11

12 1 0
                                    

Jangan lupa untuk selalu vote sebelum membaca ya, enjoy

***

Rinjani hanya bisa melihat Papahnya dari kaca yang berada dipintu ruang rawat. Didalam sana dokter dan beberapa perawat sedang berusaha dengan maksimal untuk ayahnya, sedangkan Rinjani hanya bisa berdoa dari luar.

 Didalam sana dokter dan beberapa perawat sedang berusaha dengan maksimal untuk ayahnya, sedangkan Rinjani hanya bisa berdoa dari luar

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

(Banyagin aja kalau lokasinya dirumah sakit ya)

Ekspresi dinginnya tidak berubah, meskipun terlihat dengan jelas bahwa Rinjani berusaha setengah mati untuk menahan air matanya agar tidak jatuh. Sambil terus memanjatkan doa kepada sang pemilik kehidupan agar berbaik hati memberikan keselamatan untuk papahnya

Joe masih disana, cowok itu ternyata tidak hanya mengantar Rinjani sampai kerumah sakit, tapi menemaninya juga. Rinjani sudah menyuruhnya untuk pergi karna dia tidak mau semakin merepotkan. Tapi Joe menolak.

Joe melihat cewek itu berusaha tetap bersikap tenang, mempertahankan wajah dinginnya. Joe juga meihat Amira, yang hari ini Joe kenal sebagai tante dari Rinjani.

Berbeda dengan Rinjani, Amira terlihat sangat khawatir, berkali-kali Joe melihat Amira menyeka air matanya yang keluar. Sejenak Joe berfikir perbedaan yang ditunjukan dua wanita yang ada didepannya saat ini. Sang keponakan yang sangat tegar, sangat bertolak belakang dengan sang tante.

Seorang dokter keluar dari ruangan Papah Rinjani dirawat, membuat Rinjani langsung bertanya "Bagaimana Papah saya dok?"

"Syukurlah kondisi beliau sudah kembali stabil" jawab sang dokter yang membuat Rinjani dan Amira bernafas lega.

"Tapi ada yang perlu saya bicarakan tentang kondisi pasien, bisa ikut saya?" tanya sang dokter. Rinjani mengangguk dan mengikuti dokter tersebut keruang kerjanya.

"Ada apa dok?" tanya Rinjani

Terlihat ekspresi khawatir dari dokter Budi yang terbaca oleh Rinjani "Katakan dok, ada apa sebenarnya? Bagaimana kondisi papah saya?"

"Kondisi Pak Darmawan yang tiba-tiba drop sangat aneh Jani" Dokter Budi mulai menjelaskan "Seperti yang kamu tau sebelumnya, kondisi papah kamu sebelumnya sudah menunjukan kemajuan"

Rinjani mengangguk, memang sebelumnya kondisi sang papah sudah menunjukan peningkatan.

"Tapi tiba-tiba hari ini beliau drop. Setelah kami periksa, dan kami menemukan obat yang membuat jantung pasien melemah"

Bisa Rinjani simpulkan penjelaskan dari Dokter Budi, ada yang ingin mencelakain papahnya. "Tapi bagaimana caranya orang itu bisa melakukannya dok?" tanya Rinjani

"Saya mengira mungkin orang itu masuk saat tidak ada yang menjaga pasien Jani. Dan kami pihak rumah sakit juga tidak bisa terus menerus berjaga diruang tiap pasien, maafkan kami yang lalai menjaga papah mu" terlihat Dokter Budi sangat menyesal.

"Tidak apa dok, saya tau Dokter dan tim rumah sakit sudah melakukan yang terbaik" jawab Rinjani "Setelah ini saya akan menempatkan beberapa orang untuk berjaga didepan ruangan papah. Tapi apa kira-kira pihak rumah sakit mengizinkan dok?"

"Itu rencana yang bagus Jani, untuk izin akan saya bantu bicarakan ke tim rumah sakit. Mereka pasti mengizinkan" terlihat Dokter Budi bersungguh-sungguh dengan ucapannya.

Setelah berbicara dengan Dokter Budi, Rinjani kembali keruang rawat sang ayah. Di dalam sana ada tantenya dan Joe tentu saja.

"Apa kata Dokter Budi Jani?" tanya Amira

"Bukan apa-apa tante, dokter hanya jelasin gimana kondisi papah aja" Rinjani memilih tidak mau berkata jujur, dia takut membuat sang tante semakin khawatir. Amira hanya menggangguk mendengar kata-kata Rinjani

"Kalau gitu tante tinggal buat beli makanan sebentar ya. Kalian pasti belum makan kan?" tanya Amira pada Rinjani dan Joe

"Jangan repot-repot tante, saya sudah mau pamit pulang kok" Joe menyahut

"Ngga boleh" Rinjani menahan tangan Joe yang akan menggunakan jaketnya. Membuat Joe menatap wanita itu. Cantik, batinnya. "Makan dulu" lanjut Rinjani

Joe, cowok itu tidak bisa menolak. Dia terpaku dengan mata indah Rinjani.

Amira yang melihat itu hanya tersenyum dan tidak mau mengganggu segera saja keluar ruang rawat menuju kantin rumah sakit yang sudah ia ketahui dimana lokasinya.

Rinjani melepaskan tangannya dari Joe, dan duduk ditepi ranjang sang papah. Wanita itu sepertinya tidak sadar sudah membuat jantung Joe dag dig dug

Rinjani tersenyum ketika memperhatikan sang papah yang sepertinya sangat tenang dalam tidurnya. Saat sehat, papahnya memang orang yang gila kerja. Tidak peduli siang dan malam, tidak kenal hari sabtu dan minggu atau hari libur lainnya.

Selagi ada waktu dia akan habiskan dengan bekerja dan bekerja, tapi setiap Rinjani membutuhkannya, sang papah langsung mengabaikan semua pekerjaannya. Rinjani senang saat tau dirinya selalu jadi prioritas.

Banyak waktu istirahat sang papah yang terbuang karna pekerjaannya, mungkin saja sekarang papahnya ini ingin mengganti waktu tersebut. Istirahat tanpa khawatir akan pekerjaan.

Tapi mengingat apa yang dibicarakan oleh Dokter Budi bahwa mungkin ada orang yang berniat mengganggu waktu istirahat sementara sang papah, dan menjadikannya istirahat untuk selamanya membuat Rinjani khawatir dan marah.

Siapa yang tega berbuat seperti itu? Apa salah papahnya sampai seseorang ingin sang papah pergi dari dunia. Demi Tuhan Rinjani akan menemukan orang yang berniat mencelakai papahnya.

Air mata Rinjani hampir turun, dia lelah. Lelah mengurus hal yang dia benci, lelah dipaksa menyelesaikan masalah yang terlalu tiba-tiba muncul. Lelah mempertanyakan kapan semua kembali seperti sebelumnya.

Namun air mata itu seakan hilang saat Rinjani merasakan usapan lembut di kepalanya. Rinjani mencari si pemilik tangan yang masih mengusap kepalanya, yang membuatnya merasa lebih baik, dan Rinjani menemukan Joe disana.

Laki-laki itu menatap lembut Rinjani tepat di manik matanya "It's oke Jan, semua akan baik-baik aja" katanya

Setelahnya Rinjani berusaha dengan sangat keras agartidak menghambur kepelukan Joe, entahlah ingin sekali rasanya Rinjanimenumpahkan semua lelahnya disana. 

Beautiful PainWhere stories live. Discover now