❝ Run right along, right along
We got everything we need
Are we there yet?
Or are we somewhere in between?❞
Morningsiders – Somewhere in Between
Devan diam di sepanjang perjalanan menuju kost Ara, bahkan hanya sesekali menjawab ucapan Ara yang berusaha untuk membuka obrolan agar ketegangan di dalam atmosfir mereka tidak semakin membludak. Nyatanya hal tersebut sia-sia, Devan hanya menjawab sekenanya saja seperti:
"Nggak."
"Oh ya?"
"Iya."
"Oh gitu."
Begitu terus, seperti kaset diputar secara replay, hingga pada akhirnya Devan menginjak pedal rem dengan perlahan tepat di depan kost Ara dan Devan memiringkan kepalanya seiring dengan matanya yang kian menyipit ketika mendapati sebuah objek yang ia jelas tahu betul siapa.
Rahangnya mengeras, tidak peduli betapa keras ia mencoba untuk melunakannya, Devan benar-benar tahu betul orang yang ada di mobil berwarna putih itu pasti orang yang sama dengan yang ditemui oleh Ara siang tadi. Kaca mobil itu tertutup dan berwarna gelap sehingga Devan tidak benar-benar tahu siapa yang berada di dalam sana.
"Thanks, Dev," ucap Ara dan tersenyum sekilas. Tangannya membuka mpintu mobil dan bergerak turun secara perlahan, sama sekali belum menyadari bahwa Rangga telah menunggunya dan Devan sedang mengobservasi orang yang berada di dalam mobil itu.
Pikiran Ara meleset, ia kira Devan akan membuka kaca mobil dan langsung melesat dari kost. Jauh dari ekspetasinya, Devan malah memarkirkan mobilnya tepat di depan gerbang kost lalu merangkak turun. Kini Devan telah berada tepat di samping Ara.
"Cari makan di sekitar sini, yuk? Please, gue laper."
Kali ini Devan membuka topik, membuat Ara berpikir sejenak dan sebenarnya ia ingin sekali menuruti permintaan Devan; nasi goreng di dekat kost Ara sangat enak tapi ia tidak mungkin membuat Rangga menunggu lebih lama lagi.
"Ra, gimana?" tanya Devan, mendesak Ara untuk segera mengiyakan permintaannya. "Itu mobil siapa sih? Kenapa dari tadi siang lo ketemu sama dia mulu? Sekarang dia di samping gerbang kost lo? Kalian mau ngapain?"
Hah.
Mati, mati, mati.
Ara menelan ludah. Ia benar-benar kehabisan akal untuk menanggapi pertanyaan Devan barusan. "Temen, udah gue bilang gue mau nugas. Gue, kan, pinter banget Dev, jadi banyak deh yang minta tolong gue bantuin tugasnya. Ya gitu deh, ngerjain bareng." Kali ini, Ara tertawa canggung.
Dahi Devan mengkerut. "Seriously? This is literally the same person you met today. Kenapa lo ketemuannya harus di mobil?"
"Is that really your business, Devan?"
"It's not, of course, it's not. But it comes to my business since you've been acting weird lately, Ra. Gue temen lo, gue gak kenal lo cuma satu atau dua hari, I've known you for years. Lo aneh banget. Apa yang lo sembunyiin dari gue?"
Ara tergelak. "The fuck, Dev? Bukan urusan lo! Sumpah, bukan urusan lo. Lo temen gue bukan berarti lo harus tau semua yang gue lakuin atau who I'm related to, you're just a friend to me, Devan, at least buat sekarang."
"Kenapa lo gak cerita tentang temen lo ini?"
"Why do you think it's an obligation?"
"Gue suka sama lo. I kissed you and you kissed me back. I thought we were clear? Kita gak kenal kemarin, Ra. Gue kenal lo bertahun-tahun, bahkan lo sendiri yang bilang dulu lo suka sama gue."
"Fuck," kali ini Ara geram, matanya berair. "I don't date anymore, Devan. Gue trauma. Kalau emang lo pengen cari orang yang bisa punya hubungan romantis sama lo, go ahead cari cewek lain. Bukan gue. Gue... ini cepet banget. Gue gak bisa. I can't."
"I don't ask you to date me. Gue cuma minta ya udah jalanin aja."
"Tapi lo ngekang gue!" sergah Ara, nada bicaranya kali ini meninggi.
Di detik selanjutnya, tepat setelah Ara berkata demikian, ia terkesiap melirik ke samping Devan dan menemukan bahwa Rangga berada di samping cowok itu, sementara Devan memandangnya dengan tatapan yang tajam dan dingin.
Ara menelan ludah.
"Oh, mau ngerjain tugas?" tanya Devan dingin, ia mengangguk mengerti dan berjalan melewati Ara dengan mudahnya tanpa menoleh sekali pun ke arah Ara.
Sontak, Ara mengikutinya, berusaha mengejar Devan yang ingin membuka pintu mobilnya. "Devan, ini gak yang kayak lo pikirin, sumpah!"
"That's fine, kerjain aja tugasnya. Gue makan sendiri aja," ujarnya serius dan bibirnya terkatup rapat.
Ara berusaha meraih tangan Devan, berniat untuk mencegah Devan berhenti untuk masuk ke dalam mobil sebelum Devan sudah terlanjur pergi. "Dev, sumpah. Aku gak balik sama dia!"
"Laper, Ra. Mau makan," jawab Devan. "Udah ya. Gue harus balik juga, anak-anak pada nungguin gue."
Ara menelan ludah, menatap Devan betul-betul, bahkan sampai mengikuti gerakan bola matanya yang mengarah pada cengkraman Ara pada pergelangan tangan Devan.
"Lepas."
Lalu, Ara pun melakukannya.
Devan pergi dan Ara membeku di tempat dimana kakinya berpijak.
Sementara itu, Rangga menghampiri Ara yang sedang mematung. "Cowok kamu?"
Ara menoleh sekilas, menghembuskan napasnya pelan. "Menurut lo?"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jakarta
Teen FictionSetelah 3 tahun tidak bertegur sapa, sepasang sahabat - Devan dan Ara - akhirnya kembali bertemu dengan tidak sengaja di sebuah kelab malam. Mereka menghabiskan malam bersama di Jakarta, mengelilingi kota itu sembari bercerita tentang kelanjutan hid...