"Ane minta tolong semua bekerja keras di proker syiar terakhir kepengurusan kita ini, Muslimah United. Terutama untuk Ketua Pelaksananya, Ukhti Diah, ...."
Innalillahi wa inna ilaihi roojiuun, kenapa hati ini masih berdesir hebat ketika dia menyebut namaku. Ya Allah, ampuni aku. Mulai hari ini seharusnya aku tidak boleh menaruh hati lagi kepadanya. Mulai hari ini anganku tak boleh lagi membayangkannya. Aku bukan orang suci. Aku akui, seringkali bayangannya melintas dan mimpi-mimpi untuk hidup bersamanya pun berkelindan tanpa permisi. Apalah seorang Ainul Mardhiah, wanita biasa, yang tak luput dari dosa.
"Ukhti Diah? Ada tidak orangnya?" tanya suara itu dari balik hijab.
"Ada...," jawab semua akhwat. Cukup banyak ikhwan dan akhwat yang menghadiri syuro terakhir ini.
"Eh, ada apa, gimana, gimana?" tanyaku berbisik pada Salma yang duduk berdekatan denganku.
"Ngelamun aja sih, kamu. Ditanyain Bang Satya itu dari tadi," jawab Salma.
"Bagaimana, Diah?“ tanya suara itu lagi.
"Bagaimana apanya, Bang?“ jawabku polos.
"Ehem. Fokus, Ukhti. Memangnya anti sedang ta'aruf, sampai tidak bisa konsentrasi ikut rapat? Atau sedang dalam masa persiapan menikah seperti ana dan Ukhti Mia?“
“Cie cie ... Ehem. Uhuk uhuk, Hihihi...." Tawa dan canda riuh mengudara. Semua bersuka cita. Lihatlah pula rona pada wajah sang dara, Kak Mia, membuatnya seperti tuan puteri tercantik di dunia.
Sedang aku? Begitu sakit hatiku mendengar perkataannya. Di saat semua saling melempar suka cita, aku memendam duka lara. bulir bening mengalir dari sudut mata.
Astaghfirullahal'adzim ....
Sungguh aku tidak tahan lagi!
"Salma, aku izin sebentar ke belakang. Nanti tolong izinin, ya," bisikku di telinga Salma, berusaha terdengar normal di tengah suara yang masih gaduh.
Aku berlalu begitu saja, masuk kamar mandi di masjid fakultas kami lalu menangis. Kusumpal mulutku dengan menggigit ujung jilbab yang menjuntai. Air mataku berderai-derai ....
Seseorang itu akan terus diuji di titik terlemahnya. Apa ini kelemahanku? Cinta? Cih, dasar lemah!
Dengan tangan gemetar aku izin langsung ke ketua. Berbohong untuk yang kedua kalinya.
Diah : [Aslm. Afwan, Bang. Ane izin tdk ikut syuro sampai selesai. Ga enak badan. Semua sudah beres insyaallah. PJ acara (Salma) sudah paham semuanya, silakan koordinasi langsung dengan Ukh Salma. Mohon bantuannya untuk kesuksesan acara ini. Jzklh]
Send.
Mengatur napas tak cukup untuk melerai kesedihan. Menyesal tak cukup untuk memperbaiki keadaan. Hanya ikhlas dan sabar yang bisa diusahakan.
Setelah tangisku mereda, aku keluar mengendap-endap. Takut tertangkap basah dengan wajahku yang sembab.
Bugh!
Aku menabrak seseorang yang paling kuhindari.
"Maaf," kata suara itu.
Tak kupandang wajahnya, aku sudah hafal suaranya, semua rupa pakaiannya. Bahkan aku hafal aroma parfumnya. Itu, Satya Abdurrahman.
Aku terus menunduk. Langsung bersiap mengambil langkah seribu, semoga saja dia tidak menyadari itu aku.
"Ukh Diah, ya?“ panggilnya.
Dasar, Lemah! Kuatkan dirimu, Diah!
Aku terus berlari saja. Biarlah dia mau berpikir seperti apa. Memangnya dia peduli?
***
Rasa sesak itu bahkan masih bisa kurasakan sampai saat ini. Satu tahun telah berlalu, namun luka itu masih saja perih. Satu bulan lamanya aku sakit. Setiap malam penyakit asmaku kumat, nyaris tidak bisa tidur sama sekali.
Aku tidak datang ke pernikahan mereka, bahkan meng-unfriend Kak Mia dan Bang Satya. Demi apa? Demi melindungi hatiku yang retak agar tak porak-poranda.
Saat hari pernikahan mereka, aku membutakan mata dari sosial media. Bahkan berhari-hari setelahnya. Sudah pasti foto kebersamaan mereka bersama teman-teman akan memenuhi beranda.
Sejak itu aku tak pernah tahu lagi bagaimana kabar mereka berdua. Sebut saja aku ... pernah patah hati.
Mengapa aku mengenang itu semua, karena saat ini di tanganku ada biodata laki-laki. CV seorang ikhwan dari murobbiyahku. Sanggupkah aku untuk membuka amplop ini dan membuka hati?
-----------------------------
Setelah ini banyak part yang diprivate.
So,FOLLOW dulu akun @ritaawal ya kalau mau baca sampai ending. Suwun 🙏💕
KAMU SEDANG MEMBACA
Ta'aruf Ainul Mardhiah
RomanceBayangannya muncul kembali. Sesak, aku menangis lagi. Selalu begini saat aku sendiri. Kubuka map coklat berisi biodata seorang ikhwan. Seorang laki-laki yang sudah membuatku sakit selama satu bulan. Ah, salah. Bukan dia penyebabnya, tapi rasa i...