8 » Jl. HOS. Cokroaminoto

61 2 3
                                    

How can I move on when I'm still in love with you

The Script – The Man Who Can't Be Moved

Seusai makan dan kembali melanjutkan perjalanan di dalam mobil, mulut Ara pun kian mengatup. Ara melihatnya; seorang cowok yang membuatnya sampai ke sini, seorang cowok yang sempat menjadi alasannya agar dapat kuliah disini, seorang cowok yang berhasil membuat hidupnya kacau hanya dengan sebuah perpisahan yang tidak mengenakkan.

She loves every piece of him.

The only thing she hates is that no matter how much he hurts her, she will always love him.

Sesayang itu Ara pada mantannya.

Keheningan kerap menyelimuti keduanya; Devan sesekali membuka percakapan namun sepertinya Ara tidak terlihat ingin diganggu. Entah ada apa dengan Ara, Devan tidak tahu.

Tapi Devan senang; akhirnya ia bertemu kembali dengan Ara.

Well, meskipun ia hanya bertemu beberapa kali dengan Ara di 3 tahun sebelumnya, itupun hanya karena Devan sedang berlibur dengan beberapa kerabatnya ke Kabupaten Malang dan menyempatkan diri untuk pergi ke Kota Malang hanya untuk bertemu dengan Ara.

Mereka pertama kali kenal melewati sosial media, dengan interest yang sama dan akhirnya Ara pun memilih untuk menyapa Devan terlebih dahulu.

Arana Irvan: KAKKK

Arana Irvan: suara lo bagus bgt anjir kenapa gak nyanyi aja sih?????

Devan: haiii

Devan: huhu gak tau nih gak pede aja

Arana Irvan: btw cover lagunya 1d doong yang little things

Devan: nantii

Devan: gue lg ppengen ngecover the 1975 nihh

Devan: mau denger ga?

Arana Irvan: BOLEEEEEh

Devan: waait

Begitulah kira-kira awal percakapan mereka; keduanya bertemu dalam sebuah grup penggemar dan Devan memang sering memainkan gitar atau bahkan piano saat group call.

That was the moment where they started.

Devan dan Ara mulai sering bertukar cerita, bahkan melalui free call.

Lucu rasanya kalau diingat-ingat mereka hanya kenal melalui sosial media saja, namun baik Devan maupun Ara sama-sama merasa nyaman saat berbicara mengenai kehidupan mereka di real life pada malam hari, terutama di jam-jam tengah malam.

That was their favorite.

Waktu berjalan, mereka bersahabat. Iya, hanya sebatas sahabat yang harus berkutat di dalam ruangan hampa suara tanpa dapat berteriak mereka saling menyukai satu sama lain. Gila emang, bagaimana hanya dengan pesan singkat dan suara tanpa bertemu muka mampu membuat dua orang saling jatuh cinta?

Menurut Devan itu tidak masuk akal.

Yah, meskipun Devan sempat menemui Ara di Malang.

Tapi di kehidupannya, ia bertemu dengan seorang cewek dengan segala kelincahannya dalam menari yang mampu menyihir atensi Devan berpaling pada dirinya saja.

He fell for her; real bad.

Dan itu yang membuat hubungan mereka retak.

Zea terlalu cemburu pada Ara sehingga Devan pun memilih untuk memblokir Ara dari semua sosmednya.

Tapi pada akhirnya pun Zea berujung dengan jalan di GI bergandengan tangan dengan cowok lain dan bodohnya, Devan melihat itu secara tidak sengaja dengan mata kepalanya sendiri.

Bro, that hurts.

"Ra, diem mulu," ujar Devan sambil melirik Ara. "Ada apaan sih?"

Pikiran Ara mengenai Rangga terjeda, lalu ia memutar otak agar dapat menjawab pertanyaan Devan barusan. "Gapapa, gue cuma..." Ara menggangtungkan kalimatnya.

"Cuma apaan?"

"...Cuma kepikiran gue belum ngerjain tugas yang deadline-nya besok. Gue barusan ngecek grup terus sekarang gue lagi nyari inspirasi buat bikin essay."

"Ya udah balik ke apart gue aja gimana? Tar lo pake laptop gue aja."

Ara melirik jam; sudah jam 3 dan mungkin ia memang benar-benar harus mengerjakan tugasnya. Alasan Ara memang bener kok, ia belum mengerjakan tugasnya. Ia hanya berbohong perkara ia lupa dan alasan sesungguhnya yang membuat dia diam seribu bahasa. "Boleh deh."

"Jangan apa-apain gue!" ancam Ara, berusaha keluar dari zona pikirannya yang sempat membuat terhanyut sesaat.

Devan tertawa. "Gak nafsu."

***

JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang