3 » Jl. Rasuna Said

104 9 6
                                    




But even though this ain' t pretty and simple

Like a bed of roses

Least know my hope is

That you stick around til the end

Cause you're my best friend

NIKI – Around

"Ini kita ngapain ke Jakpus, sih, Dev? Random banget lo nyulik gue kayak gini."

"Pengen kerak telor."

Mata Ara membelalak. "Ini hampir jam satu, bego. Mau nyari dimana?"

"Biasanya abang-abang yang jualan di PRJ ada di Monas."

"Udah tutup, abangnya ngantuk."

"Bawel," decak Devan lalu melihat sekilas ke arah Ara.

"Apaan liat-liat?"

"Buset, lo galaknya gak ilang-ilang, pantes aja diselingkuhin."

Ara yang mendengar perkataan tersebut dengan spontan mencubit lengan Devan yang sedang menyetir dengan keras, sangat keras sampai-sampai cowok itu teriak dan mengaduh kesakitan akibat ulahnya. "Sembarangan banget kalo ngomong, tai."

"Cewek galak itu... dikenang-able kok, Ra, tenang aja," ujar Devan santai, ia terkikik di akhir kalimatnya dan kedua sudut bibirnya naik ke atas.

"Sumpah, gue masih gak habis pikir gue bisa-bisanya diselingkuhin sama anak SMA. Well, mungkin karena gue gak pinter nyanyi kali ya. Tuh bocah emang suaranya bagus, mana doi gue pernah dinyanyiin lagu duh apaan tuh liriknya 'kau tiada yang lain yang pantas untukku'? buset, cringe amat tuh bocah. Baru kenal dua minggu doang udah berani cover gituan, nge-tag di Instagram. Gak punya harga diri emang, udah PHO, cringe pula."

Lagi, Devan tidak tahu harus tertawa atau tidak, karena menurutnya cara Ara menceritakan hal ini sangatlah lucu, logatnya yang belum sepenuhnya menjadi orang Jakarta dengan menggunakan frasa lo-gue pun terdengar begitu unik di telinga Devan. Ini adalah orang yang dia kenal beberapa tahun yang lalu.

"Itu lagu apa ya? Sumpah, gue gak into lagu Indonesia yang cringe kayak gitu."

"Ye anjing, iya emang lo yang paling modern yang lainnya debu budaya tradisional yang cringe cringe bunyi sepeda –"

"Dev, you're not funny."

"Gue lucu begini. Mau tes gak?"

Ara menoleh. "Apa?"

"Gue punya pertanyaan: ikan apa yang banyak dosanya?"

Sejenak, Ara berpikir, memberikan spasi detik antara jawaban dan pertanyaan. Lalu kepalanya menggeleng dan dahinya berkerut. "Apa?"

"Ikan a sin."

"Hah?"

"A sin; dosa. Jadi, ikannya banyak dosa."

Krik.

Krik.

Krik.

Jujur saja sebenarnya Devan adalah orang yang lumayan kocak di antara keenam temannya –yang Ara ketahui dan pernah jumpai – namun kali ini, Devan sangat teramat garing. Garing tiada tara.

"Ketawa kek, anjing."

"HAHAHAAHA lucu banget," ujar Ara dengan tertawanya yang dipaksakan.

Ponsel Ara berdenting beberapa kali dan di saat itu pula dia langsung membuka layarnya, membalas pesan singkat dari temannya.

Olla: lo dmn

Ara: DIDN'T I TELL YOUUU

Ara: gw maen ama tmn lama gw

Olla: hah siapa

Ara: devan, my old friend

Olla: ohh

Olla: tar gw ama anak anak balik duluan

Olla: lo jgn lupa pake k*ndom

Ara: TAI

Ara: gw ga ngapa-ngapai bg

Setelah itu, tidak ada balasan apapun dari teman dekatnya saat baru masuk kampus itu. Olla memang terlalu blak-blakkan, namun tidak dipungkiri juga kalau saat ini cewek itu sedang mabuk dan kata-katanya jauh lebih blak-blakkan daripada ia sadar. Ara hanya tertawa membaca pesan singkat tersebut dan membuka aplikasi Twitter; hanya sekedar melihat berita-berita saja.

"Ra."

"Apa?" matanya tidak berpaling dari layar ponsel.

"Itu ceritanya gimana sih lo bisa diselingkuhin?"

"DUHHH," Ara langsung menoleh ke arah Devan dan menatapnya dengan tatapan yang benar-benar hopeless. "Kalau gue ceritain, gak bakalan abis ini satu malem. Gue gak tau mulainya darimana."

"Ya udah, darimana aja mulainya."

"Oke..."

***

JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang