Angin yang mengalir segar melewati jendela membuat laki-laki dengan surai hitam yang duduk di sudut ruangan itu semakin nyenyak dalam tidurnya. Rambut hitamnya berulang kali mengusik wajahnya karena kencangnya angin yang menerpa. Sejenak tidurnya terusik, membuat tangan kanannya tidak tahan untuk tidak merapikan beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya. Tanpa berniat membuka matanya, ia menggerakkan tangannya, namun seseorang tampaknya lebih dulu berhasil merapikan rambut hitamnya. Laki-laki dengan nametag 'Vino' di seragamnya itu membuka matanya.
Laki-laki yang kerap dipanggil Vino itu menghela napas setelah mengetahui siapa gerangan yang lancang merapikan rambutnya tadi.
"Apaan sih Yan? Ganggu orang tidur aja," ucap Vino sambal memposisikan diri untuk tidur lagi.
"Idih, kok bisa ganggu sih? Kan gue yang bantuin rapiin rambut loe, bukannya terima kasih malah ngomelin gue," gerutu Dyan, perempuan di hadapan Vino itu.
Dyan yang masih berdiri segera memposisikan dirinya untuk duduk di samping Vino. "Gue kan lagi tidur," balas Vino yang masih melipat kedua tangannya di atas meja sebagai tumpuan kepalanya.
"Kalo itu gue juga tau," balas Dyan.
Keadaan hening seolah Dyan hanya berbicara sendiri.
"Vin!" Dyan menggoyangkan tubuh Vino berharap pria itu terbangun dan merespon ucapannya.
Tampaknya Vino cukup terganggu dengan keusilan Dyan. Vino menegapkan tubuhnya lalu menatap Dyan.
"Apa sih Yan?" respon Vino dengan muka jengahnya.
"Gue gabut," balas Dyan.
"Hhhh, loe bolos kelas karna gabut di kelas, trus ngapain malah ke perpus...." sahut Vino sambil menoyor dahi Dyan.
"Serah gue lah, lagian perpus kan emang tempat buat orang gabut jadi gue bisa ke-"
"Perpus itu tempat buat belajar, buat cari ilmu," potong Vino.
"Idih, mirror dong, elu disini juga malah goleran, tidur sampai iler kemana-mana," balas Dyan dengan nada tak kalah tinggi.
Tampaknya mood Dyan justru semakin memburuk setelah bertemu Vino di perpustakaan. Di kelas tadi, upaya Dyan untuk mengajak Jevan, teman sebangku Dyan, untuk membolos ditolak mentah-mentah oleh Jevan dan kini teman masa kecilnya yang bernama Vino itu semakin menyebalkan saja.
"Eh Yan? Gue mau nanya."
"Paan," jawab Dyan dengan ketus.
"Idih, lu marah ya?" tanya Vino.
"Nggak, udah buruan mau tanya apa?" balas Dyan sambal melipat kedua tangannya di depan perut.
"Beneran ya, gue tanya nih."
"Iya buruan kenapa?"
"Percaya nggak kalau ada dunia lain yang juga berjalan bersamaan dengan dunia tempat kita ini?" tanya Vino yang tampak serius.
Tak lama kemudian terdengar tawa yang sangat keras, siapa lagi kalau bukan Dyan pelakunya.
"Hahahaha, apaan sih? Mana ada, lu habis baca komik apaan dah, perasaan lu nggak suka baca komik deh," ucap Dyan.
"Gue serius Yan, gue yakin lu juga tau masalah ini," balas Vino.
"Hah apa sih Vin, beneran deh gue ga paham lu ngomongin apa."
"Utopia," jawab Vino singkat.
"U-utopia?"
"Gue gatau ini nyata apa enggak, tapi gue selalu mimpiin hal yang sama, gue sebagai Kim Taehyung," jelas Vino. Vino berhenti sejenak saat bercerita, melihat ekspresi Dyan.
KAMU SEDANG MEMBACA
UTOPIA 1 & 2 : ♡Jungkook♡
FanficDia adalah idol. (Key Word) Tempat ini akan menjadi tempat yang bersejarah. Mungkin tidak banyak orang yang akan merasakan kenangan dari Utopia. Mungkin hanya Jisoo dan Jungkook yang merasakannya. Entah tempat ini nyata atau tidak, Jisoo akan sela...