18. Rencana

124 10 3
                                    

Kelas gaduh luar biasa waktu gue sampai di sekolah dan masuk ke kelas. Beberapa dari orang kelas duduk melingkar, kaya lagi diskusiin sesuatu. Entah, gue juga gak tahu.

Dan gue berusaha gak mau ikut campur, jadi gue mutusin buat jalan terus sampai ke kursi tempat duduk gue. Tepat saat gue naruh tas, suara Jevan ngalihin perhatian gue.

"Rhea!" seru cowok itu sambil melambaikan tangan, nyuruh gue buat ikutan masuk ke dalam lingkaran itu.

Gue aja baru sadar ternyata Jevan sama Alan juga duduk di sana. Sebenarnya mereka semua lagi ngomongin apa sih?

Alan ikut noleh, lalu natap gue akan nyuruh buat gabung. Mukanya tengil kaya biasa, tapi anehnya hari ini dia lebih diam. Kenapa sih?

Gak sabar sama gue yang belum jalan juga akhirnya Jevan nyeletuk kesal, "sini anjir, lelet amat dah tuan putri kita ini."

"Minta tabok, ya?" geramku pelan, memelototi Jevan berharap itu anak tutup mulut sebelum gue cabein mulut nyablaknya.

"Udah cepet duduk sini," kata Alan kalem sambil nepuk tempat kosong di sebelahnya.

Hm? Tumben kalem?

Adam yang duduk di samping Alan nyengir pelan.  "Gimana udah kumpul semua 'kan?" tanyanya santai dan tegas.

Dari sekian banyak cowok gesrek di kelas gue, emang terkadang cuma Adam yang rada normal dan bisa diajak serius. Makanya gak heran kalau dia terpilih jadi ketua kelas di sini.

"Nah jadi gini temen-temen, sebenarnya dua hari lalu ulang tahun Ibu Risa. Kalau gak ngasih apa-apa 'kan gak enak sama Ibunya, beliau juga wali kelas kita. Gimana kalau kita kasih kejutan sama Ibu Risa hari ini?"

Jevan langsung angkat suara pertama kali. "Gue sih setuju aja," katanya sambil ngangguk pelan.

"Gue juga," ucap Alan setelahnya, diiringi dengan seruan setuju dari anak-anak yang lain.

Miya yang sedari tadi diam ikut bersuara. "Tapi kalau cuma acara kasih kue doang gak seru, gimana kalau kita ngerjain Ibunya?"

"Kalau Ibunya marah beneran gimana?" Rira membalas dengan senyuman gugup. Cewek itu memang selalu berusaha mengantisipasi hal apapun, jadi wajar kalau ia menyahuti ucapan Miya dengan kondisi terburuk yang bakal terjadi kedepannya.

"Gak bakal lah anjir, kan ujungnya Ibu Risa juga bakal tau kalo cuma dikerjain doang," ucap Dafa yang duduk di paling ujung.

Gue cuma milih merhatiin semuanya diam-diam, karena sebenernya gue bakal selalu ngikutin aja keputusan apapun yang bakal diambil. Pendapat gue juga udah diwakilin sama anak-anak yang lain. Jadi, buat apa?

"Iya juga sih."

"Terus kapan kita bikin kejutan sama Ibunya?" Adam bersuara lagi. Cowok itu menunduk sambil mengusap tengkuknya sekilas, tampak memikirkan sesuatu.

"Gimana kalau hari ini aja? Hari ini Ibu Risa juga ngajar di kelas kita, 'kan?" sahutku pelan dengan nada yang kuusahakan tidak terdengar gemetar.

Ini pertama kalinya gue ngajuin pendapat waktu rapat kelas gini. Jadi, gak apa-apa kan ya kalo gue ... sedikit gugup?

Adam menoleh lalu menatapku dengan senyuman merekah. "Nah boleh tuh!"

Gue gak tau kenapa, tapi bersamaan dengan senyuman Adam bikin gue ngehela napas diam-diam. Lega dan seneng jadi satu karena gue jadi merasa kalo kehadiran gue tuh mulai diterima di kelas ini, dan pendapat gue didengerin.

"Tapi, kuenya gimana anjir kalau gitu?"

Dan pertanyaan Davia bikin senyum yang pengen ku tarik langsung luntur gitu aja. Bener juga, kalo hari ini terus kuenya gimana?

"Pesan aja suruh diantar ke sini," kata Fira dengan nada tenang.

"Bener juga, terus uangnya kita patungan aja satu kelas, gimana?" usul Jevan.

"Setujuuu."

"Ngikut aja sih gue." Alan mengendikkan bahu sambil masang senyum tengil kaya biasa.

"Oke, gue pesen nih ya," kata Adam seraya mengambil ponsel. Rira di sebelah Adam  membantu menghitung jumlah uang yang harus kami kumpulkan perorang.

"Eh jadi ngerjain Ibunya gimana? Kita apaan nih?" tanya Miya.

"Hehe, kalo itu mah serahkan aja sama ahlinya nih," kata Jevan sambil menarik bahu Alan di sebelahnya. Mereka berdua udah ketawa setan waktu natap kami semua sampai kembali ngomong dengan nada serentak. "Duo AJ; Alan dan Jevan! Yang mengusili orang dengan segenap jiwa dan raga!"

"BACOT!" []

Friend Shit | on goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang