Zero-Four

2.1K 445 18
                                    



Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



beberapa jam lalu, san pergi.

bukan menuju ke belahan bumi mana pun.

melainkan pergi menyusul papanya ke nirwana.

dan mustahil bagiku untuk mengunjungi atau menjemputnya.

wooyoung yang mengantarku pulang.

di perjalanan, dia tak berhenti menangis.

aku bahkan bilang untuk menepi, menunggu air matanya sejenak pergi.

katanya, "gak apa, kamu harus pulang dulu, nanti aku yang kabarin ibunya,"

aku menurut saja, toh apa yang bisa kulakukan sekarang?

aku tak berdusta waktu bilang "aku gak tau harus berbuat apa tanpa kamu" pada san.

karena buktinya sekarang, aku bagai tubuh tanpa nyawa. segumpal daging yang tak tau apa tujuannya.

apa sebaiknya aku menangis saja?

percuma, san tak akan pulang dan beri aku pelukan.

bunuh diri?

sepertinya aku ragu karena rasioku berkata; san saja tak berencana untuk mati, kalau aku mati karena dia pergi-- di sana dia pasti akan mengusirku untuk hidup lagi.

pemikiranku sedangkal itu?

maklum saja, kepalaku baru dihantam fakta sebesar truk kargo beratnya.

"aku pulang, kamu jangan aneh-aneh," pesan wooyoung. dia masih berdiri di depan pintu rumahku.

aku mengangguk samar, mengiyakan.

", mungkin pemakamannya bakal dilangsungin besok pagi. mau aku jemput?"

"gak perlu. aku nanti berangkat sendiri," balasku cepat. dengan nada bicara dan wajah tanpa rasa, wooyoung pasti akan berpikir aku tak sedih sama sekali setelah ditinggal sang kekasih mati.

bukannya tak berduka, hanya semua terjadi begitu saja. sampai aku bingung harus ber-reaksi seperti apa.

pintu aku tutup, tak lupa dikunci juga. hanya saja, angin malam masih membawa tangis wooyoung sampai ke telinga.

seperti biasa, tangis pria yang ditinggal mati sahabat terbaiknya selalu terdengar pilu.

sialan, bukan hanya suara, sakitnya juga sampai ke sanubari.

aku pilih untuk pergi ke kamar mandi, membersihkan diri kemudian pergi tidur.

masih sama, aku harap semua ini hanya mimpi belaka.

tapi bagaimana bisa semua ini cuma mimpi, sementara semua kenangan yang aku punya dengan san terasa seperti bukan ilusi?

bahkan foto yang aku lihat di layar dinding ponsel masih sajikan dengan jelas rekaman bahagia-ku dengan san di taman kota.

ponselnya ku banting, lebih tepatnya-- aku lagi tak mau peduli dengan benda itu dan isinya.

tapi rasanya, aku hanya berlari di tempat yang sama.

aku menghindar dari satu potret, kemudian potret lainnya muncul di dinding kamar, di meja nakas-- terbingkai rapih dalam pigura.

kenangan ini, benar-benar menyiksa.

sampai aku kalah, dan terima menangis sejadi-jadinya.

benar, aku belum siap kehilangan san.





benar, aku belum siap kehilangan san

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.





/: eyo yang abis ambyar karena oknum Song Mingi, mana suaranya???

DON'T KNOW WHAT TO DO : Choi San ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang