14

6 1 0
                                    

Malam...

Selamat membaca, jangan lupa votenya.

***

Joe menunggu Rinjani di tempat parkir tepat pintu masuk mall. Sebelumnya cowok itu sudah meminta Rinjani untuk menunggu sampai dia datang.

Tidak lama setelah Joe mangabari kalau dia sudah sampai, Rinjani berjalan keluar dari mall menuju mobilnya terparkir. Setelahnya gadis itu duduk disebelahnya

"Bukannya gw sudah bilang kalau bakalan pulang sendiri" Rinjani buka suara

"Urusan lo sudah selesai?" Joe memilih bertanya dari pada menanggapi. Dia sendiri tidak mengerti kenapa ingin sekali menjemput cewek ini

"Iya" Jawab Rinjani. Mobil yang mereka tumpangi melaju keluar dari tempat parkir mall

Niat hati Joe hanya ingin mengantar Rinjani ke rumahnya, tidak ada maksud apa-apa. Jelas dia ingat betul Rinjani adalah gadis yang jadi incaran Toni, salah satu sahabat laknatnya

Ponsel Rinjani berdering, menunjukan sederet nomor yang tidak dikenalnya. Rinjani memutuskan untuk menerima, tapi tidak mau buka suara duluan.

"Halo ka Jani" terdengar suara riang menyapanya

"Siapa?" dia merasa tidak asing dengan suara itu, tapi tidak bisa menduga itu suara siapa

"Ini Nada kak" kata suara disebrang telfonoh ya, pantas suara ini terdengar tidak asing

"Ada apa Nad?"

"Kakak lagi sama abang?" tanya Nada

"Iya, kamu mau ngomong sama dia?" balas Rinjani

"Ngga, males" spontan Rinjani ingin sekali tertawa mendengar respon Nada "Justru aku mau nyampein pesen dari bunda buat kakak"  Rinjani kembali mendengarkan

"Bunda ngajak kakak kerumah. Bunda bikinin pie susu khusus buat kakak, katanya buat permintaan maaf"

"Tapi maaf buat apa Nad?" Rinjani merasa aneh karna tidak pernah bertemu dengan ibunya kakak beradik itu. Kenapa tau-tau minta maaf?

"Emmm itu ka, soal tadi aku numpahin ice cream di baju kakak"

"Tapi kan kamu udah ganti pake baju kamu"

"Tapi bunda udah buatin khusus buat ka Jani" terdengar dengan jelas Nada kecewa di sebrang telfon, membuat Rinjani tidak nyaman

"Oke, saya kesana ya" Rinjani memutuskan akan datang, rasanya tidak sopan menolak niat baik Nada dan bundanya

"Asiik... Cepetan ya kak, aku tungguin" Nada suaranya sudah kembali semangat seperti biasanya. Setelahnya telfon sudah dimatikan

Rinjani baru akan mengucapkan niatnya yang akan kerumah Joe, tapi sesaat fokusnya teralih pada jalan yang bukan mengarah ke rumahnya

"Mau kerumah gw kan?" Joe buka suara

Rinjani hanya mengangguk, dari mana cowok itu tau?

"Nada dari tadi cerita ke bunda soal lo, mana semangat banget ceritanya" tanpa diminta, Joe bercerita padanya

"Bikin bunda kepo kepengen kenal sama lo, sampe bikinin lo pie susu juga" Joe menoleh ke samping menatap Rinjani. Cowok itu menunjukan senyumnya, senyum yang menular. Membuat Rinjani yang melihat jadi ikut tersenyum juga

Sisa perjalanan hanya diisi oleh suara dari radio yang terpasang di mobil, Joe sibuk menyetir sedangkan Rinjani memperhatikan jalan yang akan membawanya ke rumah cowok yang ada disampingnya

Tanpa sadar, Rinjani menjadi khawatir saat dirinya berfikir tidak lama lagi dia akan bertemu dengan ibunya Joe dan Nada.

Entah apa yang membuatnya khawatir, Rinjani tidak tau harus bersikap seperti apa nanti. Ditambah dia sadar bahwa dia bukan termasuk orang yang ceria dan mudah akrab dengan siapa saja seperti Rara sahabatnya dan Nada.

Dia kebalikan dari mereka.

Rinjani masih asik tenggelam dengan pikirannya sendiri saat mobil yang ditumpanginya berhenti dan terparkir disalah satu halaman rumah bergaya minimalis

"Yuk turun" kembali terdengar suara Joe

Rinjani menurut dan berjalan dibelakang laki-laki itu menuju pintu utama yang terbuka, sambil masih mencoba menenangkan jantungnya.

Belum saja mereka masuk, tapi sudah tercium bau manis kue dari dalam rumah

"Kak Jani..."

Suara Nada menggelegar, detik selanjutnya tangan Rinjani sudah ditarik menuju bagian rumah lebih dalam

"Ayo buruan kak, bunda udah nungguin di dapur" dengan suara bersemangat seperti biasanya

Joe hanya geleng-geleng kepala sambil mengikuti dua gadis itu

Sampai didapur wangi yang sebelumnya Rinjani cium semakin jelas, membuat perutnya semakin minta diisi

Seorang wanita yang sangat mirip dengan Nada terlihat baru saja mengeluarkan pie susu dari dalam oven

Wanita itu tersenyum saat melihat kedua anaknya dan tambahan ada Rinjani disana

Tatapannya lembut, dengan celemek yang membalut tubuh bagian depannya, menghindari adonan kue ke baju

"Nada pelan-pelan jalannya" Sintia memperingati anak gadisnya yang hobi sekali membuatnya khawatir

"Hehe kalem bun" lagi-lagi sintia hanya bisa geleng-geleng mendengar jawaban dari anak perempuannya itu

"Ini Rinjani?" kali ini Sintia beralih menatap Rinjani

Sedangkan Rinjani hanya bisa mengangguk sembari menyalimi tangan Sintia

"Cantik" Sintia tidak bisa menahan tangannya untuk tidak mengusapkan tangannya dirambut Rinjani

Hati Rinjani menghangat, seketika pandangannya kabur akibat air mata yang tiba-tiba meluap. Selanjutnya Rinjani tidak bisa menahan air matanya

Sintia, Nada dan Joe heran melihatnya tiba-tiba menangis

"Kenapa nangis nak?" Sintia menghapus air mata anak gadis yang ada di depannya dengan lembut

"ABAAAANG! Abang ngapain ka Jani tadi sampe nangis gitu?" Nada mencubit lengan Joe yang membuat cowok itu mengaduh sambil mencoba melepaskan cubitan Nada

Keributan yang Nada dan Joe ciptakan sepertinya tidak mengganggu Rinjani dan Sintia. Sorot lembut mata Sintia intens menatap Rinjani, menunggu Rinjani menjelaskan apa penyebab dia menangis

"Jani kangen mamah"

Entah dorongan dari mana, Rinjani mengungkapkan kalimat yang sangat jarang dia ucapkan. Bahkan dihadapan sang papah

Sintia membawa Rinjani ke pelukannya, membiarkan baju yang dipakainya sedikit basah karna air mata Rinjani

Berusaha memberikan ketenangan pada gadis dalam pelukannya, membelai surai lembut Rinjani

Dia dan Rinjani baru saja bertemu, tapi entah dari mana Sintia merasa menyayanginya

Joe dan Nada memperhatikan Rinjani dan ibu mereka. Rinjani yang masih menangis, Sintia yang masih mengusap rambutnya dengan lembut

Mereka tidak sadar ada seseorang lagi disana yang melihat Rinjani dan Sintia dengan hati tidak suka.

Beautiful PainWhere stories live. Discover now