"Bagaimana menurutmu?"
"Apanya?"
Sharon seketika menggelembungkan kedua pipinya itu, menatap lelaki di hadapannya yang tengah menikmati kopi pesananya dari kedai Kopi Kala Senja itu kesal.
"Kau ini ya benar-benar—tidakkah kau merasa semangat dan antusias sedikit gitu?"
Tunggu dulu! Sharon saja tidak menjelaskan maksud ucapannya dan tiba-tiba marah begitu?! Renjun bukanlah cenayang yang tau isi hati gadis itu hanya dengan membaca rautnya saja ya!
"Lelaki itu ngga bakal paham maksud ucapanmu kalau kau tidak mengatakannya dengan gamblang, tau sendiri kan lelaki itu bukan putri malu? Alias ngga peka"
Kedua remaja beranjak dewasa itupun menolehkan kepalanya kearah pelayan wanita yang terlihat membersikan—mengelap—gelas porselen di balik pantry dapur.
"Oh liat siapa yang wajahnya memerah—"
"Noona, berhenti menggodaku"
Pelayan wanita itu terkekeh kecil, mengatakan untuk jangan bertengkar terlalu keras dan kembali bekerja.
"Dasar, suka ikut campur", gerutu Renjun, ya tapi itu hanya sebuah candaan belaka sih. Meskipun begitu Sharon terlihat kesal, mengatakan pada lelaki itu untuk menjaga ucapannya.
"Kau ini ya benar-benar, dan ya, maksud ucapanku tadi itu tentang rencana rekaman outdoor dan liburan bersama"
Renjun terlihat menopang dagunya dengan sebelah tangannya, berpikir sejenak.
"Menurutku bagus sih, tapi kalau sekedar rekaman outdoor di tempat kenangan untuk menghidupkan cerita serta liburan bersama menurutku terlalu buang-buang anggaran, kita harus nyari sponsor yang mau membiayai kita—kau tau kan keuntungan yang didapat dari sekedar podcast tidak dapat meng-cover semua biaya, jadi yah—"
Masuk akal, jawaban lelaki itu masuk akal jika kalau dipikir-pikir lagi, mereka terlalu bersemangat, memikirkan yang bagus untuk mereka dan kemungkinan mendapat lebih banyak pendengar, tetapi tidak memikirkan masalah biaya.
"Nah ini dia pesanan kalian"
"Terima kasih eonnie!"
Wanita itu menggerak-gerakkan tangannya—tanda itu bukanlah masalah besar—setelah meletakkan pesanan pastry milik Sharon itu.
"Oh ya, aku dengar-dengar masalah biaya dan program baru kalian—well, untuk masalah promosi, dibanding muluk-muluk langsung tempat liburan kalian bisa kok ke beberapa tempat kecil—ah! Aku bisa mengatakan ini kepada atasanku, kita bisa jadi sponsor, kalian tinggal membuat proposal dan mencari pembaca yang pernah memiliki cerita di tempat ini"
Renjun dan Sharon saling menoleh satu sama lain, tersenyum dan mengucapkan terima kasih sebelum kemudian membayar pesanan mereka dan meninggalkan kedai kopi kecil itu.
Yah meskipun membahas tentang angan-angan mereka itu, minggu depan adalah rekaman terakhirnya dengan Sharon dan juga teman-teman lainnya, jadi Renjun sendiri tidak bisa berbuat apa-apa selain menikmati momen yang ada dan membuat kenangan sebanyak mungkin.
"Jadi Renjun, menurutmu sendiri Endless Happiness itu apa?", tanya Sharon sedikit keras karna mereka sedang berada di atas motor—perjalanan pulang—dan apakah sekarang Sharon suka bertanya hal-hal random? Bahkan di kedai kopi saja gadis itu menanyakan hal yang belum pasti terjadi.
"Hmm... Kebahagiaan tak terbatas? Tapi aku juga tidak tau sih—karna kita merasa bahagia atau apapun itu ketika momen itu sudah berlalu dan menjadi kenangan, membuat kita tersenyum sendiri"
Sharon sedikit tidak terima dengan ucapan lelaki itu, ia mengerucutkan bibirnya—meskipun Renjun tidak dapat melihatnya sih.
"Hmm... Begitu ya? Jadi kenangan seperti apa yang membuatmu kira-kira bahagia?"
"Hmm? Banyak sih, salah satunya bisa rekaman bareng kalian semua"
"Itu saja?"
"Ada lagi sih—"
"Oh ya? Apa?"
Renjun tidak menjawab pertanyaan gadis itu, justru menyuruh Sharon untuk memberikan kedua tangannya, meskipun kebingungan gadis itu menurutinya.
Sampai ketika tangannya ditarik oleh lelaki itu, membuatnya sedikit menabrak tubuh depannya dengan punggung Renjun, lelaki itu membuat dirinya memeluknya, wajahnya bersemu hebat.
"Ini—hal seperti ini yang membuatku bahagia", ucapnya seraya tetap memegang tangan putih gadis itu
Mendengar jawaban Renjun tersebut membuat Sharon tersenyum kecil, menyandarkan pipinya pada punggung lelaki itu, ia dapat merasakan jantungnya berdegup kencang.
Wajahnya memerah, tetapi dia menikmatinya, punggung hangat Renjun, aroma tubuhnya yang mana paduan antara sirtus dan juga bubuk kopi, ia sangat menyukainya.
Endless Happiness, kebahagiaan itu bisa datang dari hal sederhana bukan? Dan bukan hanya Renjun saja yang tersenyum bahagia sekarang, tetapi juga dirinya.
Ah sepertinya selain menjadi kebahagiaannya, momen mereka saat ini akan menjadi memori indah bagi mereka satu sama lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ruang Bersua [ Huang Renjun ] || √
Short StoryRuang Bersua, dari tempat ini semua cerita dan perasaan tersebut mengudara, bertemu dengan hati yang tepat tuk berlabuh.