Salah satu yang berhasil ngingetin betapa buruknya gue dulu. Happy reading!
--------------
Aku termangu di dalam kamar. Mengenang sebuah masa-masa indah beberapa tahun yang lalu. Mengingat dia yang telah pergi meninggalkanku tiga tahun yang lalu. Dia teman kecilku, sahabatku. Sekarang hanya sisa kenangan. Dongeng indah yang kaubacakan dulu, masih tetap kuingat. Iya, dulu.
***
Natalia. Itulah namaku. Hanya seorang anak kecil yang masih mengenakan seragam merah putih. Tidak lama lagi kami akan ujian kelulusan. Meski bocah SD gini, aku mempunyai pacar lho namanya Yoga. Kami LDR-an. Hm ... Katajan saja aku kids zaman now. Saat kelas 3 SD saja sudah mempunyai pacar. Sudahlah, aku tidak ingin membahas Yoga, tetapi temanku. Namanya Revan.
Setahuku dan katanya, Revan mempunyai penyakit. Aku tidak tahu apa penyakit apa dan aku tak terlalu mempedulikannya. Yah, mungkin fajtor usiaku sehingga aku tidak terlalu memikirkannya asalkan Revan terus berada di sampingku. Meski Revan adalah temanku yang fisiknya paling lemah. Sering pingsan bahkan sakit.
Seperti biasa, aku akan memaksanya mendongengkan satu cerita untukku. Jika malam itu adalah Ayah, maka siangnya adalah Revan. Menyenangkan memang.
"Van, ayo dongeng!"
"Duh, kamukan udah bisa bikin cerita. Enggak usah lagi, yah."
"Lho? Kok kek gitu sih? Ih ... Ayo dongeng!" aku tetap memaksa sambil memasang ekspresi sebal.
"Duh, apa yah? Revan gak tau, Nat."
"Tau, ah." Aku memakan camila dan berlagak ngambek padanya.
"Jangan ngambek, dong!"
"Serah."
"Iya, deh. Revan dongeng. Senyum dulu dong." Aku masih mempertahankan ekspresiku.
"Ya udah, cepetan!"
"Oke, oke, hm ... Suatu hari ada seorang Putri yang sedang merajuk karena Pangeran tidak mau menuruti perkataaannya. Namanya adalah Putri Nata."
"Lalu?"
"Putri Nata marah kepada Pangeran Revan karena Pangeran Revan tidak mau mendongengkannya."
"Eh?"
"Akhinya Pangeran Revan menuruti lalu mendongengkan Putri Nata."
"Revan mau ngedongeng apa nyeritain yang tadi sih?" tanyaku saat mulai merasakan keanehan pada dongeng yang sedang Revan ceritakan.
"Putri Nata mulai merasa bingung sambil berkata 'Revan mau ngedongeng apa nyeritain yang tadi sih?' kepada Pangeran Revan. Pangeran Revan tak mau menjawabnya dan terus melanjutkan dongengnya."
"Ih, Revan dongeng apaan sih? Masa dongengnya kayak gitu?"
"Putri Nata kembali berkata 'ih, Revan dongeng apaah sih? Maa dongengnya kayak gitu'. Lagi-lagi, Pangeran Revan terus melanjutkan dongengnya."
"Hahaha ... Revan kamu lucu!" Aku tak bisa menahan tawaku. Revan benar-benar briliant!
"Putri Nata tertawa sambil memuji Pangeran Revan seperti ini 'Revan kamu lucu'. Pangeran Revan sangat senang mendengarnya. Namun, ia terus mendongengnya."
Aku membekap mulut sendiri. Berusaha meredam tawa sendiri yang masih siap untuk diluncurkan. Ah, Revan ada-ada saja.
"Sekarng Putri Nata malah menahan tawanya."
"Hahaha ... Duh, Van. Astaga! Berhenti ... Berhenti!"
"Putri Nata tidak bisa menahan tawanya dan malah menyuruh Pangeran Revan berhenti. Namun, Pangeran Revan tak mengindahkannya."
Aku tau Revan tak akan berhenti selama aku masih berekspresi. Mendadak kupeluk dia dan ... Dongengnya berhasil berhenti. Ah, aku merindukanmu, Teman.
"Makasih dongeng dan hiburannya. Nata suka!" kulepaskan pelukan itu.
Sekarang senyum sama-sama tercetak di wajah kami. Rasanya ingin sekali meminta Tuhan memberhenti waktu sebentar saja agar momen seperti ini tak cepat berlalu.
"Putri Nata kembali berkata 'Makasih dongeng dan hiburannya. Nata suka'. Pangeran Revan ternyata berhasil menghibur Putri Nata dan tamat."
Kami kembali tertawa. Dia memang sahabat terbaikku. Aku tak ingin kami berpisah. Aku ingin dia selalu ada di sampingku seperti saat ini.
***
Aku tak menyangka sama sekali jika hari itu adalah hari terakhir kebersamaan kami. Hari terakhir kami menciptakan kenangan karena keesokkan harinya ia dikabarkan pergi untuk selamanya.
Air mata seakan tak kuasa untuk kubendung. Rasanya seakan menyesakkan. Tuhan, mengapa ini tak adil? Mengapa kau ambil orang yang hamba sayangi secepat ini? Padahal baru saja kemarin dia menghiburku, menemani, dan menghadapi ujian bersa!a. Namun, sekarang dia sudah pergi ke pengistirahat terakhir. Pergi dengan tenang ke alam sana.
Mengingatnya memang menyesakkan. Seperti biasa, setiap hari kelulusan aku seperti terlempar ke ruang nostalgia. Meskipun dia sudah pergi selama tiga tahun lamanya, tetapi tentangnya masih membekas di ingatan.
Revan, hanya do'a yang bisa kuberi. Semoga kau tenang di alam sana. Semoga kau bisa melihatku bahagia dan sukses suatu saat nanti dari atas sana. Tunggu aku, Van! Tunggu kapan Tuhan memanggilku dan kita akan berkumpul selamanya, di atas sana.
TAMAT
![](https://img.wattpad.com/cover/206612447-288-k329899.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
KUMCER (Kumpulan Cerita Pendek dan Cerita Mini)
Historia CortaHanyalah beberapa cerpen dan cermin yang disajikan dalam genre yang beragam.