❝ Let's fall in love for the night
And forget in the morning
Play me a song that you like
You can bet I know every line ❞
Let's Fall in Love for the Night - FINNEAS
Kelap-kelip lampu kendaraan serta gedung-gedung pencakar langit memang indah apabila dilihat dari ketinggian ribuan meter kaki; mungkin terlihat mobil dan motor kecil seperti mainan yang lalu-lalang, lalu gedung-gedung yang ketinggiannya saling bersaing.
Tapi pemandangan itu tidaklah seindah realita kalau lo ada di dalam mobil; pemandangan yang dapat dilihat hanyalah sebatas mobil dan motor yang saling memenuhi jalan raya, kemudian klakson yang semakin memperkeruh keadaan.
Meskipun ini sudah jam 12 malam lewat sedikit.
Jakarta is the city that never sleeps.
"Lo gila, tau gak?"
"Hah, kenapa?"
"You're alone, man. Kalo ada yang macem-macem sama lo gimana?"
Ara menoleh. "Dev, I grow up."
"Yes I know that, but lo sendirian, man!"
"I'm fine."
"You're not."
"How do you know?"
"Cuz I've known you for such a long time."
Deg. Ara tidak tahu bagaimana ia harus bereaksi sekarang; tetap stay cool atau bagaimana, dia tidak tahu. Pun kalau ia tetap berusaha untuk cool, ia telah memeluk Devan seenak jidat sambil nangis terisak-isak.
Well, she wasn't that sober.
"Lo kenapa sih? Ada apa? Kenapa tiba-tiba minum? It's not you, Ra. Lo ga biasanya minum."
"Gue diselingkuhin," jawab Ara, otaknya kini memproyeksi kilasan balik tentang bagaimana mantannya telah bahagia dengan anak SMA itu – shit, kini Ara kembali menangis. "Sama anak SMA anjing! Jamet parah woi, can you imagine? Being replaced with jamet SMA?"
Oke, Devan tidak tahu harus memberikan reaksi apa, karena, astaga ini lucu. Bagaimana bisa seseorang seperti Ara diduakan? She's that perfect; Devan yang telah mengenal Ara selama 5 tahun sebagai seorang sahabat pun mengetahui fakta tersebut. Bahwa Ara pasti akan menjadi pacar yang baik karena ia kelewat pengertian dan pemaaf.
"Gue kangen banget sama lo, Dev."
Devan, yang lagi menyetir, menoleh dan tersenyum tipis. "Gue juga," jawabnya.
"Cewek lo gimana? Langgeng banget."
"Well, we broke up. A few weeks ago. Dia selingkuh."
DAMN.
"Sedih sih... tapi yaudah, kali aja 2019 doi baru."
Ara tertawa. "Iya, 2019 doi baru."
"Gitu dong, ga usah ditangisin yang begituan mah," kata Devan sambil jempolnya menggeser layar ponsel, cowok itu mencari sebuah playlist yang tepat untuk saat ini.
"Jangan main hape sambil nyetir."
"Iya bos, nyari lagu doang."
Alunan musik mulai mengikis atmosfir di dalam mobil dan Ara menoleh ke arah Devan sambil tertawa. "Playlist lo ga pernah ganti!"
"Emang. Gue suka banget The 1975."
Dan jujur sekali; karena Devan-lah hingga saat ini Ara sangat menyukai The 1975. "I waste late but arrived
I'm sorry but I'd ather be getting high than watching the family die
Exaggerate and you and I
Oh I think I did something terrible to your body
Don't you mind?"
"Gila masih hapal aja," Devan tertawa ngakak sambil melihat Ara. "Seinget itu emang sama lagu fav gue?"
"Lo gitarin ini sampe mampus dari dulu, gimana gue ga hapal?"
"Lagu ini meaningful banget tau, Ra, bagi gue."
"I know. It releases the stress from your thoughts, the feeling of being not good enough... sama. Gara-gara lo gue jadi dengerin ini tiap sedih dan makin kejer, congrats Devan. You affect me."
"Lo emang reminder yang baik ya?"
"Well, I'm good at remembering things."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jakarta
Teen FictionSetelah 3 tahun tidak bertegur sapa, sepasang sahabat - Devan dan Ara - akhirnya kembali bertemu dengan tidak sengaja di sebuah kelab malam. Mereka menghabiskan malam bersama di Jakarta, mengelilingi kota itu sembari bercerita tentang kelanjutan hid...