, terus tersenyum dan berterima kasih atas apapun itu.
"Mungkin apa yang kita rencanakan atau harapkan tidak berjalan sesuai rencana, putus asa, merasa buruk, dan ingin menyerah, mundur atau berhenti sejenak itu tak apa demi mengambil langkah yang lebih jauh"
Itu adalah kata-kata yang paling aku ingat darinya sampai sekarang. Aku dulu merasa bahwa dia terlalu naif karna selalu tersenyum tanpa alasan yang jelas tetapi sekarang aku sadar bahwa senyumnya itu adalah bentuk harapan, dan aku berharap kau terus tersenyum sampai kapanpun.
Itu tandanya bahwa kau tidak pernah menyerah sampai kapanpun.
Untuk Kim Hanbin, lelaki naif nan juga lugu ketika pertama bertemu, tau tidak kau dulu begitu menjengkelkan?
Tetapi terima kasih karna telah menjadi partner yang hebat selama ini, terima kasih karna menjadi harapan ditengah keputusasaanku, senyummu adalah semangat bukan hanya bagiku tetapi juga bagi anak-anak kantor yang merasa hetic dan sumpek sama kerjaan. Jadi tetaplah tersenyum.
Tidak ada yang benar-benar berakhir, kesempatan selalu ada di mana pun dan kapanpun jika kalian menyadarinya, dan menyerah, itu hanya tergantung kalian.
Aku harap kalian di luar sana tidak pernah berpikir untuk menyerah, apa yang kalian kira akhir bisa saja menjadi awal yang baru. Terima kasih karna mau mendengarkan ceritaku.
Sampai jumpa! Aku tunggu kabar baik kalian, apakah kalian telah berhasil selangkah lebih maju menggapai mimpi kalian?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Bersua [ Huang Renjun ] || √
Short StoryRuang Bersua, dari tempat ini semua cerita dan perasaan tersebut mengudara, bertemu dengan hati yang tepat tuk berlabuh.