Rana

3.8K 357 13
                                    

2 tahun yang lalu...

Benjamin telah usai mengerjakan ulangan harian sosiologi nya. Ia meregangkan badannya ketika melangkah keluar kelas. Waktu istirahat telah tiba, Ben terlalu lapar untuk bermain bola saat ini.

Ia pun melangkah menuju kantin, matanya tertuju pada segorombol laki-laki diujung kantin. Lalu ia cepat-cepat mengalihkan pandangannya dan mulai memesan makanan.

Ben berusaha membelakangi mereka, dan kakinya sudah siap sekali untuk pergi dari sini.

Tiba-tiba punggungnya ditepuk pelan,

"Ben." ujar suara yang sangat ia kenal.

"E-Ey, Bar, a-apa kabar lo?" Ben bahkan gugup untuk menyalami Bara, si preman sekolah.

"Sejak kapan masuk?" tanyanya dingin.

"Baru hari ini." ucap Ben singkat.

Bara adalah remaja yang rusak, dandanannya sungguh tak mencerminkan anak sekolah. Bisa dibilang, ialah pemimpin gerombolan anak yang berada diujung kantin itu.

Dengan rahangnya yang sangat tirus dan tegas, serta mata layu yang sorotnya tajam membuat dirinya ditakuti dikalangan pelajar.

Namun tidak untuk Ben, ia bukan takut, hanya gugup setelah apa yang telah terjadi padanya.

Bara mengamatinya dari atas sampai bawah. Ia merampas pergelangan tangan Ben, dan menarik lengan jaket Ben keatas untuk dapat melihat jelas apa yang ingin dia lihat,

"Bagus juga nih tempat. Mahal. Bakal sembuh lo." ucap Bara setelah mengamati ID band berwarna biru yang melingkar di pergelangan tangan Ben.

Ben hanya tersenyum singkat. Dalam hati sudah mengutuk. Dirinya sudah tak tahan dengan Bara yang sangat manipulatif di setiap gerak-geriknya.

Bara kemudian dengan kasar menarik tangan Ben lagi, mendekatkan mulutnya ke telinga Ben.

"Lo jangan macem-macem. Abis lo sama gua."

"Gua gak ngomong apa-apa. Jadi lo seharusnya beruntung dan gausah ngancem-ngancem gua." jawab Ben masih menahan emosinya.

"Bagus. Tapi kalo lo macem-macem, dan gua ketahuan... lo yang gua apa-apain." ancamnya lagi.

Ben hanya diam, lalu Bara mengajaknya duduk bersama teman-temannya. Bara dengan santainya merangkul Ben, dan berjalan bersama ke meja paling ujung seperti sahabat sejati, seperti tak terjadi apa-apa.

"Weey, Ben. Sehat lu?"

"Asik, masuk lagi dia."

"Gimana disana?"

Sekumpulan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan teman-temannya. Ben hanya mengangguk dan tersenyum. Ia melihat teman-temannya yang sungguh ceria dan sehat, belum merasakan apa yang ia rasakan.

Ya, Bara lah yang menjadi biang nya, ia mengajak teman-temannya untuk memakai. Ben adalah korban yang pertama. Teman-temannya yang lain bahkan ada yang belum memakai, Ben sungguh merasa iba dan ingin mengajak mereka pergi dari perkumpulan ini sebelum terpapar.

Saat sedang asik mengobrol, Ben melihatnya datang dengan wajah kesal.

"Ben, ayo pergi." ucapnya melipat tangan.

Bara dan kawan-kawannya hanya diam melihatnya, sambil mencuri-curi gelak tawa.

Ia kemudian mengambil piring Ben, "Ayo, sama aku disana." ucapnya mengisyaratkan Ben untuk berdiri.

"Si Ben mau disini... ngapain ngatur-ngatur?" ucap Bara merangkul Ben erat.

"Gue pacarnya. Lo siapa?" ucapnya bengis.

Good Enough [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang