2

28 2 0
                                    

Kantin kampus adalah tempat yang tidak pernah sepi. Jelas karna tempat itu adalah penyelamat bagi para mahasiswa yang kelaparan setelah selesai berkutat didalam kelas atau pada tugas-tugas yang membuat pusing kepala.

"Mang, ketoprak satu. Pedas ya" Joe, cowok tampan dengan sunyum yang tidak pernah lepas dari wajahnya itu berjalan ke arah meja dimana teman-temannya berkumpul, membiarkan makanan yang dipesannya diantar oleh sang penjual.

"Dibuang lagi anjir bunga dari gw" kata Toni salah satu cowok yang duduk dimeja yang sedang Joe tuju.

"Rinjani lagi?" Joe bertanya pada Arya, temannya yang juga ada dimeja itu. Arya hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Ngga capek ngejar Rinjani terus Ton?" Joe tidak habis pikir dengan teman-temannya ini. Jelas sekali kalau Rinjani menolak mereka bahkan sebelum cewek itu mengenal teman-temannya, miris memang.

Tapi teman-temannya ini tetap saja menginginkan cewek itu untuk jadi pacar mereka. Berbagai cara mereka lakukan, mulai dari mengajak Rinjani kenalan, mengajak nonton, makan, sampai tawaran mengantar pulang sudah dilakukan teman-temannya. Tapi hasilnya tetap saja gagal.

Dan sekarang Toni menggunakan cara sama yang sudah jelas akan gagal. Memberi bunga dan bunga itu malah berakhir ditempat sampah.

Ketoprak pesanan Joe datang. Tanpa banyak bicara Joe menyantapnya dengan tenang sambil terus mendengarkan obrolan teman-temannya tentang betapa susahnya mereka medekati Rinjani si adik tingkat dijurusan mereka.

Keringat mulai keluar dari dahi Joe akibat ketoprak pedas yang dimakannya. Joe menatap ketoprak yang tinggal sedikit dipiringnya. Perutnya masih muat untuk menghabiskan, tapi lidahnya seperti akan lepas jika terus memakan ketoprak super pedas tapi juga super enak ini.

Sampai akhirnya sepertinya Joe lebih menuruti perutnya saja, toh lidahnya tidak mungkin benar-benar akan lepas kan hanya karena rasa pedas.

Setelah ketopraknya tandas, wajah Joe sudah mirip ketiping rebus. Merah.

Teman-temannya kompak menatap Joe dengan ngeri. "Kenapa lo pada?"

"Muka lo kaya gunung yang bentar lagi meletus" ucap Arya

Tau apa maksudnya, Joe hanya nyengir "Enak njir, pedas tapi mantul"

"Taruhan, bentar lagi si Joe bakal mencret" kata Toni

"Kalau itu sih ngga usah pake taruhan" Bima, teman mereka yang lain menyahut.

"Sialan. Lo pikir perut gw cemen banget cuma gara-gara ketoprak langsung mencret" Joe menanggapi sambil cengegesan. Joe tau teman-temannya benar, tapi ia enggan mengaku. Gengsi.

"Kalau sampe kita-kita benar, besok makan siang kita lo yang bayar, deal?" ucapan Arya disambut teriakan setuju teman-temannya yang lain.

Mau tidak mau, Joe terpaksa menuruti. Sudah kepalang basah pikirnya. Tidak mungkin mundur kan.

Beautiful PainWhere stories live. Discover now