Delapan Belas

16 0 0
                                    

#Part Delapan Belas

Sebenarnya, Sasya sudah sangat lelah hari ini. Dia ingin segera merebahkan tubuhnya di kasur kesayangannya. Tetapi itu urung saat tiba-tiba Dave mengetuk pintu kamarnya. Lalu mengatakan ada tamu yang ingin menemuinya. Sasya melirik jam didinding. Pukul sembilan malam. Untuk apa orang bertamu selarut ini. Dalam hati, Sasya menebak siapa tamu itu. Yang jelas, bukan Leo. Karna jika itu Leo, dia tak mungkin repot-repot mau melawati pintu depan atau bahkan menunggunya seperti ini. Biasanya, cowok itu akan melompat menuju balkon kamarnya, karna memang kamarnya bersebelahan dengan kamar Leo. Cowok itu hanya mau melewati pintu depan saat ingin menemui Dave atau sedang membawa banyak barang saja.

Sasya melangkah menuruni tangga dengan lesu. Sasya hari benar-benar tidak mood melakukan apapun. Tapi, saat melihat siapa tamunya, Sasya melotot seketika. Sedangkan tamunya malah nyengir lebar seperti tidak merasa bersalah telah membuat Sasya terkejut.

Darren --sang tamu itu-- tertawa melihat wajah Sasya yang tampak lucu menurutnya. Dia menepuk bangku disampingnya guna menyuruh agar Sasya yang masih terbengong itu duduk disampingnya. Sasya menggeleng singkat lalu mendengus geli. "Yang tamu siapa, yang tuan rumah siapa," sindir Sasya. "Mau minum apa?" tanya Sasya melanjutkan.

"Apa aja boleh. Tapi harus jus jeruk," jawabnya dengan terkekeh geli. Sasya mendengus, lalu tertawa singkat. Sebenarnya, ini bukan pertama kali Darren bertamu kerumahnya, dan permintaan Darren selalu sama. Sasya hanya basa-basi saja saat menawarkannya. Padahal sebetulnya, dia sudah meminta asisten rumah tangganya menyiapkan jus jeruk. "Tunggu sebentar, gue ambil dulu."

Sasya segera berlalu menuju dapur. Lalu kembali dengan membawa dua gelas jus jeruk dan setoples kue kering. "Nih, makan, gausah malu. Kalo sama Leo aja suka ngabis-ngabisin makanan disini." Darren tertawa saat Sasya menyinggung kebiasaannya jika bertamu ke rumah Sasya. Memang seperti itu, jika Darren datang sendiri, dia akan malu-malu memakan hidangan yang Sasya berikan, tapi jika datang bersama Leo, Darren sudah seperti singa kelaparan saat dirumahnya.

"Makasih. Nih, martabak buat bokap lo. Tadi ga sengaja mampir didepan, kayaknya enak." Sasya tersenyum, lalu mengucapkan terimakasih kepada Darren. Dia membuka martabak itu, lalu manatap Darren yang duduk disampingnya. "Makan bareng aja ya, bokap udah tidur."

Mereka mengobrol ringan. Berkali-kali, Darren juga manatap jam ditangannya. Sasya yang menyadari itu, langsung menanyakan apa yang terjadi pada cowok itu. "Gue... mau ngucapin minta maaf atas kalakuan Bryan tadi dikelas. Gue tau dia salah. Tapi lo harus yakin satu hal, Bryan itu sebenarnya baik. Walaupun dia playboy, tapi dia nggak pernah ngerusak mantannya sama sekali."

Sasya mendengus. Dia sedang tidak mood membahas Bryan saat ini. Dia masih sakit hati dengan perlakuan Bryan tadi pagi. "Udahlah, kalau mau ngomongin Bryan, lebih baik lo pulang aja. Gue males bahas dia." Darren menghela nafas pelan. Dia mencoba memaklumi Sasya. Alhasil, Darren hanya tersenyum singkat.

"Gue kesini juga mau minta bantuan lo kerjain PR. Tapi kayaknya udah malem banget. Mendingan gue pulang aja, deh," ucap Darren saat menatap jam tangannya. Jam dudah menujukan pukul sepuluh malam. Terlalu larut jika masih bertamu, apalagi bertamu dirumah gadis seperti Sasya.

"Eh? Kalau lo mau kerjain PR, gapapa. Gue bantuin. Kasian, udah jauh-jauh malah nggak jadi, kan?"

"Tapi, emang nggak papa? Soalnya gue sama Emily juga." Sasya terdiam. Dia menengok kebelakang. Darren hanya sendiri. Dia tidak melihat keberadaan Emily disekitarnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 10, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

If NotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang