Hana duduk di kursinya, ia bertemu dengan ayahnya yang sudah duduk di hadapannya sekarang dengan baju tahanan.
Hana menatap mata ayahnya, ayahnya pun menatapnya begitu, sembari memainkan jari, Hana terus menatap mata ayahnya dalam. Mencari secercah bukti bahwa ayahnya benar-benar melakukan hal yang menjijikkan itu.
Namun nihil. Tidak ada sama sekali tatapan sayu dari ayahnya, tak ada tatapan yang membenarkan tuduhan yang diberikan media padanya belakangan ini.
Di depan sana, sudah banyak wartawan yang berkumpul, untung saja Hana bisa lolos.
Hana menghela pelan. “Ayah, apa kau benar-benar melakukan korupsi dan penyalahgunaan wewenang seperti yang dituduhkan media?”
Hansung menggeleng mantap, ia menatap putrinya. “Tidak, nak,”
“Lalu kenapa bisa semuanya menjadi seperti ini?” Tanya Hana, Hansung menghela napas panjang, menatap putri bungsunya itu dengan tatapan teduh.
“Kau masih terlalu muda untuk mengetahui semuanya nak,” Ujar Hansung menasihati, Hana menggeleng, matanya tetap tak berpindah tempat dari mata ayahnya tersebut.
“Aku memang sudah ditakdirkan untuk dewasa sebelum umurku cukup, Ayah. Ayah tidak ingat sudah seluas apa pengetahuanku?” Tidak, Hansung tidak melupakannya, bagaimana anaknya ini memang sudah dewasa sebelum waktunya, bahkan dalam pelajaran akademis. Ia mulai tertarik dengan Aljabar saat berusia enam tahun.
Ini juga tak luput dari peran Hansung sebagai orangtua, terlebih Hansung selalu menceritakan pada Hana bagaimana ia menangani perusahaan, bertemu dengan klien, rapat, berkas-berkas perusahaan. Hana sudah hampir mengetahui semua seluk-beluk perusahaan.
“Bisa beritahu aku kenapa semua ini bisa terjadi?” Pecah Hana dalam keheningan, Hansung menatapnya—, pasrah sajalah.
“Yang membuat ayah seperti ini. Cinta pertama ibumu saat SMA dulu,”
“Choi Jiwon.”
∞∞∞
‘Dia masih terobsesi dengan ibumu sampai sekarang,’
‘Dia ingin merebut ibu dari ayah, dia sudah mempunyai istri. Namun sampai sekarang mereka tak mempunyai anak.’
Hana berjalan menyusuri jalanan asri namun sudah jarang dihuni oleh orang-orang, di sini sepi, daerah ini tak lagi seramai dulu.
Mengantongi tangannya di saku jaket, ia sesekali menoleh ke kiri maupun ke kanan. Rambutnya melambai pelan akibat tiupan angin, daun-daun pohon bergesekan menciptakan sebuah irama khas yang biasa didengar di alam asri.
Walaupun memiliki pemandangan indah nan asri, juga menenangkan. Tapi masa kelam Hana ada di sini, semuanya dimulai dari sini.
Saat dia belum menjadi apa-apa, dia menumpang tinggal di rumah bibinya, dan di situ lah penderitaan dalam jangka panjangnya dimulai.
Sampailah Hana pada sebuah rumah kecil yang atapnya terbuat dari kayu, sumur di sampingnya, ada juga sebuah bilik untuk mandi di samping sumur.
Rumah lama bibinya, rumah yang menjadi saksi bisu masa kelamnya.
Hana mulai berjalan kearah pintu. Pintu kayu berwarna kecoklatan itu mulai patah di bagian bawahnya, lubang-lubang kecil tak terhindarkan pemandangannya dari netra Hana kala memperhatikan pintu coklat tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Not The Real Face | Park Jimin [H I A T U S]
FanficSkenario hidup itu, memang tak pernah ditebak. Semuanya terjadi begitu saja tanpa disangka-sangka, perselisihan dan air mata sudah mereka lalui, di mana ada darah yang harus dikorbankan untuk mencapai kebahagiaan. Apakah bahagia harus serumit itu? S...