"Hahahaha ...." Tawa kerasku memecahkan sunyi. Ini benar-benar lucu."Heh! Dasar gila yah lo ketawa sendiri, " sarkas Hannum. Dia adalah murid terpintar di kelas ini dan ia tidak menyukaiku.
"Tertawa itu bisa perangi kolestrol lho." Aku hanya menjawab santai dan tersenyum seolah perkataannya sama sekali tak menyakiti hati.
Ehtahlah, aku menyukai ekspresi jijiknya
"Udahlah kita pergi saja dari kelas ini daripada ketularan gila sama Mutia," ajak Hannum pada temannya dan mereka meninggalkanku sendiri.
Uh, aku tidak suka sepi. Aku butuh hiburan.
" Lo kapan sih mau main sama gue? Entar gue main ke rumah lo deh. Gue cuma mau main sama teman istimewa gue."
Hari ini aku memang berencana akan datang ke rumahnya. Aku ingin bermain dengannya walaupun sehari saja setelah sekian lama. Tahu mengapa? Karena dia teman istimewa.
***
Kudatangi rumah Hannum dengan tenang. Aku langsung masuk ke rumahnya tidak peduli jika dianggap tidak sopan."Lo? lo ngapain ke sini?" kaget Hannum.
Aku tersenyum melihatnya yang tampak kaget dengan kehadiranku secara tiba-tiba.
"Gue mau main sama lo." aku mendekatinya. Hannum spontan tertawa mengejek.
"Lo mau main sama gue? Mimpi!" ucap Hannum penuh penekanan padahal aku hanya ingin bermain sebentar dengannya.
ARGH!
"Ish, Hannum guekan cuma mau main sama lo!" Aku merengek sementara dia kesakitan menahan rambutnya yang cuma kutarik. Ah, kurang seru nih.
"Aw, sakit. Lepasin! Lo apain rambut gue?" ketus Hannum. Aku tau dia kesakitan dan itu menyenangkan. Serius, aku tak bohong soal itu.
" Ish, lo lama banget. Kita main di kamar lo aja!" Kutarik lagi rambutnya yang panjang seraya menyeretnya untuk menaiki tangga menuju kamarnya.
Sepanjang perjalanan dia terus merengek. Dasar gadis lemah! Manja! Padahal aku hanya menarik rambutnya sambil menyeret, tetapi dia sudah berteriak-teriak seperti akan diperkosa saja.
"ARGH! SAKIT! LEPASIN MUT! KEPALA GUE SAKIT!" Uh, dia kenapa sih cengeng banget? Padahal aku hanya menyeretnya menggunakan rambut.
BRAK!
"Aw." Hannum mengerang sambil memegang rambutnya.
"Bentar! Gue cuma mau main sebentar aja sama lo aja kok."
Segera kuambil tali dan kuikat si Hannum ini biar dia tidak kabur. Tidak lucu di tengah-tengah permainan dia kabur. Itu sama sekali tidak seru.
"Han, gue bakal dandanin lo secantik mungkin yah. Sini kuku lo biar gue pasangin kutek!" kataku lembut.
Dia menolak berupa gelengan ketakutan. Wah, takut? Baru kuapain segitu saja, wajahnya sudah tampak pucat.
Aku tak peduli. Jika tak bisa dengan cara lembut, alternatif cara kasar ada, 'kan? Aku meraih tangannya paksa.
Kuambil palu dari jaket lalu langsung memalu pada kukunya secara merata. Dia berteriak sangat syahdu ditambah kukunya sudah mulai berwarna merah. Keren!
"Sa–kit ...."
Belum puas mendadani Hannum. Aku mengambil silet. Silet itu kuarahkan ke bibirnya. Tentu saja Hannum memberontak, tetapi dia tak bisa apa-apa selain menerimanya. Segera kuukir sayatan indah memanjang berbentuk horizontal di bibirnya. Seketika darah segar membasahi bibirnya yang memerah. Ini lipstik natural!
"Gue mohon berhenti, Mut! Ini ... Aw! Sa-sakit."
Aku tak acuh melihat Hannum semakin mengerang kesakitan. Teriakannya bagai tawa yang menggelitik dan aku semakin bersemangat mendadani wajah cantiknya ini.
"Kayaknya pipi lo harus pake blush on deh." Kuamati pipinya yang putih itu sambil mengelusnya.
Dapat kulihat Hannum menggeleng menolak tawaranku tapi apa peduliku? Aku hanya ingin mendadani saja. Peduli apa dia suka atau tidak.
PLAK!
Beberapa kali tamparan manis melayang ke kedua pipi mulusnya. Lihatlah hasilnya! Pipinya sekarang seperti memakai blush on. Dia menangis. Cengeng sekali, bukan?
Sekarang targetku adalah kedua bola mata indahnya. Kuambil penjepit bulu mata lalu kujepitkan saja pada kelopak matanya.
"Cantik!" Karyaku emang bagus. Dia memang cantik dengan penampilan barunya.
"Gu–gue mohon ... Ber-henti ...."
"Sedikit pemanis!" Kali ini pisauku mengukir seluruh tubuh mulusnya dan terakhir, kutancapkan pisau itu ke leher, dada, dan perutnya secara berulang.
"ARGH! HEN–TIKAN ... ARGH! GUE MOHON! I-NI ... SAKIITT!"
Dan inilah akhir permainanku. Aku membawa golok lho. Segera kupotong tubuhnya kecil-kecil mulai dari telinga kedua tangan, beserta kakinha Kumasuki ke dalam karung dan ....
Byur!
Aku tersenyum manis melihat tubuhnya mengapung di kolam renang. Kalian tau? Sejak malam ini dialah teman istimewaku. Teman yang senantiasa menghiburku dengan ejekannya mengisi hari-hariku dan saat inilah puncaknya. Dia menghiburku pula dengan hal berbeda. Jeritan kesakitan menuju ambang kematian. Selamat tinggal, Teman Istimewa.
*
Ini cerita satu tahun yang lalu deh perasaan
Waktu masih kelas 9 SMP-'
Semoga suka
KAMU SEDANG MEMBACA
KUMCER (Kumpulan Cerita Pendek dan Cerita Mini)
Historia CortaHanyalah beberapa cerpen dan cermin yang disajikan dalam genre yang beragam.