Seungwoo yang sedang termangu di bangku ruang tunggu rumah sakit, langsung berdiri melihat kedua mertuanya berjalan terpogoh pogoh, bergandengan di koridor rumah sakit.
"Di mana dia?" Eomma yang pertama kali berbicara.
"Sedang di ICU, Eommonim. Masa gawatnya sudah lewat. Hanya saja kondisinya perlu dimonitor beberapa saat"
"Syukurlah" Appa kembali merangkul Eomma, mengusap ngusap lengannya.
"Apa Eommonim dan Aboji mau masuk? Sinhe memang masih belum sadar, tapi..."
"Apa boleh?" Eomma memotong perkataan Seungwoo. "Eommonim mau sekali"
Seungwoo mengangguk,
"Saya pastikan dulu ke perawat jaga" dia berlalu dari hadapan mertuanyan
Beberapa menit kemudian.Perawat menatap Seungwoo. "Bisa masuk, tapi dua orang saja. Pastikan tidak berisik di dalam, sekarang sudah tengah malam"
Eomma mengangguk cepat.
"Terima kasih, suster. Kamsahamida!""Lewat sini" kata suster itu, menunjukan jalan pada mereka.
...
Appa keluar dari ruang ICU dengan Eomma bersandar di bahu nya.
Eomma terisak tanpa suara, menutupi mulut dengan saputangan yang sudah lusuh oleh air mata.
Seungwoo dan Aboji bertatapan. Bertukar pandang penuh pengertian.
"Ma.." seungwoo menyentuh bahu ibu mertuanya pelan, penuh sayang.
"Sinhe..." eomma mulai tersedu
"Gwenchana, Eommonim. Menurut dokter tidak ada tukang yang patah. Kebanyakan hanya luka luar, memar memar, dan luka jahitan" seungwoo mencoba menjelaskan apa yang tadi di jelaskan oleh dokter.
"Kenapa bisa begini?" Ratap Eomma.
Seungwoo menelan ludah. "Choesonghamnida. Seharusnya saya bisa menjaga Sinhe lebih baik lagi"Tapi jangankan menjaga, Seungwoo malah menyia-nyiakan Sinhe.
Eomma menangkupkan kedua tangan di pipi menantunya. "Sst.. Ini takdir, memang seharusnya begini" Eomma memeluk dan mengelus kepala Seungwoo. "Eommonim yakin kau sudah melakukan yang terbaik untuk menjaga Sinhe".
Lalu Eomma berbalik ke Appa. "Kita batalkan saja, Yeobo. Masa kita tega meninggalkan Sinhe dan Seungwoo dalam keadaan begini?"
Appa menghela nafas berat dan menggeleng sedih. "Appa juga bingung. Tapi kita sudah janji akan menemani Suhuwa-adik Sinhe-..." suara Appa mengecil.
Eomma hanya menggeleng sambil terisak.
Seungwoo mengelus ibu mertuanya. "Eommonim dan Aboji mau pergi?" Sinhe pernah bercerita adik nya masih kuliah. Di Harvard"
Appa yang menjawab. "Besok kami naik pesawat pagi , berencana tinggal dua minggu di sana. Selama Suhuwa kuliah, kami belum pernah menengoknya. Kebetulan sekarang dia wisuda"
Seungwoo menghela nafas. Dia kembali menunduk ke arah ibu mertuanya. "Eommonim, tidak ada yang bisa kita lakukan kalau tetap di sini. Tapi saya janji, sekuat tenaga saya akan memastikan Sinhe akan mendapat perawatan terbaik"
Appa menatap Seungwoo dengan pandangan berterima kasih.
"Kita bisa mengandalkan Seungwoo. Dia suami Sinhe"Isakan Eomma makin mereda.
"Sepulang menengok Suhuwa, Eommonim bisa menemui Sinhe lagi. Dengan keadaan yang lebih baik dari sekarang"
Dokter mengatakan bahwa mungkin butuh waktu bagi Sinhe untuk bisa siuman. Trauma di kepalanya cukup parah. Mereka akan sangat beruntung jika Sinhe bisa bangun dalam seminggu ini.
Seungwoo menguatkan hati. Dia harus yakin dengan apa yang dikatakan dokter.
Dia akan menjaga Sinhe, menebus kesalahan yang sudah dia lakukan. Kali ini dia akan melakukannya dengan Sungguh sungguh.
"Janji? Kamu akan menjaga Sinhe, ya?" Eomma meremas tangan Seungwoo kuat kuat.Dengan sungguh sungguh Seungwoo menganguk. "Janji"
...
Hari ke 9 Sinhe di rawat
Dan kini, ketika membuka pintu rumah, Seuweden Hills. Menyadari begitu sepi keadaan nya.
Ia sudah terbiasa dengan suara piring berdentangan, suara kucuran air keran, atau suara sayuran basah yang di maksukan ke panci. Kini kesepian jadi terasa sangat menyakitkan di telinganya.
Tidak ada pertanyaan membosankan yang diam diam selama ini dia rindukan.
"Bagaimana harimu?"Tidak ada Sinhe.
Seungwoo melangkah gontai ke lantai atas. Sekarang sudah pukul sembilan malam, yang dia inginkan hanya tidur. Seungwoo menutuskan untuk bermalam di Seuweden Hills dan menengok Sinhe besok.Seungwoo tidak berguna bagi Sinhe jika dia sakit. Seungwoo pulang ke Seuweden hills hanya untuk bergangi pakaian dan mandi. Lalu secepat mungkin kembali ke jonju, menengok Sinhe, memastikan dia ada di sana kalau kalau Sinhe Siuman.
Tapi Sinhe tidak pernah terbangun.
Setiap kali tiba di rumah sakit, seungwoo hanya disambut ruangan muram di kamar Sinhe, cahaya kuning kelabu dari lampu-lampu jalanan yang masuk melalui jendela kamar, dengung elektris respirator, dan suara "bip" ritmis dari alat yang memonitor denyut jantung nya.
Seungwoo hanya bisa berjalan mendekati ranjang Sinhe, termangu beberapa saat lalu mengecup pipi perempuan itu.
Setelah itu Seungwoo kembali ke ranjangnya sendiri dan langsung ambruk kelelahan, tidur tanpa bermimpi sampai keesokan harinya. Begitu terus setiap malam.
Perkiraan waktu seminggu yang diberikan dokter sudah terlewati.
Setiap saat Seungwoo hanya bisa mendekati Istrinya mengecup dahinya pelan, ia ingin berada di dekat nya. Menemaninya samapai siuman.
Kadang Seungwoo berharap ini hanya mimpi, bahwa kenyataannya mereka sedang berada di Seuweden Hills. Tidur berpunggungan, seperti biasa.
Sapa lembut Sinhe, dan suara Peralatan dapur terdengar tiap pagi.
Debat tentang masakan atau sinhe yang bersemangat menceritakan teman teman nya.Butuh waktu lama bagi Seungwoo untuk menyadari bahwa apa yang dia bayangkan adalah mimpi, dan inilah kenyataannya.
Hufttt, seungwoo menghela nafas, lalu bangkit dari sofa.
Setidaknya Sinhe masih hidup. Itu yang terpenting. Tuhan sudah memebri Seungwoo kesempatan kedua dan dia tidak akan menyianyiakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simple With You | END
Romance"bersamamu cinta menjadi sangat sederhana" Mereka menikah bukan karena cinta. Baik Seungwoo maupun Sinhe punya rahasia yang mereka pendam. Kesepian, amarah, dan penyesalan tercampur aduk dengan rasa rindu dan kata cinta yang tak pernah terucapk...