Vernon hanya bisa terdiam mematung. Suasana hatinya tak karuan, pikirannya pun berantakan.
"Rose.. jangan terlalu memikirkan hal ini. Kumohon" ucap Vernon lirih.
"Vernon.. katakan.. apakah aku akan mati?" kalimat itu tiba-tiba keluar dari mulut Rose. Dengan ekspresinya yang datar dan tatapan yang kosong.
Vernon membulatkan mata setelah mendengar kata-kata Rose.
"Omong kosong!! Apa yang kau bicarakan?! Itu tidak akan terjadi padamu! Kau pasti akan sembuh! Dengar, jangan pernah melontarkan pertanyaan menakutkan seperti itu!" tegas Vernon.
Ditengah suasana tegang itu Alice kembali datang. Dengan raut wajah yang seolah menanyakan apa yang sedang terjadi disana.
"Aku mendengarmu berbicara dengan keras" Alice menatap Vernon yang kini sedang menunduk.
"Apakah kalian bertengkar? Katakan, ada apa?" tanya Alice lagi. Namun keduanya hanya diam.
"Rose kau--" Alice menghentikan pembicaraannya setelah melihat gumpalan rambut di tangan Rose. Kini ekspresinya tak jauh berbeda dari Vernon.
Alice berlari kecil kearah Rose, lalu memeluknya dengan erat. Tangisan Alice benar-benar memecah saat itu.
"Eonnie, kenapa kau menangis?" tanya Rose dengan nada yang sama seperti sebelumnya.
Namun Alice tidak menjawab, ia malah mempererat pelukannya.Merasa tidak tahan melihat apa yang terjadi, Vernon memilih untuk pergi keluar. Disana ia hanya terduduk sambil menenggelamkan wajah dengan kedua tangannya.
"Hey kau kenapa?" suara yang sangat familiar itu menembus indra pendengaran Vernon.
Ya, dia adalah Jun.
"Apa yang sedang kau lihat adalah apa yang sedang kulakukan" jawab Vernon datar.
"Ouhh, jadi kau sedang duduk tanpa melakukan apapun? Um.. baiklah" Jun tertawa kecil.
"Dengar Jun saat ini aku sedang tidak ingin bercanda. Pergi dan lakukan saja tugasmu, biarkan aku sendiri"
Jun menghela nafas, ia pun duduk disamping Vernon sambil menepuk bahunya.
"Aku ini sahabatmu. Jika kau punya masalah maka kau bisa bercerita. Siapa tau aku bisa membantumu kan?"
"Dengan bisa menyelamatkan Rose, kau sudah cukup membantuku Jun. Sekarang hidup Rose ada di tangannmu. Aku mempercayaimu dalam hal ini. Kau bisa melakukannya kan?" Vernon menatap Jun dengan tatapan yang sangat serius.
Jun terdiam, lalu ia menunjukkan senyum canggungnya.
"Hey jangan seperti itu. Hidup dan mati seseorang hanya ada di tangan Tuhan. Aku hanyalah sebuah perantara, semuanya kembali pada Tuhan" ucap Jun.
"Tinggalkan aku sendiri!" tegas Vernon. Kalimat itu cukup membungkam Jun. Dokter itu hanya diam dan menatap Vernon bingung.
"A-ah.. baiklah, kalau begitu aku pergi dulu" ucap Jun sambil pergi.
>><<
Jun memasuki ruangannya dengan pikiran yang bercampur aduk, mencoba memikirkan kenapa Vernon bisa bertingkah seperti orang putus asa.
"Dokter Junhui? Kau sudah kembali rupanya? ucap seseorang dari arah belakang. Saat Jun menoleh, ia mendapati dokter Kang yang sedang menatap serius padanya.
"Dokter Kang? Sejak kapan kau ada disana?" Jun bertanya balik.
"Mungkin sekitar 20 menit yang lalu. Ada hal penting yang harus kubicarakan"
"Soal apa?"
"Ini soal Rose"
Jun mendekati dokter Kang, lalu duduk berhadapan dengannya.
"Ya, coba katakan. Apakah kau mendapat hasil baru? Apa ada kemajuan?"
Dokter Kang menghela nafas, ia pun memberikan beberapa kertas pada Jun.
"Ini adalah hasil pemeriksaan pagi tadi. Jujur saja dokter, aku bingung harus mulai dari mana. Kau sendiri tahu kan, bahwa Rose adalah pasien yang harus kita perhatikan. Namun.. kondisinya malah memburuk. Penyakitnya bertambah parah dan kini..." dokter Kang menjeda kalimatnya.
"Rose sudah memasuki stadium akhir"
Kalimat singkat yang dilontarkan dokter Kang itu membuat Jun membulatkan matanya.
"A-apa?! Itu tidak mungkin!" Jun menaikkan nada bicaranya.
"Andai saja demikian. Namun begitulah hasil laporan tes yang keluar, dokter Jun. Sebenarnya aku berniat menceritakan ini pada Alice. Tapi aku tidak tega melihat reaksinya nanti. Mereka sudah kuanggap seperti kerabatku sendiri" ungkap dokter Kang.
"Lalu apa yang harus kulakukan? Sangat penting baginya untuk mengetahui hal besar ini. Dia adalah kakaknya"
"Kau harus memberi tahu mereka. Kuserahkan ini padamu Jun. Semoga harimu menyenangkan. Sampai jumpa" ucap dokter Kang sambil pergi.
"Sekarang hidup Rose ada di tanganmu.."
Tiba-tiba kalimat yang diucapkan Vernon kembali mengganggu pikirannya. Benarkah hidup Rose bergantung padanya saat ini? Jun mengusap wajahnya berkali-kali, mengumpulkan keberanian untuk menyampaikan bagaimana kondisi Rose saat ini.
••••
Alice bersiap-siap memakai mantelnya dan meraih sebuah kunci yang terletak di meja ruangan Rose.
"Eonnie, kau mau pergi kemana?" tanya Rose.
"Aku mau pergi ke rumah sebentar ya, aku harus mengambil beberapa pakaian bersih untukmu. Aku janji tidak akan lama" Alice tersenyum sendu.
"Dimana Vernon?" tanya Rose lagi.
"Sepertinya ia pulang. Tapi entahlah, jika aku bertemu dengannya maka aku akan menyuruhnya untuk kesini"
"Baiklah, hati-hati di jalan"
Alice hanya tersenyum. Ia pun pergi menuju tempat dimana ia memarkirkan mobil. Tak butuh waktu yang lama karena kondisi jalan yang tak begitu padat.
Saat Alice sampai di rumahnya, ia melihat seorang wanita yang duduk di kursi depan rumah. Wanita itu hanya diam sambil menunduk. Alice tak bisa melihat wajahnya dengan jelas, karena ia menggunakan sebuah kaca mata hitam.
"Maaf, kau mencari siapa?" tanya Alice dengan ramah.
Tak menjawab, wanita itu perlahan mengangkat wajahnya dan membuka kaca matanya. Dan betapa terkejutnya saat Alice melihat siapa wanita yang sedang berhadapan dengannya saat ini.
Bahkan Alice tidak mampu mengucapkan sepatah katapun. Lengannya mengepal, bibirnya bergetar.
"KAU!!" bentak Alice.
"Alice... putriku.."
Agak singkat;v gapapa lah yaa😁
Jangan lupa Vomment❤TBC~~
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Exist | [Blackpink x Seventeen] END
Romance" Rosèanne Park adalah segalanya bagiku " - Hansol Vernon Chwe