10

9 1 0
                                    

Haiii... Selamat hari minggu

Terimakasih karna masih membaca cerita yang aku buat, jangan lupa votenya juga ya. Selamat membaca.

***

Dosen yang mengajar baru saja keluar dari kelas, sedang Rinjani dan Rara masih membereskan peralatan mereka yang ada diatas meja kedalam tas masing-masing. Sampai sebuah panggilan menginterupsi kegiatan mereka.

"Rinjani"

Merasa namanya dipanggil Rinjani menoleh kesumber suara "Ya?" dihadapannya berdiri cowok yang tidak dikenalnya

"Ini, buat makan siang" cowok itu meletakan kantung plastik makanan dengan logo restoran terkenal dimeja Rinjani

"Buat gw?" Rinjani memastikan, dan cowok itu kembali menggangguk "Sorry, tapi gw ngga bisa terima" kata Rinjani mengembalikan makanan tersebut

"Kenapa?" terlihat sekali cowok itu kecewa

"Gw ngga biasa terima makanan dari orang yang ngga gw kenal" Rinjani menjawab jujur

Detik berikutnya cowok itu mengulurkan tangannya dengan begitu semangat "Tio"

Rinjani menebak mungkin itu nama si cowok asing ini. "Gw Rinjani, kayaknya lo udah tau nama gw" tidak ada senyum yang Rinjani tunjukan ke lawan bicaranya "Sorry gw harus pergi" Rinjani bangun dari kursinya dan berlalu keluar kelas.

Dari belakang Rara mencoba menyusul "Jani tungguin woi!"

Tapi Rinjani terus saja berjalan sampai tasnya ditarik oleh Rara "Lo mau bikin tas gw rusak?" Rinjani mengecek tasnya karna takut ada yang sobek

"Mau kemana lo?" Rara tidak memperdulikan dan malah bertanya hal lain

"Kemana aja asal ngga ada yang gangguin" Rinjani risih dengan cowok yang baru saja menghampirinya. Tidak kenal tapi berani memberinya makanan, kalau makanan itu ada racunnya gimana?

"Tio maksud lo?" Rara memastikan, Rinjani mengangguk sebagai jawabannya

"Tapi kan maksudnya baik tau Jan, lagian lumayan kan dapat makanan gratis"

"Gw masih punya duit buat beli makan sendiri" Rinjani kembali melanjutkan langkahnya. Tujuannya adalah perpustakaan, Rinjani ingin tidur sebentar

Disepanjang jalan meluju perpus, banyak cowok-cowok yang terang-terangan mencari perhatian Rinjani. Tapi tidak satupun yang mendapatkan respon.

Setelah sampai ditempat tujuan, Rinjani mencari tempat membaca yang menurutnya paling nyaman dan memejamkan matanya.

Waktu tidurnya jadi tidak teratur semenjak dia menggantikan sang papah mengurus club malam.

"Yaaah dia molor" Rara yang duduk disamping Rinjani hanya geleng-geleng kepala. Tapi Rara tidak merasa kesal sama sekali karna dia tau, salah satu waktu tidur untuk Rinjani adalah ketika tidak ada jam kuliah.

Rara tak habis pikir dengan hidup Rinjani yang tiba-tiba berubah. Meskipun sajak lahir sudah ditinggalkan oleh sang ibu, tapi sahabatnya ini tumbuh dengan baik karna adanya sang ayah.

Selalu ada senyum diwajahnya, sikap yang semangat dan ceria setiap harinya hilang seketika saat ayah dari sahabatnya ini dikabarkan mengalami musibah dan sampai hari ini belum sadarkan diri.

Beban sang ayah otomatis berpindah. Rinjani dipaksa menanggung beban yang tidak ringan.

"Bengong aja" Rara terkejut saat pundaknya ditepuk oleh seseorang "Awas kesambet lo" sambung seseorang yang sudah duduk dibangku yang ada disampingnya.

"Sssst" Rara memberi isyarat untuk tidak berisik kepada Joe. Sebelumnya dia memang sudah lebih dulu kenal dengan Toni tapi sejak mereka bertemu dikantin waktu lalu, Rara jadi cukup akrab juga dengan Joe dan Arya.

Joe menjawab dengan mengacungkan jempolnya. Niatnya ke perpustakaan memang untuk mengerjakan tugas tanpa diganggu oleh teman-temannya yaitu Toni dan Arya. Mereka memang tidak bisa disuruh tenang

Saat Rara sedang asik mengedit foto yang akan diupload di instagram miliknya sedangkan Joe yang baru saja selesai dengan tugasnya. Terdengar dering ponsel milik Rinjani yang otomatis mengganggu tidur dari sang pemilik.

Melihat nomor muncul dari rumah sakit, membuat Rinjani langsung menerimanya. Hati Rinjani berdebar, pasti ini tentang kondisi sang ayah.

"Ya?" suara Rinjani terdengar lebih dingin dari biasanya

"......"

"Baik, terimakasih. Saya kesana sekarang" setelahnya Rinjani memutuskan sambungan ponselnya.

Rara yang melihat dengan jelas kalau sahabatnya ini tiba-tiba menjadi gelisah "Kenapa lo?" tanyanya

"Kondisi bokap drop" jawaban yang membuat Rara jadi ikut panik, dia kenal dengan baik ayah Rinjani. Beliau sosok yang sangat baik. "Gw mesti buru-buru ke rumah sakit sekarang"

"Gw bawa mobil" kata Rara menyahut, dan baru akan bangun dari duduknya tapi Rinjani menahan

"Kelamaan kalau pake mobil Ra, lo tau sendiri macetnya kaya gimana kan"

Benar, terlalu lama kalau menggunakan mobil. Terlihat Rinjani gelisah dan sibuk memikirkan bagaimana cara tercepat sampai ke rumah sakit.

"Sorry, gw bisa anter lo kalau lo ngga keberatan. Gw bawa motor, bisa lebih cepat sampai" Joe menginterupsi Rinjani dan Rara.

Joe takut dikira ikut campur karna tau-tau menawarkan bantuan, tapi dia menepis prasangkanya itu. Toh dia hanya ingin membantu.

Rara hampir melupakan kalau di sana juga ada Joe, sedangkan Rinjani baru memperhatikan bahwa tidak hanya ada dirinya dan Rara disana.

Mendengar usul dari Joe, Rara menggangguk ke arah Rinjani yang terlihat bingung dengan tawaran dari Joe.

"Apa ngga ngerepotin?" Rinjani memastikan

"Ngga sama sekali. Ayo, kita mesti cepet berangkat kan?" Jawab Joe

Rinjani menggangguk dan segera bangkit dari duduknya, setelah sebelumnya pamit ke Rara. Rinjani dan Joe berjalan keluar dari gedung kampus menuju tempat parkir motor.

"Joe" panggilan dari seseorang menghentikan langkah Joe dan Rinjani.

Terlihat Citra, yang tadi memanggil Joe berjalan mendekat ke arah mereka "Lo mau kemana?" tanyanya

"Ada urusan Cit" jawab Joe singkat, cowok itu melihat sekilas ke arah Rinjani yang menunjukan bahwa dia sangat khawatir "Gw duluan ya"

Tapi Citra menahan tangan Joe yang otomatis membuat langkah cowok itu berhenti "Tapi sebentar lagi kita ada kelas"

"Urusan gw kali ini lebih penting" jawab Joe terdengar lebih tegas. Joe melepaskan tangan Citra yang menahannya. Setelahnya cowok itu menggenggam tangan Rinjani, dan membawanya dengan langkah cepat

Sedangkan Citra masih berdiri ditempatnya, memperhatikan Joe yang menggenggam tangan cewek lain didepannya. Hatinya sungguh sakit.

Selama mereka kenal, Joe sama sekali tidak pernah menggenggam tangannya lebih dulu, selalu Citra yang memulai semua. Tapi kenapa dengan cewek tadi sikap Joe berbeda?

Kenapa bisa Joe lebih memilih pergi dengan cewek itu?

Kenapa Joe sampai rela tidak hadir dikelas demi cewek itu?

Seketika banyak pertanyaan yang muncul didalam pikiran Citra, pikiran-pikiran yang membuat dia tidak nyaman. Pertanyaan-pertanyaan yang membuat dia takut Joe menjauh darinya.

Sungguh Citra tidak akan membiarkan jika sampai itu terjadi, Joe miliknya.

Beautiful PainWhere stories live. Discover now