23. Tipuan Pacar

7 4 0
                                    

Aku masih mengingat jelas pertemuan pertama kami. Kala itu kami disatukan oleh alam dalam kumpulan murid-murid sampah ... ah, ralat! Maksudnya murid-murid buangan. Seperti memakai sistem kasta, yang sesama pintar akan berteman dengan sesama pintar. Yang cantik atau ganteng akan berteman dengan sesamanya juga. Begitu pula dengan murid seperti kami. Pemalu, tidak gaul, cupu, miskin lagi kata mereka. Aku sebenarnya cuek saja, tetapi Andi–pemuda ini sepertinya terlalu memikirkannya.

Waktu itu Andi tampak murung. Dia cuma duduk di bawah pohon sambil tertunduk. Aku berinisiatif mendekat ke arahnya.

"Andi, kamu kenapa?" Aku bertanya karena aku memang peduli padanya.

"Aku ini jelek banget. Iya, kan, Del?"

Aku terdiam. Mengapa dia tiba-tiba beranggapan itu lagi? Ah, pasti baru saja ada yang menghinanya. Aku yakin! Andi selalu begini jika ada yang mengatakannya jelek.

"Kamu jelek di mata orang yang salah. Menurutku, kamu ganteng kok. Rapi gini. Tipe idaman aku banget."

"Hah? Idaman?"

Astaga! Apa yang baru saja aku katakan? Aku keceplosan! Sial! Aku takut Andi akan memikirkan aneh-aneh.

"Ma–maksudku ... banyak yang tipe idamannya itu yang rapi kayak kamu contohnya."

Aku meringis mendengar alibiku sendiri. Bego! Mengapa bisa keceplosan sih? Ervan tidak perlu tahu kalau sejak pertama kali bertemu, aku sudah tertarik padanya.

Andi tertawa, tetapi yang kulihat tawanya itu lebih terdengar tawa mengejek diri sendiri. "Makasih atas hiburannya. Kamu emang sahabat terbaikku, Del."

DEG!

Jantungku langsung berdegup kencang. Andi tiba-tiba memegang tanganku sambil tersenyum. Bagaimana ini? Aku takut perasaan ini makin menggebu-gebu.

"Del."

"Eh, ya?"

"Kamu mau gak jadi pacar aku?"

Apakah aku tengah bermimpi? Atau ini sungguhan? Sungguh? Rasanya ... saat ini aku tak tau caranya berkedip, lupa caranya bernapas. Astaga! Benarkah?

***

Saat itu ternyata memang bukan mimpi. Itu sungguhan! Akhirnya kami berpacaran secara resmi. Aku benar-benar tak menyangka jika gayungku bersambut.

Keinginan itu sudah lama terpendam. Aku sudah jatuh cinta padanya sejak pertama kali kami bertatap mata. Jantung ini pasti akan berdebar ricuh setiap menatap matanya.

Hari ini kami dinner. Astaga! Mengingatnya saja sudah membuatku tersipu malu. Kami memilih makan di rumah Andi saja di mana kami sendiri yang memasak.

Sedari tadi kami hanya diam. Memakan dalam hening juga lamban, sesekali curi pandang lalu tersenyum malu.

"Kita nonton yuk."

Akhirnya Andi membuka suaranya juga.

"Drama Korea?"

Dia mengangguk. Aku yakin dia tahu karena akhir-akhir ini aku hobi menonton drama Korea.

Akhirnya kami menonton berdua. Kami duduk berdekatan di sebuah sofa. Jarak yang terlalu dekat menurutku membuat jantungku makin tidak karuan saja.

Kami menonton dengan serius. Beberapa menit berlalu, aku benar-benar masuk dalam alur cerita yang dikemas dengan apik dalam drama Korea ini.

Hingga akhirnya masuk adegan yang masih tabu di Indonesia, tetapi sudah menjadi hal lumrah untuk orang di negara luar sana. Ya apalagi kalau bukan ciuman ke lawan jenis.

"Del."

Aku menoleh. Belum sempat aku bersuara, aku dibuat terpaku karena mendadak Andi menempelkan bibir kami. Astaga! Astaga! Apa ini? Ayo, Della! Melawan! Jangan sampai kamu menghancurkan dirimu sendiri.

Sayang seribu sayang, semuanya hanyalah dalam pikiranku. Tubuhku maupun Andi lebih dikuasai setan tak kasat mata. Kami terbuai dalam cumbuan mesra penuh sensual. Aku tak bisa berpikir jernih lagi.

Sampai pada akhirnya Andi menyelinapkan tangannya ke area paling privasy, tetapi ciuman kami langsung terlepas.

"Maaf, Del. Kita putus!"

***

Keputusan secara sepihak itu benar-benar sulit untuk kuterima. Tentu saja aku protes. Aku mengirim pesan beruntun ke dia, tetapi tak kunjung dibalas. Aku ingin menemuinya pun dia menghindar.

Hari itu aku akan tidur. Mengistirahatkan pikiran yang sudah terlalu lelah mengejar Andi. Namun, niat itu langsung ditepis ketika mendengar nada dering tanda pesan masuk.

[Ternyata itu benar-benar foto kamu yah. Foto yang pernah kutanyakan padamu saat aku berkunjung ke kost]

Astaga!
Aku susah bernapas.
Bagaimana ini?

[Dellon Praniaga, anak basket yang populer di kalangan cewek-cewek hilang bertepatan dengan masuknya murid baru bernama Della Puspita sehari setelah kejadian itu. Maaf, Del. Kita putus! Kita sekelamin]

Luruh sudah pertahananku. Aku menangis meratapi penyesalanku. Aku baru ingat kejadian hari itu, saat kami dinner bersama. Andai saja aku tak terbuai bujuk rayu setan, Andi tak akan pernah tahu jika takku biarkan dia menyentuh area privasyku.

TAMAT

KUMCER (Kumpulan Cerita Pendek dan Cerita Mini)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang