"Eh, elo tau gak, bedanya bego ama polos?" tanya Ipul dengan suara lantang pada sekelompok anak laki-laki di belakang. Ada Iwan, teman satu mejanya. Juned dan Toni duduk di depan mereka. Ketambahan Rio juga Adrian dari barisan sebelah. Berisik."Kalau bego itu elo, kalau polos itu gue!" jawab Iwan asal-asalan.
"Bahahahaa ...!" jawabannya disambut riuh tawa membahana.
"Elo? Mana ada polos-polosnya? Polos tuh kayak Salma!" kata Ipul.
Sontak aku menengok mendengar namaku disebut. Dia mengedipkan sebelah matanya padaku sambil melambai. Lalu seperti diberi komando mereka membuat koor lagi, "Cie ... cieeee ...."
'Sok kegantengan banget! Siapa juga yang suka sama dia!' umpatku dalam hati. Aku memberi pandangan galak pada mereka. Semua gara-gara Reza yang sering menjodoh-jodohkan kami berdua awalnya! Jadilah seorang Ipul jadi dapat "mainan baru" ... menggodaku.
Ada loh, tipe laki-laki macam dia itu. Senang menjadi pusat perhatian dengan modal "omdo", omong doang. Appaaa ... aja diomongin. Gak berhenti-berhenti ngomong. Polahnya juga over dosis. Gak bisa diem kayak cacing kepanasan!
Kalau Ipul jadi pusat gravitasi cowok-cowok resek, beda lagi sama Reza yang jadi pusat gravitasi cewek-cewek ganjen.
Ops. Astaghfirulloh. Sudah berapa kali aku mengumpat.
Adaa ... aja yang tiap hari nyuruh aku geser atau pindah tempat duduk buat ngobrol sama doi. Atau mereka geret-geret kursi dari depan, atau ... rela berdiri lama di sampingnya, bahkan terang-terangan minta Reza geser sedikit. Parah. Liatnya aja risih banget. Untung yang satu itu gak pernah mau Reza lakuin. Duduk dempetan sama cewek ganjen. Hm.
'Untung?'
Reza juga sih, gak pernah nolak diajak ngobrol sama mereka. Memang dasarnya humble tuh anak.
Terus, paling heboh itu kalau kedua kubu itu lagi nyambung frekuensinya, jadi deh. Persis kayak magnet kutub utara sama selatan. Atau kayak adhesi, gaya tarik-menarik antara dua jenis molekul yang berbeda. Rusuh!
Klop banget! Itulah yang terjadi kalau perpindahan jam atau gurunya dateng kelamaan. Atau kalau kebetulan kelas kami kosong, gak ada guru. Ributnya sampai kedengeran ke kelas sebelah.
Pernah, bukan, tapi sering. Guru kelas sebelah sampai datang ngomel-ngomel. Terus malah kasih tugas tambahan. Semua karena kehebohan yang terjadi di pojokan.
"Re. Beneran elo gak pacaran sama Rena?" tanya Ayu. Dia nyempil, mendudukkan sedikit bokongnya di kursiku, menghadap belakang. Baguslah tubuhnya tinggi dan ramping. Gak makan banyak tempat, cukup duduk berdua denganku.
Ayu wangi banget. Pakai parfum apa sih, dia? Tangan kanannya mengipas-ngipas, aromanya makin kuat tercium. Dia selalu membawa kipas tangan yang cantik. Mungkin koleksi, karena kulihat suka gonta-ganti tiap hari kipasnya. Semoga suatu hari Ayu paham kalau sebenarnya kurang baik perempuan itu memakai parfum yang menyengat jika keluar rumah. Semoga ia juga bisa menutup auratnya dengan baik suatu hari nanti, amin.
Terkadang aku suka begitu, mendoakan seseorang dalam diam. Sudah jadi kebiasaan. Katanya akan diaminkan malaikat, doanya pun berbalik untuk kita. Bagiku itu, "wow" banget. Makanya aku sering melakukan itu.
"Enggak." Reza menjawab santai pertanyaan Ayu.
"Ah, boong, lo. Gue liat kok, elo berduaan sama si Rena pas perpisahan kelas tiga di Puncak waktu itu. Katanya dia nembak elo duluan? Beneran?"
Ada satu lagi makhluk cantik nemenin Ayu di situ. Dia berdiri bersandar di dinding. Badannya agak gemuk berisi, Sukma namanya. Rambutnya ikal di bagian bawah, seperti rambut boneka. Dicap Ratu Bigos, biang gosip.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ta'aruf Ainul Mardhiah
RomanceBayangannya muncul kembali. Sesak, aku menangis lagi. Selalu begini saat aku sendiri. Kubuka map coklat berisi biodata seorang ikhwan. Seorang laki-laki yang sudah membuatku sakit selama satu bulan. Ah, salah. Bukan dia penyebabnya, tapi rasa i...