Dentuman musik keras serta ruangan dengan penerangan reman itu membuat Rinjani tidak betah. Tapi dia tidak bisa meninggalkan tempat ini.
Rinjani tau ini yang membuat isi ATMnya tidak pernah kosong. Bukannya tidak bersyukur, tapi apa yang harus disyukuri jika uang itu dari usaha tempat haram seperti ini?
Jika ibunya masih ada dan tau, mungkin Rinjani akan dimarahi habis-habisan, di berikan banyak omelan sekaligus nasihat.
Membayangkan menerima omelan seorang ibu membuat senyumnya muncul. Ibunya memang hebat, bisa membuat Rinjani tersenyum karna bayangan amarahnya.
Tapi sampai kapanpun itu tidak akan Rinjani dapatkan.
Rinjani naik kelantai dua. Banyak ruangan berupa kamar kosong yang harusnya dapat digunakan untuk sesuatu yang akan menambah uangnya, tapi Rinjani akan tetap membiarkannya kosong. Rinjani tidak akan menjelaskan lebih lanjut harusnya ruangan itu untuk apa. Hanya akan membuatnya mual.
Rinjani menuju ruangan yang berada dipojok lantai dua. Ruangan yang hanya untuknya. Rinjani tidak akan keluar dari ruangan itu sampai akan menjelang fajar nanti.
Dia memilih untuk tidur.
Rinjani sudah mempercayakan lantai satu yang bising itu pada orang kepercayaannya.
Rinjani berjalan menuju sofa panjang yang sangat empuk dan merebahkan dirinya. Mempersilahkan rasa kantuk yang menghampirinya.
***
Joe memperhatikan teman-temannya yang tengah bergoyang dengan gerakan semau mereka. Dia terus memaki teman-teman sialannya ini karna telah menyeretnya ke tempat bising serta penuh dengan hal-hal yang jauh dari kata baik.
Silahkan bilang Joe munafik, terserah kalian.
Tapi Joe bersumpah demi ibunya bahwa dia benci ditempat ini. Rasanya kaki Joe gatal ingin pergi dari tempat ini kalau saja dompet dan ponselnya tidak diambil paksa oleh Arya.
Memang teman bangsat, batinnya.
Tidak tahan dengan bisingnya musik dan tatapan wanita-wanita yang seakan kelaparan ingin memangsanya, Joe keluar dan memutuskan untuk menunggu diparkiran. Lebih baik dia habis digigit nyamuk dari pada habis dimangsa para wanita ini.
Saat sudah sampai diparkiran tidak ada yang bisa Joe lakukan untuk mengalihkan perhatian selain membaca plat kendaraan yang terparkir, gabut sekali dia.
Sampai saat matanya mengarah ke salah satu mobil yang baru saja berhenti di pintu masuk tempat laknat itu, seorang perempuan dengan rambut sebahu membuka pintu belakang dan masuk kedalamnya.
Meskipun jarak mereka agak jauh dan keadaan yang sudah larut, tapi Joe masih bisa melihat dengan jelas kalau cewek itu cantik. Meski dengan dagu yang terangkat dan wajah yang bisa dibilang jauh dari kata ramah.
Tanpa sadar senyum Joe terbit, tapi detik berikutnya Joe menghapusnya.
Jujur ada rasa penasaran akan siapa cewek tadi, tapi Joe berniat untuk menghilangkan rasa itu.
Joe memilih untuk tidak mau tau sama sekali dengan cewek yang dia temui ditempat seperti ini, terlalu beresiko pikirnya.
YOU ARE READING
Beautiful Pain
Teen Fiction"Ikut gw Jan. Lo ngga percaya kalau gw bisa jaga lo hah?!" Amarah cowok yang terkenal usil dan banyak tertawa itu akhirnya pecah. Wanita didepannya benar-benar keras kepala. "Lo cuma orang luar. Gimana bisa gw percaya sama lo saat orang yang gw angg...