❝ Love me with your worst intentions
Painted us a happy ending
Every time you burned me down
Don't know how for a moment it felt like heaven
And it's so good wretching
Falling in the wrong direction ❞
Hailee Steinfeld – Wrong Direction
Apabila dalam skala lebih kecil, bukan konsep partai politik apalagi negara, tiap-tiap individu yang masih bernafas memiliki ideologi mereka masing-masing; peran sosialisasi baik internal maupun eksternal hingga fase pembentukkan jati diri yang membangun ideologi yang berisikan nilai-nilai seorang individu. Jelas, tiap-tiap dari mereka memiliki ideologi yang berbeda. Pada hakikatnya, ideologi terbentuk dari sebuah kejadian nyata yang dialami oleh seorang individu dan merupakan proyeksi dari apa yang dipikirkannya.
Setidaknya itu yang dapat Ara simpulkan dari pertemuan mata kuliah Pengantar Ilmu Politik pada hari ini, dimana dia yang sedang melankonlis menyambungkan dengan kehidupan percitaannya, Ara menyimpulkan sesuatu:
Pada faktanya, tidak ada pasangan yang benar-benar sempurna; dua orang yang memutuskan untuk bersama hanya pintar mengalah demi membuat seseorang yang mereka sayangi menjadi senang.
Ingat bukan, tiap orang memiliki ideologi yang berbeda? Dua orang yang memutuskan untuk bersama memilih untuk melepaskan ideologi mereka untuk yang dominan atau meleburkan kedua ideologi tersebut lalu membangunnya sehingga menjadi satu ideologi yang baru.
Dua individu akan terus berusaha agar kesepahaman ideologi terbangun dalam rangka keutuhan hubungan mereka. Mereka saling mengeratkan satu sama lain, berusaha untuk tidak menyetuh ideologi yang bersebrangan.
Namun apabila ego keduanya tidak dapat dikendalikan, saling ingin menang sendiri, maka mereka akan kembali pada ideologi mereka masing-masing.
Yang artinya mereka putus.
Sama; hal itulah yang terjadi pada Ara dan Rangga.
Mungkin mereka sudah tidak bisa bersama karena ada butir-butir ideologi yang tidak dapat disatukan dan Ara rasa ia mulai paham mengenai hal itu. Ara pun tidak ingin memaksakan lagi untuk bersama dengan Rangga.
Itu hanya akan membiarkan dia jatuh dalam lubang yang dalam lagi.
Caramel Macchiato berukuran Venti dengan tambahan satu shot espresso itu menemani Ara siang ini seusai mata kuliahnya berlangsung. Atensi cewek itu fokus pada layar laptop, jari-jarinya menari dengan lincah sambil sesekali ia membenarkan kacamata berwarna emas yang ia kenakan.
Dia tidak pernah menyangka menulis paper untuk kuliah bisa memiliki love-hate relationship yang sekuat ini.
Laptopnya berdenting beberapa kali, memang sengaja ia sambungkan WhatsApp-nya agar lebih mudah berkomunikasi. Sebuah senyuman terukir di wajah Ara.
Devan: ra, udah selesai kelas beluum?
Devan: tar aku samper ya
Devan: HAHAHAHA KOCAK BGT UDAH AKU-KAMU?????????
Ara: apaan sii wkwkk
Ara: udah nih, gue di starbucks margonda. Lo udh kelas?
Devan: kp:)
Ara: kasian bgt kak
Ara: yaudah sinii samper
Devan: otw
KAMU SEDANG MEMBACA
Jakarta
Teen FictionSetelah 3 tahun tidak bertegur sapa, sepasang sahabat - Devan dan Ara - akhirnya kembali bertemu dengan tidak sengaja di sebuah kelab malam. Mereka menghabiskan malam bersama di Jakarta, mengelilingi kota itu sembari bercerita tentang kelanjutan hid...