[Credit Part] - Chan-ah

65 9 0
                                    

Kim Min Jee POV

2009. Seoul.

Aku datang ke Seoul untuk pertama kalinya bersama dengan adik laki-lakiku yang baru saja lulus dari SMP, Kim Dae Jeong. Aku berencana untuk mendaftar kuliah di Seoul University sembari bertemu Chanyeol yang pada hari itu sedang ada interview di sebuah cafe dekat universitas.

Setelah urusan di kampus selesai, aku menunggu di perempatan seberang jalan dekat cafe tempat Chanyeol akan syuting. Disana sudah terlihat banyak fans yang berkerumun menunggu kedatangannya. Dae Jeong sedang sibuk membeli camilan dan sovenir di toko belakang tempatku berdiri sekarang.

"Dae Jeong-ah... Palliwa..." teriakku gopoh karna kulihat mobil van hitam sudah datang.

Dae Jeong masih tampak mengantre di kasir.

Aku fokus memandangi siapa yang keluar dari van itu. Kulihat Chanyeol keluar dari van dan pandanganku segera terhalang oleh banyaknya fangirl disana. Aku panik dan terburu-buru, hingga lupa melihat lampu penyeberangan yang masih bertanda merah. Aku langsung saja berlari ke jalan raya dan...

Braaaakk! 

Aku jatuh tersungkur karna tertabrak mobil yang hendak berbelok.

Mendengar suara gaduh di luar toko, Dae Jeong terkejut dan cepat-cepat keluar toko, "Noonaa...," teriaknya.

Di tengah kepanikan, Dae Jeong juga melihat keramaian yang sama di seberang jalan, tepatnya cafe tempat syuting Chanyeol. Bahkan matanya menemukan sosok Chanyeol yang sedang menoleh ke arahnya, akan tetapi langkah Chanyeol tak berhenti, Ia tetap berjalan masuk ke dalam cafe tanpa memedulikan apa yang sebenarnya terjadi di luar sana. 'Iish...nggak ada nyamperin-nyamperinnya,' batin Dae Jeong.

Aku yang sedari tadi tak berhenti memandang ke arah Chanyeol, tentu saja sangat terpukul melihatnya berjalan semakin menjauh dan menghilang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku yang sedari tadi tak berhenti memandang ke arah Chanyeol, tentu saja sangat terpukul melihatnya berjalan semakin menjauh dan menghilang.

"Chan-ah..." kataku lirih sebelum akhirnya tak sadarkan diri.

***

Saat aku siuman, kaki kananku sudah digips, rasanya sakit sekali. Eommaku sudah ada di sampingku bersama dengan Dae Jeon, mata mereka terlihat sembab.

"Eomma...," panggilku lirih.

"Min Jee-ah...," suara Eomma terdengar putus asa, seperti melihat anaknya benar-benar sekarat. 

"Kenapa nangis? Nan gwenchana...," kataku meyakinkannya.

"Kamu tuh babo ya? Kenapa lari ke jalan kayak gitu?" Dae Jeon mengomeliku.

Secara reflek aku justru bertanya tentang seseorang yang sedari tadi sudah menghantui pikiranku, "Chan-i?".

Mendengar pertanyaanku, tentu saja Dae Jeong langsung emosi, "Ck!... sepanjang jalan kamu ngigau manggil-manggil Chan. Kamu gila ya? Kamu tuh nggak mikir mau kuliah malah kayak gini cuma gara-gara pengen ketemu dia."

"Udah... Biarin dulu kakakmu istirahat," Eomma mencoba memutus ketegangan emosi Dae Jeong. 

"Dia tuh harus tau biar sadar, Eomma," Dae Jeon masih bersikeras ingin meluapkan apa yang ingin Ia sampaikan padaku. 

Aku yang tidak begitu mengerti tentang situasinya, merasa heran dengan reaksi Dae Jeon. "Kenapa sih?".

Kenapa Dae Jeon dan Eomma harus memasang ekspresi semenyedihkan itu hanya karena aku terluka sedikit saja? Pikirku begitu.

