12 » Jl. Margonda Raya

42 3 3
                                    

One more taste of your lips just to bring me back

to the places we've been and the nights we've had

Because if this is it then at least we could end it right

Oh, why did you have to walk out of my life?

One Direction – Love You Goodbye

Ara benar-benar tidak berbohong ketika ia menyatakan bahwa tidak peduli seberapa berat mantannya menyakitinya, Ara akan selalu menyayanginya. Rasa sayangnya terlalu besar sehingga ketika mereka berinteraksi lagi, Ara sudah tidak tahu apalagi yang harus dibenci dari cowok itu.

Rasanya seperti... Ara mendapatkan segala yang ia butuhkan ketika ia bersama Rangga. Hanya Rangga yang memiliki semua itu, tidak yang lain, termasuk Devan.

"Tadi ketemu sama siapa?" buka Devan, berusaha memulai topik pembicaraan karena Ara benar-benar hanya diam dan tatapannya kosong tepat di momen ketika cewek itu menutup pintu mobil dan Devan mengemudikan mobilnya ke Jalan Margonda Raya.

"Temen," jawab Ara singkat, berusaha terlihat setenang mungkin padahal jantungnya menggedor-gedor tanpa alasan.

Ara ingin melihat Rangga lagi.

Ara ingin mengobrol dengan Rangga lagi.

Ara ingin memeluk Rangga lagi.

Terlebih, Ara ingin merasakan kecupan singkat Rangga di bibirnya, setidaknya untuk sekali lagi.

One more taste of his lips just to bring her back to the places they've been and the nights they've had.

"Mata lo sembab," komentar Devan.

"Really?"

Devan mengangguk. "Ra, I do care about you. If you need someone to talk to, I'm all ears."

Tidak mungkin Ara bercerita kepada Devan tentang apa yang ada di pikirannya saat ini, Devan jelas-jelas menyatakan bahwa cowok itu masih menyimpan rasa pada Ara, apa jadinya kalau Devan tahu bahwa sebenarnya Ara sudah tidak memiliki perasaan lagi terhadapnya dan malah tidak bisa move on dari mantannya yang brengsek itu?

Devan akan sakit hati, Ara tahu betul itu.

Tapi bukankah ini terlalu cepat?

Ara belum siap patah hati lagi.

"Eh, gak deng. Jangan, gue gak mau peduli sama lo deh. Kecuali lo keluarga gue."

Ara menoleh. "Dih, emangnya siapa yang mau dipeduliin sama lo? Ogah."

"Yah, serius nih gak mau gue peduliin?"

"Gak."

"Songong," komentar Devan. "Tapi serius, Ra. Gue gak bakal peduli sama lo, kecuali..."

"Kecuali apa?"

"Kecuali lo berkeluarga sama gue," lalu Devan mendapat sebuah toyoran dari Ara dan cowok itu tertawa.

"Apaan anjing. Tadi pagi lo maen nyosor nyium gue, ngomong-ngomong I love you, nge-chat pake aku-kamu. Sekarang apa? Lo mau ngelamar gue?"

"Yee, bercanda," jawab Devan sambil mengacak rambut Ara. "Btw, tadi pagi gue cium lo? Dimana?"

Hah. Jadi Devan tidak mengingat insiden tadi pagi? "Lebih cuy, lo ngajakin gue ke kamar."

"HAH SERIUS?"

Ara cemberut. "Serius lo gak inget, Dev?"

"Ra, semalem sebenernya gue minum banyak. Sebelum ketemu sama lo gue dicekokin Chivas sama anak-anak," jawab Devan. "Tapi gue sadar kok. Semalem gue half sober. Tapi gue hebat banget ya emang, masih bisa nyetir."

JakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang