3

24 2 0
                                    

Joe sedikit berlari ke arah toilet yang ada di ujung koridor kampusnya. Benar saja dugaan teman-temannya. Perutnya kesakitan, dan dia butuh wc secepatnya akibat ketoprak yang dia makan sekitar satu jam yang lalu.

Beruntung toilet sedang sepi jadi Joe bisa bebas mengeluarkan isi perutnya.

Setelah di rasa perutnya sudah lebih baik, Joe keluar dengan wajah lega luar biasa. Tapi langkahnya sedikit terganggu akibat benda yang tidak sengaja diinjaknya.

Dompet

Terlihat jelas kalau dompet tersebut punya seorang wanita. Karna warna peach dengan pita kecil yang ada ditengahnya.

Joe menolehkan kepala ke kanan-kiri mencari siapa pemiliknya masih ada disekitarnya. Tapi disitu tidak ada wanita yang terlihat sedang mencari atau kehilangan sesuatu.

Mungkin si pemilik dompet ini masih ada di dalam toilet wanita yang memang letaknya ada disebelah toilet pria. Jadi Joe memutuskan untuk menunggu.

Tapi sampai dua puluh menit tidak juga dia menemukan si pemilik dompet ini, sedangkan sebentar lagi Joe harus masuk kelas.

Joe memasukan dompet yang dia temukan kedalam tas nya dan berjalan menjauhi toilet menuju kelasnya yang ada dilantai 3 gedung kampusnya. Dia akan mencari pemilik dompet itu nanti, menurut Joe kelasnya lebih penting sekarang.

***

Setelah mata kuliahnya hari ini selesai, Rinjani memutuskan untuk langsung pulang. Seharian ini dia tidak bisa konsentrasi pada mata kuliah yang disampaikan para dosennya. Rinjani sibuk memikirkan dimana dompetnya jatuh.

Tapi sampai sekarang belum juga Rinjani dapatkan jawabannya.

Setelah taksi online yang ditumpangi Rinjani sampai didepan pagar rumahnya, dia langsung turun dan masuk kedalam kamarnya. Melempar asal tas ke atas meja dan setelahnya dia merebahkan diri di atas kasur berukuran king size.

Tubuhnya sama sekali tidak lelah, tapi otaknya terasa ber asap akibat sedari tadi mengurutkan apa saja yang dilakukannya dan kira-kira dimana dia menghilangkan dompetnya.

Demi apapun. Rinjani tidak peduli dengan uang didalamnya, dia hanya peduli pada selembar foto ibunya. Hanya itu foto sang ibu yang dia miliki.

Foto sang ibu ketika seumuran dengan dirinya kini. Foto yang keluarganya bilang sangat mirip dirinya, tapi menurut Rinjani ibunya jauh lebih cantik dari dirinya.

Tok tok tok

Rinjani bangun dari kasurnya dan berjalan ke arah pintu kamarnya dan menemukan Amira, tantenya

"Sudah pulang dari tadi Jan?" tanya Amira

"Barusan Tan, ada apa?"

"Tante masak semur iga kesukaan kamu. Makan yuk"

"Aku belum lapar. Tante duluan makan aja" Rinjani biasanya tak pernah menolak ajakan makan bersama sang tante seperti ini. Tapi hari ini moodnya benar-benar sedang buruk.

"Kamu sakit? Kenapa lemas gitu?" Amira baru saja akan menyentuh kening Rinjani untuk mengecek suhu tubuhnya. Tapi sebelum tangan itu sampai ke kening Rinjani, dia keburu menepis halus tangan sang tante.

"Ngga, cuma cape. Aku mau istirahat tan" sebelum mendapat jawaban sang tante, Rinjani segera menutup pintu kamarnya.

Kadang Rinjani merasa sebagai keponakan yang tidak tau diri. Sudah dirawat dengan baik oleh sang Tante, tapi kelakuannya yang seperti tadi bisa dikatakan kurang sopan.

Rinjani tak tau kenapa. Dia hanya merasa kalau perilaku sang Tante terlalu baik, dan terasa... palsu.

Entahlah itu benar atau hanya dugaan saja. Rinjani tidak tau.

Beautiful PainWhere stories live. Discover now