"Min Jee-ah... Lupain soal Seoul. Kita balik ke Daegu ya?" ucap Eomma dengan lembut.

Aku sangat tidak mengerti kenapa Eomma tiba-tiba menyuruhku menyerah, setelah sebelumnya Eomma justru membelaku ketika berdebat dengan Dae Jeong. Bahkan Eomma yang selalu memberiku semangat untuk menggapai impian di Seoul. "WaeSsireo...".

"Terus kamu mau gimana? Kamu tuh habis operasi, kakimu patah. Dokter bilang kamu harus istirahat total nunggu tulang kakimu normal. Kamu mau disini sama siapa? Kamu..." Sahut Dae Jeong.

"Geumanhae... Jangan berdebat di rumah sakit".

Eomma memutus pembicaraan Dae Jeong sebelum bagian terpentingnya kudengar. Meski begitu, sepatah ucapannya sudah mampu membulatkan mataku.

Aku terkejut sampai tak bisa berkata-kata. Setelah aku mendengarkan penjelasan dari dokter, tampaknya memang aku harus membatalkan kuliah tahun ini, itu keputusanku sendiri. Aku kembali ke Daegu. Aku harus memulihkan kakiku, selama berbulan-bulan aku terapi fisik. Saat kondisiku cukup membaik pun keluargaku masih belum mengijinkanku untuk kuliah di Seoul. Mereka menyuruhku tetap di Daegu, membantu restauran Eomma dan agar mereka bisa menjagaku. Di musim dingin kakiku sering nyeri dan kadang susah berjalan jika terlalu kelelahan bekerja.

Tapi keinginanku masih tetap saja sama. Aku sangat ingin kuliah di Seoul. Keinginanku masuk di Seoul University sangat membara, aku ingin menjadi tim kreatif sebuah acara tv, aku ingin mempelajari dunia broadcasting. Aku memutuskan untuk menggapi impian di Seoul bukan hanya karna Chan, tapi ada orang lain juga yang semakin membuatku tertarik dengan dunia pertelevisian ini. 

Namun tak memungkiri, terkadang aku masih merindukan Chan meskipun dengan jelas kulihat dia mengabaikanku saat itu, di hari kecelakaanku. Aku hanya ingin berada dekat dengan Chan meskipun mustahil untuk bertemu dengannya. Eomma yang tadinya begitu mendukungku, kini berada di kubu Dae Jeong, mereka berkali-kali melarangku pergi ke Seoul tapi aku tetap bersikeras meminta.

***

2010. Seoul.

Setahun kemudian aku berhasil menjadi mahasiswa baru di Seoul University. Setiap bulan Eomma mengunjungi office-telku, memastikan kondisiku baik-baik saja. Aku selalu menonton Chan di televisi, semata-mata hanya untuk melampiaskan rasa rinduku, mulai dari grup mereka debut, acara interview, dan variety show yang diikutinya. Satu hal yang nggak pengen aku lakuin adalah nonton konsernya. Aku masih tidak bisa membayangkan bagaimana sakitnya jika aku melihat wajah Chanyeol secara langsung, ingatan wajahnya yang acuh tak acuh saat kecelakaan itu masih terus menghantui. Aku kecewa karna dia mengabaikanku, tapi sebagian dari hatiku juga memahami kondisinya. Tapi sekeras apapun aku menerima kenyataan ini, perasaanku semakin terluka.

Chan yang sekarang bukan lagi Chan yang dulu kukenal. Banyak orang yang mencintainya, banyak kenangan, dan kesibukan yang sudah dia lakukan. Aku yang hanya masa lalu, tentu akan terkikis dari hati dan pikirannya, terkubur jauh lebih dalam dan terlupakan. Ironisnya aku terjebak dalam perasaanku sendiri, aku tak bisa melupakannya, meski tahun demi tahun telah berganti.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Credit part akan selalu ada di sela-sela chapter. Credit part berisi cerita detail dari masa lalu yang belum diceritakan sebelumnya. 

Terima kasih telah setia membaca 🤗
Jangan lupa berikan votement untuk mendukung cerita author 😊

Stars: Your Love, My First LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang