NTRF: Twenty-one

11 2 0
                                    

          “Hah?” Sungguh ya! Nyawa Hani bagaikan melayang begitu saja, otaknya tiba-tiba tak dapat berpikir dengan jernih, kalimat Jin berputar-putar di otaknya tanpa henti.

Jin terkekeh. “Kau bilang pada Choyeon, bahwa kita berpacaran, kan?” Hani mengangguk dengan ragu.

“Iya...” Jawab Hani, Jin tersenyum tipis.

“Jadi bagaimana jika kita membuat pernyataanmu pada Choyeon tadi menjadi nyata?” Sebenarnya, kalimat ini bermakna sama, hanya saja Jin ingin memperjelas.

Hani terpaku pada tempatnya, sel syaraf di seluruh tubuhnya tak dapat bekerja dengan baik, jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya.

Jin menghela, tak lama sebuah ide muncul di otaknya. “Hani,”

Hani tersentak, menatap Jin lamat-lamat, lalu memiringkan kepala.

“Aku ada permainan di mana kau harus cepat menjawab sesuai isi hatimu, kau boleh menjawabnya dengan panjang lebar, oke?” Hani sudah langsung tahu apa maksud Jin, dia mengangguk. Tanpa sadar Jin menatap kecewa, apa Hani tidak sadar jika Jin sedang menuntut jawaban?

“Siapa orang yang paling kau sayangi? Harus pilih satu!”

“Ibuku,” Entah mengapa Jin sudah mengetahui jawaban Hani ini, dia tersenyum, dalam hati membuat daftar dan memberi centang pada salah satunya.

Tipe idealku

[✓] Menyayangi orangtua, terutama ibu.

“Jika seandainya kau punya kesempatan untuk kembali ke masalalu, apa yang akan kau lakukan?”

“Aku akan memberikan kesempatan itu pada orang lain, karena menurutku, lebih baik fokus dengan apa yang ada sekarang daripada terus menyesali masalalu,” Lagi-lagi Jin tersenyum.

[✓] Tidak pernah menyalahkan apapun yang terjadi pada masalalu.

“Jika misalnya kau mempunyai dua pilihan, memiliki kasih sayang tapi tidak dengan harta atau memiliki harta tapi tidak kasih sayang, mana yang kau pilih?”

“Orang-orang pasti tak akan bisa hidup tanpa kedua hal itu, jadi aku tak akan memilih,” Jawab Hani dengan logis.

Sampai sekarang Hani terus berkonsentrasi dalam menjawab pertanyaan Jin, dia tak terintimidasi sama sekali dengan sorot dalam Jin padanya.

“Apa kau mau jadi pacarku,” Ah, sudah Hani duga. Tak lama Hani tersenyum lembut.

“Bisa aku bertanya balik?”

“Kau sudah bertanya,” Hani memutar bola matanya jengah——bercanda.

“Boleh tidak?”

Jin terkekeh. “Tentu,”

Sebenarnya, mungkin pertanyaan ini agak tidak penting, tapi dari suku sampai sekarang aku selalu bertanya-tanya, status pacar itu...gunanya apa?” Tanpa sadar otak Jin sedang memutar diri berusaha menemukan jawaban dari pertanyaan Hani.

“Jika pacaran itu adalah sehutan untuk orang yang saling mencintai, kenapa banyak yang berpacaran hanya untuk sebuah tantangan atau keuntungan diri sendiri?” Oh ayolah, pertanyaan Hani memang tidak penting tapi entah mengapa mampu membuat Jin berpikir keras.

Not The Real Face | Park Jimin [H I A T U S]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang